Satu RT dengan SDN 014 Penajam, Orang Tua Protes Anak Gagal Lolos Jalur Domisili

    Seputarfakta.com - Agus Saputra -

    Seputar Kaltim

    02 Juli 2025 11:17 WIB

    SDN 014 Penajam (Foto: Agus Saputra/Seputarfakta.com)

    Penajam - Sejumlah warga Nipah-Nipah yang terdiri dari para orang tua menyampaikan protes ke SDN 014 Penajam, Penajam Paser Utara (PPU) terkait hasil pengumuman Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025/2026, Rabu (2/7/2025).

    Para orang tua menyampaikan kekecewaannya terhadap pihak sekolah karena anaknya tidak lolos SPMB melalui jalur domisili. Padahal tempat tinggal mereka terletak di Rukun Tetangga (RT) 3 yang masih satu RT dengan SDN 014 Penajam.

    Bahkan berdasarkan pengakuan dari orang tua, alasan anaknya tersingkir dari seleksi SPMB karena kalah peringkat usia, meski tempat tinggal pendaftar lain yang diterima jaraknya lebih jauh dibandingkan rumahnya.

    Menariknya, anak yang dinyatakan tidak lolos jalur domisili tersebut merupakan cucu dari Almarhum Datok Tungik yang telah menghibahkan tanahnya untuk pembangunan SDN 014 Penajam.

    Ketua RT 3, Sultaning mengatakan SDN 014 Penajam seharusnya memberikan perlakuan khusus kepada anak tersebut agar bisa diloloskan dalam seleksi SPMB.

    “Seharuanya ada perlakuan khusus untuk cucu pemberi wakaf itu dan kenapa malah dialihkan ke SDN 038 yang lokasinya cukup jauh dari tempat tinggalnya. Apalagi kalau orang tuanya nelayan atau petani, siapa yang mau mengantar setiap harinya? Seharusnya diprioritaskan,” bebernya.

    Menurutnya, bila inti permasalahan ini  terletak pada minimnya jumlah Ruang Kelas Belajar (RKB) dan kuota SPMB yang terbatas, maka Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) PPU seharusnya melakukan penambahan.

    Apalagi mengingat pertumbuhan jumlah penduduk di PPU setiap tahun kian meningkat, terutama sejak kehadiran Ibu Kota Nusantara (IKN) yang memicu penduduk luar untuk singgah dan menetap.

    “Disdikpora tak perlu tutup mata dengan menggunakan alasan anggaran tidak ada untuk menampung calon siswa baru yang mendaftar. Karena jangan sampai anak-anak kita tidak sekolah hanya gara-gara ketidaktersediaan RKB,” tegasnya.

    Sementara Kepala SDN 014 Penajam, Anik Winarni mengaku pihaknya hanya menjalankan tugas sesuai peraturan yang berlaku.

    “Kita hanya pelaksana, sedangkan Disdikpora panitianya. Tapi kita merespon baik aduan yang disampaikan para orang tua secara langsung dengan mendatangi sekolah agar bisa diselesaikan,” imbuhnya.

    Anik menerangkan peserta didik yang lolos seleksi SPMB di SDN 014 Penajam berjumlah 56 orang, terdiri dari tiga orang jalur mutasi, delapan orang jalur afirmasi dan 45 orang jalur domisili.

    “Secara domisili anak dari orang tua itu memang masuk wilayah sekolah berada di RT 3, tapi yang mendaftar di sini melebihi kuota yang disediakan. Saat di peringkat, dia berada di urutan 60 dari 56 siswa yang lolos. Usianya enam tahun dua bulan 21 hari, sedangkan urutan terakhir (lolos) itu enam tahun tiga bulan delapan hari,” terangnya.

    Setelah menerima berbagai masukan saat berdiskusi dengan para orang tua, SDN 014 Penajam akan berkonsultasi dengan Disdikpora PPU untuk mencarikan solusi terbaik dalam menyelesaikan permasalahan ini.

    Kepala Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah Disdikpora PPU, Ismail menjelaskan usia memang menjadi salah satu penentu kelulusan calon pendaftar dalam SPMB.

    “Di tingkat SD meskipun domisili menjadi acuan, tapi yang menentukan lulus atau tidak adalah umur karena anak yang sudah masuk usia belajar wajib sekolah. Jadi umur dihitung dari atas ke bawah, apabila selisih satu hari bisa saja ketolak. Sama seperti kasus di SDN 014 Penajam yang hanya selisih beberapa hari,” ungkapnya.

    Selain itu Disdikpora PPU tidak berani membuat kebijakan khusus untuk meloloskan anak yang merupakan cucu dari penghibah tanah.

    Pernyataan ini disampaikan karena pihaknya tidak mungkin memberikan perlakuan khusus agar anak tersebut lolos SPMB, mengingat semua proses seleksi harus mengikuti ketentuan dan kebijakan yang telah ditetapkan.

    “Nggak mungkin kita bikin kebijakan, misalnya bagi siapa saja yang merupakan keturunan dari orang ini lolos SPMB, kita takut-takut juga bikin kebijakan seperti itu,” tutur Ismail.

    Ismail mengungkapkan permasalahan kekurangan RKB untuk menampung calon peserta didik hampir terjadi setiap tahun. Meskipun Disdikpora  telah melakukan berbagai upaya, termasuk menampung peserta didik melebihi kuota, tapi langkah tersebut gagal karena terbentur sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik) yang membatasi kapasitas secara ketat.

    “Tahun-tahun sebelumnya kita coba upaya lain dengan memasukan calon beberapa peserta didik agar mendapatkan pendidikan, tapi saat kita masukkan data ke pusat ternyata semua data anak itu tidak masuk dalam dapodik,” kata Ismail.

    “Otomatis mereka tidak bisa mengikuti Ujian Nasional (UN), menerima BOSDA dan lainnya karena kuota awal yang ditetapkan telah dilaporkan ke pusat, sehingga pusat tahu katanya cuma dua kelas kok ini lebih?,” sambungnya.

    Disdikpora sebenarnya telah menyusun rencana untuk menambah jumlah RKB di beberapa sekolah, tetapi dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) 1/2025 tentang Efisiensi Anggaran membuat sebagian rencana mengalami kendala.

    Terlebih dengan bertambahnya jumlah RKB, Disdikpora PPU turut menyediakan guru untuk mengajar di RKB baru. Sedangkan kondisi PPU kini sedang kekurangan tenaga pendidik, imbas minimnya partisipasi masyarakat mengisi formasi pendidikan saat CPNS dan PPPK 2024 dan diberlakukan kebijakan soal larangan merekrut tenaga honorer.

    “Kita tidak hanya memikirkan soal penambahan RKB saja, tentu tenaga pendidiknya juga karena jangan sampai RKB bertambah tapi nggak ada pengajarnya,” tambahnya.

    Anggota DPRD PPU, Muhammad Bijak Ilhamdani meminta Disdikpora turun ke lapangan memberikan edukasi dan pemahaman kepada masyarakat, terutama menyangkut jalur domisili, sehingga tidak menimbulkan permasalahan karena salah paham. 

    “Seharusnya Disdikpora turun ke lapangan memberikan sosialisasi kepada masyarakat dan menjelaskan terkait sistemnya, sehingga regulasinya jelas dan masyarakat tidak lagi menerka-nerka yang berujung timbulnya permasalahan,” tandasnya.

    (Sf/Lo)

    Tim Editorial

    Connect With Us

    Copyright @ 2023 seputarfakta.com.
    All right reserved

    Kategori

    Informasi

    Satu RT dengan SDN 014 Penajam, Orang Tua Protes Anak Gagal Lolos Jalur Domisili

    Seputarfakta.com - Agus Saputra -

    Seputar Kaltim

    02 Juli 2025 11:17 WIB

    SDN 014 Penajam (Foto: Agus Saputra/Seputarfakta.com)

    Penajam - Sejumlah warga Nipah-Nipah yang terdiri dari para orang tua menyampaikan protes ke SDN 014 Penajam, Penajam Paser Utara (PPU) terkait hasil pengumuman Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025/2026, Rabu (2/7/2025).

    Para orang tua menyampaikan kekecewaannya terhadap pihak sekolah karena anaknya tidak lolos SPMB melalui jalur domisili. Padahal tempat tinggal mereka terletak di Rukun Tetangga (RT) 3 yang masih satu RT dengan SDN 014 Penajam.

    Bahkan berdasarkan pengakuan dari orang tua, alasan anaknya tersingkir dari seleksi SPMB karena kalah peringkat usia, meski tempat tinggal pendaftar lain yang diterima jaraknya lebih jauh dibandingkan rumahnya.

    Menariknya, anak yang dinyatakan tidak lolos jalur domisili tersebut merupakan cucu dari Almarhum Datok Tungik yang telah menghibahkan tanahnya untuk pembangunan SDN 014 Penajam.

    Ketua RT 3, Sultaning mengatakan SDN 014 Penajam seharusnya memberikan perlakuan khusus kepada anak tersebut agar bisa diloloskan dalam seleksi SPMB.

    “Seharuanya ada perlakuan khusus untuk cucu pemberi wakaf itu dan kenapa malah dialihkan ke SDN 038 yang lokasinya cukup jauh dari tempat tinggalnya. Apalagi kalau orang tuanya nelayan atau petani, siapa yang mau mengantar setiap harinya? Seharusnya diprioritaskan,” bebernya.

    Menurutnya, bila inti permasalahan ini  terletak pada minimnya jumlah Ruang Kelas Belajar (RKB) dan kuota SPMB yang terbatas, maka Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) PPU seharusnya melakukan penambahan.

    Apalagi mengingat pertumbuhan jumlah penduduk di PPU setiap tahun kian meningkat, terutama sejak kehadiran Ibu Kota Nusantara (IKN) yang memicu penduduk luar untuk singgah dan menetap.

    “Disdikpora tak perlu tutup mata dengan menggunakan alasan anggaran tidak ada untuk menampung calon siswa baru yang mendaftar. Karena jangan sampai anak-anak kita tidak sekolah hanya gara-gara ketidaktersediaan RKB,” tegasnya.

    Sementara Kepala SDN 014 Penajam, Anik Winarni mengaku pihaknya hanya menjalankan tugas sesuai peraturan yang berlaku.

    “Kita hanya pelaksana, sedangkan Disdikpora panitianya. Tapi kita merespon baik aduan yang disampaikan para orang tua secara langsung dengan mendatangi sekolah agar bisa diselesaikan,” imbuhnya.

    Anik menerangkan peserta didik yang lolos seleksi SPMB di SDN 014 Penajam berjumlah 56 orang, terdiri dari tiga orang jalur mutasi, delapan orang jalur afirmasi dan 45 orang jalur domisili.

    “Secara domisili anak dari orang tua itu memang masuk wilayah sekolah berada di RT 3, tapi yang mendaftar di sini melebihi kuota yang disediakan. Saat di peringkat, dia berada di urutan 60 dari 56 siswa yang lolos. Usianya enam tahun dua bulan 21 hari, sedangkan urutan terakhir (lolos) itu enam tahun tiga bulan delapan hari,” terangnya.

    Setelah menerima berbagai masukan saat berdiskusi dengan para orang tua, SDN 014 Penajam akan berkonsultasi dengan Disdikpora PPU untuk mencarikan solusi terbaik dalam menyelesaikan permasalahan ini.

    Kepala Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah Disdikpora PPU, Ismail menjelaskan usia memang menjadi salah satu penentu kelulusan calon pendaftar dalam SPMB.

    “Di tingkat SD meskipun domisili menjadi acuan, tapi yang menentukan lulus atau tidak adalah umur karena anak yang sudah masuk usia belajar wajib sekolah. Jadi umur dihitung dari atas ke bawah, apabila selisih satu hari bisa saja ketolak. Sama seperti kasus di SDN 014 Penajam yang hanya selisih beberapa hari,” ungkapnya.

    Selain itu Disdikpora PPU tidak berani membuat kebijakan khusus untuk meloloskan anak yang merupakan cucu dari penghibah tanah.

    Pernyataan ini disampaikan karena pihaknya tidak mungkin memberikan perlakuan khusus agar anak tersebut lolos SPMB, mengingat semua proses seleksi harus mengikuti ketentuan dan kebijakan yang telah ditetapkan.

    “Nggak mungkin kita bikin kebijakan, misalnya bagi siapa saja yang merupakan keturunan dari orang ini lolos SPMB, kita takut-takut juga bikin kebijakan seperti itu,” tutur Ismail.

    Ismail mengungkapkan permasalahan kekurangan RKB untuk menampung calon peserta didik hampir terjadi setiap tahun. Meskipun Disdikpora  telah melakukan berbagai upaya, termasuk menampung peserta didik melebihi kuota, tapi langkah tersebut gagal karena terbentur sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik) yang membatasi kapasitas secara ketat.

    “Tahun-tahun sebelumnya kita coba upaya lain dengan memasukan calon beberapa peserta didik agar mendapatkan pendidikan, tapi saat kita masukkan data ke pusat ternyata semua data anak itu tidak masuk dalam dapodik,” kata Ismail.

    “Otomatis mereka tidak bisa mengikuti Ujian Nasional (UN), menerima BOSDA dan lainnya karena kuota awal yang ditetapkan telah dilaporkan ke pusat, sehingga pusat tahu katanya cuma dua kelas kok ini lebih?,” sambungnya.

    Disdikpora sebenarnya telah menyusun rencana untuk menambah jumlah RKB di beberapa sekolah, tetapi dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) 1/2025 tentang Efisiensi Anggaran membuat sebagian rencana mengalami kendala.

    Terlebih dengan bertambahnya jumlah RKB, Disdikpora PPU turut menyediakan guru untuk mengajar di RKB baru. Sedangkan kondisi PPU kini sedang kekurangan tenaga pendidik, imbas minimnya partisipasi masyarakat mengisi formasi pendidikan saat CPNS dan PPPK 2024 dan diberlakukan kebijakan soal larangan merekrut tenaga honorer.

    “Kita tidak hanya memikirkan soal penambahan RKB saja, tentu tenaga pendidiknya juga karena jangan sampai RKB bertambah tapi nggak ada pengajarnya,” tambahnya.

    Anggota DPRD PPU, Muhammad Bijak Ilhamdani meminta Disdikpora turun ke lapangan memberikan edukasi dan pemahaman kepada masyarakat, terutama menyangkut jalur domisili, sehingga tidak menimbulkan permasalahan karena salah paham. 

    “Seharusnya Disdikpora turun ke lapangan memberikan sosialisasi kepada masyarakat dan menjelaskan terkait sistemnya, sehingga regulasinya jelas dan masyarakat tidak lagi menerka-nerka yang berujung timbulnya permasalahan,” tandasnya.

    (Sf/Lo)