Cari disini...
Seputarfakta.com - Maulana -
Seputar Kaltim
Aksi penolakan penutupan alur sungai mahakam oleh beberapa serikat. (Foto: DokumentasiPribadi/Seputarfakta.com)
Samarinda - Wacana penutupan alur Sungai Mahakam pasca-insiden tabrakan kapal dengan Jembatan Mahakam I terus menuai polemik di Samarinda, Kalimantan Timur.
Usulan penghentian lalu lintas kapal, terutama pengangkut batu bara, demi keamanan jembatan, ditolak keras oleh berbagai elemen masyarakat, khususnya pelaku usaha dan pekerja sektor maritim.
Ratusan orang yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pelabuhan Maritim Samarinda menggelar aksi unjuk rasa menentang rencana tersebut.
Mereka menilai kebijakan ini tidak hanya merugikan sektor industri dan perdagangan, tetapi juga berpotensi memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang akan berdampak besar pada perekonomian Kalimantan Timur.
Syaifudin Majid, Koordinator Aliansi Masyarakat Pelabuhan Maritim Samarinda, menegaskan bahwa penutupan alur Sungai Mahakam bukanlah solusi yang tepat.
"Sehari saja alur Sungai Mahakam ditutup, puluhan hingga ratusan ponton tidak bisa beroperasi. Di balik setiap ponton, ada banyak pekerja yang menggantungkan hidupnya. Jika sungai benar-benar ditutup, bagaimana nasib mereka?" ujarnya dalam aksi unjuk rasa tersebut.
Sungai Mahakam, menurutnya, adalah urat nadi perekonomian Kalimantan Timur. Selain batu bara, berbagai komoditas lain yang mendukung industri, perdagangan, dan kehidupan masyarakat luas diangkut melalui sungai ini.
"Bayangkan berapa banyak pekerja pelabuhan, sopir truk, agen kapal, dan perusahaan yang terdampak jika jalur ini ditutup. Akan ada gelombang PHK besar-besaran, dan itu bisa menghancurkan ekonomi daerah ini," tegasnya.
Para peserta aksi menekankan bahwa solusi terbaik adalah memperbaiki infrastruktur keselamatan di sekitar jembatan, bukan menutup sungai.
Salah satu perwakilan aksi, Rusdi menyatakan pemerintah seharusnya fokus pada peningkatan keamanan jembatan dan jalur pelayaran.
"Yang perlu diperbaiki adalah sistem keselamatan. Pemerintah harus memperkuat fender (pelindung jembatan) agar lebih kokoh dan mampu menahan benturan kapal tanpa merusak struktur jembatan. Bukan dengan menutup jalur sungai yang selama ini menjadi penggerak ekonomi kita," jelas Rusdi.
Ia juga menambahkan bahwa regulasi keselamatan harus diperketat, baik dari segi navigasi kapal maupun pemantauan lalu lintas sungai.
"Kalau memang ada masalah, benahi cara kerja Pelindo dan KSOP (Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan). Perbaiki sistemnya, perbaiki infrastrukturnya, jangan langsung ambil keputusan ekstrem yang justru menghancurkan kehidupan masyarakat," tambahnya.
Kekhawatiran utama dari rencana penutupan ini adalah lonjakan angka pengangguran akibat PHK massal. Agen kapal, pemilik kapal, buruh bongkar muat, hingga sopir angkutan barang yang bergantung pada jalur Sungai Mahakam dipastikan akan terdampak.
"Jangan hanya memikirkan keamanan jembatan tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi bagi ribuan orang yang bekerja di sektor ini," ujar salah satu peserta aksi.
Banyak dari mereka merasa bahwa keputusan menutup sungai hanya menguntungkan segelintir pihak, sementara masyarakat luas menjadi korban.
"Kami setuju bahwa keselamatan harus menjadi prioritas, tapi caranya bukan dengan menutup jalur sungai. Ada solusi lain yang lebih masuk akal dan tidak merugikan banyak orang," lanjutnya.
Keputusan akhir mengenai penutupan alur Sungai Mahakam berada di tangan KSOP Samarinda. Desakan dari masyarakat terus menguat agar pemerintah mempertimbangkan solusi yang lebih bijak.
Sementara itu, Kepala KSOP Kelas I Samarinda, Mursidi, menyatakan pihaknya telah mengambil langkah-langkah perbaikan dan memberikan pelayanan terbaik bagi pengguna jasa.
"Kami sudah rapat dengan semua pihak terkait, termasuk dinas perhubungan kota dan provinsi, BBJBN, PUPR, dan BUP yang mengelola pemanduan. Kami juga mengundang pemilik kapal yang menabrak jembatan. Intinya, kami melakukan tender baru, tetapi perlu adanya DED dan konsultan ahli. Kami juga perlu membersihkan area untuk memasang fender baru. Ada proses yang perlu waktu, dan tidak bisa cepat dilakukan," jelas Mursidi.
KSOP juga telah meningkatkan pengamanan dengan menempatkan tiga tug assist di sisi jembatan.
"Secara teknis, itu merupakan bentuk tanggung jawab kami. Pemilik kapal juga menyatakan siap bertanggung jawab, tetapi perlu kajian untuk menentukan jumlah kerugian dan biaya pembangunan fender baru," tambahnya.
Mursidi menegaskan bahwa penutupan alur sungai secara permanen bukanlah solusi yang logis.
"Menutup sampai fender dibangun itu di luar logika kita. Berapa lama fender itu dibangun? Kalau ditutup beberapa bulan, dampaknya seperti apa? Ini perlu kajian juga. Kami bertugas mengikuti arahan pimpinan, tetapi juga memberikan pelayanan kepada pengguna jasa dan masyarakat. Dua kepentingan ini harus diakomodasi," pungkasnya.
(Sf/Rs)
Tim Editorial
Cari disini...
Seputarfakta.com - Maulana -
Seputar Kaltim
Aksi penolakan penutupan alur sungai mahakam oleh beberapa serikat. (Foto: DokumentasiPribadi/Seputarfakta.com)
Samarinda - Wacana penutupan alur Sungai Mahakam pasca-insiden tabrakan kapal dengan Jembatan Mahakam I terus menuai polemik di Samarinda, Kalimantan Timur.
Usulan penghentian lalu lintas kapal, terutama pengangkut batu bara, demi keamanan jembatan, ditolak keras oleh berbagai elemen masyarakat, khususnya pelaku usaha dan pekerja sektor maritim.
Ratusan orang yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pelabuhan Maritim Samarinda menggelar aksi unjuk rasa menentang rencana tersebut.
Mereka menilai kebijakan ini tidak hanya merugikan sektor industri dan perdagangan, tetapi juga berpotensi memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang akan berdampak besar pada perekonomian Kalimantan Timur.
Syaifudin Majid, Koordinator Aliansi Masyarakat Pelabuhan Maritim Samarinda, menegaskan bahwa penutupan alur Sungai Mahakam bukanlah solusi yang tepat.
"Sehari saja alur Sungai Mahakam ditutup, puluhan hingga ratusan ponton tidak bisa beroperasi. Di balik setiap ponton, ada banyak pekerja yang menggantungkan hidupnya. Jika sungai benar-benar ditutup, bagaimana nasib mereka?" ujarnya dalam aksi unjuk rasa tersebut.
Sungai Mahakam, menurutnya, adalah urat nadi perekonomian Kalimantan Timur. Selain batu bara, berbagai komoditas lain yang mendukung industri, perdagangan, dan kehidupan masyarakat luas diangkut melalui sungai ini.
"Bayangkan berapa banyak pekerja pelabuhan, sopir truk, agen kapal, dan perusahaan yang terdampak jika jalur ini ditutup. Akan ada gelombang PHK besar-besaran, dan itu bisa menghancurkan ekonomi daerah ini," tegasnya.
Para peserta aksi menekankan bahwa solusi terbaik adalah memperbaiki infrastruktur keselamatan di sekitar jembatan, bukan menutup sungai.
Salah satu perwakilan aksi, Rusdi menyatakan pemerintah seharusnya fokus pada peningkatan keamanan jembatan dan jalur pelayaran.
"Yang perlu diperbaiki adalah sistem keselamatan. Pemerintah harus memperkuat fender (pelindung jembatan) agar lebih kokoh dan mampu menahan benturan kapal tanpa merusak struktur jembatan. Bukan dengan menutup jalur sungai yang selama ini menjadi penggerak ekonomi kita," jelas Rusdi.
Ia juga menambahkan bahwa regulasi keselamatan harus diperketat, baik dari segi navigasi kapal maupun pemantauan lalu lintas sungai.
"Kalau memang ada masalah, benahi cara kerja Pelindo dan KSOP (Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan). Perbaiki sistemnya, perbaiki infrastrukturnya, jangan langsung ambil keputusan ekstrem yang justru menghancurkan kehidupan masyarakat," tambahnya.
Kekhawatiran utama dari rencana penutupan ini adalah lonjakan angka pengangguran akibat PHK massal. Agen kapal, pemilik kapal, buruh bongkar muat, hingga sopir angkutan barang yang bergantung pada jalur Sungai Mahakam dipastikan akan terdampak.
"Jangan hanya memikirkan keamanan jembatan tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi bagi ribuan orang yang bekerja di sektor ini," ujar salah satu peserta aksi.
Banyak dari mereka merasa bahwa keputusan menutup sungai hanya menguntungkan segelintir pihak, sementara masyarakat luas menjadi korban.
"Kami setuju bahwa keselamatan harus menjadi prioritas, tapi caranya bukan dengan menutup jalur sungai. Ada solusi lain yang lebih masuk akal dan tidak merugikan banyak orang," lanjutnya.
Keputusan akhir mengenai penutupan alur Sungai Mahakam berada di tangan KSOP Samarinda. Desakan dari masyarakat terus menguat agar pemerintah mempertimbangkan solusi yang lebih bijak.
Sementara itu, Kepala KSOP Kelas I Samarinda, Mursidi, menyatakan pihaknya telah mengambil langkah-langkah perbaikan dan memberikan pelayanan terbaik bagi pengguna jasa.
"Kami sudah rapat dengan semua pihak terkait, termasuk dinas perhubungan kota dan provinsi, BBJBN, PUPR, dan BUP yang mengelola pemanduan. Kami juga mengundang pemilik kapal yang menabrak jembatan. Intinya, kami melakukan tender baru, tetapi perlu adanya DED dan konsultan ahli. Kami juga perlu membersihkan area untuk memasang fender baru. Ada proses yang perlu waktu, dan tidak bisa cepat dilakukan," jelas Mursidi.
KSOP juga telah meningkatkan pengamanan dengan menempatkan tiga tug assist di sisi jembatan.
"Secara teknis, itu merupakan bentuk tanggung jawab kami. Pemilik kapal juga menyatakan siap bertanggung jawab, tetapi perlu kajian untuk menentukan jumlah kerugian dan biaya pembangunan fender baru," tambahnya.
Mursidi menegaskan bahwa penutupan alur sungai secara permanen bukanlah solusi yang logis.
"Menutup sampai fender dibangun itu di luar logika kita. Berapa lama fender itu dibangun? Kalau ditutup beberapa bulan, dampaknya seperti apa? Ini perlu kajian juga. Kami bertugas mengikuti arahan pimpinan, tetapi juga memberikan pelayanan kepada pengguna jasa dan masyarakat. Dua kepentingan ini harus diakomodasi," pungkasnya.
(Sf/Rs)