Cari disini...
Seputarfakta.com - Maulana -
Seputar Kaltim
Kepala Dinas Perkebunan Kaltim, Ence Achmad Rafiddin Rizal. (Foto: Dok. Disbun Kaltim)
Samarinda - Kalimantan Timur (Kaltim) yang dulunya dikenal sebagai salah satu lumbung kelapa di Indonesia, kini tengah menghadapi tantangan serius. Produksi komoditas unggulan ini mengalami penurunan drastis dalam 15 tahun terakhir, dari 20.382 ton menjadi hanya 7.843 ton.
Kepala Dinas Perkebunan Kaltim, Ence Achmad Rafiddin Rizal, mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi ini. "Penurunan ini sangat signifikan dan berdampak pada potensi ekonomi daerah," ujar Rizal, Selasa (22/10/2024).
Beberapa faktor menjadi penyebab utama penurunan produksi kelapa di Kaltim. Alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit yang lebih menguntungkan menjadi salah satu faktor dominan. Selain itu, usia tanaman kelapa yang sudah tua dan kurangnya minat petani muda untuk melanjutkan budidaya kelapa juga turut berkontribusi.
"Padahal, kelapa memiliki potensi yang sangat besar, baik sebagai bahan pangan maupun bahan baku industri," tambah Rizal.
Pemerintah Provinsi Kaltim melihat potensi besar kelapa sebagai sumber energi alternatif. Saat ini, Dinas Perkebunan tengah melakukan kajian mendalam terkait pengembangan kelapa sebagai bahan baku biofuel.
"Jika kajian ini berhasil, maka akan membuka peluang baru bagi petani kelapa di Kaltim," ungkap Rizal.
Beberapa daerah di Kaltim seperti Kutai Kartanegara, Penajam Paser Utara, dan Balikpapan yang selama ini menjadi sentra produksi kelapa juga mengalami penurunan produksi. Kondisi ini tentu saja menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan industri kelapa di daerah tersebut.
Meskipun produksi dalam negeri menurun, permintaan kelapa di pasar global justru terus meningkat. Indonesia sebagai salah satu produsen dan eksportir kelapa terbesar dunia memiliki peluang besar untuk meningkatkan nilai tambah komoditas ini.
"Pemerintah pusat telah mendorong pengolahan kelapa menjadi produk turunan yang bernilai tinggi sebelum diekspor," jelas Rizal.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah daerah dan pusat perlu bekerja sama untuk merumuskan kebijakan yang tepat. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain, memberikan insentif bagi petani kelapa, meremajakan tanaman kelapa tua, serta mengembangkan teknologi pengolahan kelapa yang lebih efisien.
(Sf/Rs)
Tim Editorial
Cari disini...
Seputarfakta.com - Maulana -
Seputar Kaltim
Kepala Dinas Perkebunan Kaltim, Ence Achmad Rafiddin Rizal. (Foto: Dok. Disbun Kaltim)
Samarinda - Kalimantan Timur (Kaltim) yang dulunya dikenal sebagai salah satu lumbung kelapa di Indonesia, kini tengah menghadapi tantangan serius. Produksi komoditas unggulan ini mengalami penurunan drastis dalam 15 tahun terakhir, dari 20.382 ton menjadi hanya 7.843 ton.
Kepala Dinas Perkebunan Kaltim, Ence Achmad Rafiddin Rizal, mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi ini. "Penurunan ini sangat signifikan dan berdampak pada potensi ekonomi daerah," ujar Rizal, Selasa (22/10/2024).
Beberapa faktor menjadi penyebab utama penurunan produksi kelapa di Kaltim. Alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit yang lebih menguntungkan menjadi salah satu faktor dominan. Selain itu, usia tanaman kelapa yang sudah tua dan kurangnya minat petani muda untuk melanjutkan budidaya kelapa juga turut berkontribusi.
"Padahal, kelapa memiliki potensi yang sangat besar, baik sebagai bahan pangan maupun bahan baku industri," tambah Rizal.
Pemerintah Provinsi Kaltim melihat potensi besar kelapa sebagai sumber energi alternatif. Saat ini, Dinas Perkebunan tengah melakukan kajian mendalam terkait pengembangan kelapa sebagai bahan baku biofuel.
"Jika kajian ini berhasil, maka akan membuka peluang baru bagi petani kelapa di Kaltim," ungkap Rizal.
Beberapa daerah di Kaltim seperti Kutai Kartanegara, Penajam Paser Utara, dan Balikpapan yang selama ini menjadi sentra produksi kelapa juga mengalami penurunan produksi. Kondisi ini tentu saja menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan industri kelapa di daerah tersebut.
Meskipun produksi dalam negeri menurun, permintaan kelapa di pasar global justru terus meningkat. Indonesia sebagai salah satu produsen dan eksportir kelapa terbesar dunia memiliki peluang besar untuk meningkatkan nilai tambah komoditas ini.
"Pemerintah pusat telah mendorong pengolahan kelapa menjadi produk turunan yang bernilai tinggi sebelum diekspor," jelas Rizal.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah daerah dan pusat perlu bekerja sama untuk merumuskan kebijakan yang tepat. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain, memberikan insentif bagi petani kelapa, meremajakan tanaman kelapa tua, serta mengembangkan teknologi pengolahan kelapa yang lebih efisien.
(Sf/Rs)