Cari disini...
Seputarfakta.Com - Maulana -
Seputar Kaltim
Konferensi pers bersama orang tua murid SMA Negeri 10 yang memperjuangkan sistem asrama tetap berlangsung. (Foto: Maulana/Seputarfakta.com)
Samarinda - SMA Negeri 10 Samarinda yang dikenal dengan sistem asramanya yang solid dalam membentuk karakter siswa, kini menghadapi tantangan baru.
Instruksi terbaru dari Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Kaltim melalui surat 400.3.12.1/0302Disdikbud.III tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024/2025 telah membatasi operasional asrama di sekolah tersebut.
Sekolah yang sebelumnya dikenal sebagai SMU 10 Melati Samarinda memiliki sejarah panjang dalam menyelenggarakan pendidikan percepatan berkat keistimewaan yang diberikan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Berdasarkan PP 17 Tahun 2010, sekolah ini diizinkan untuk menjalankan program pendidikan khusus yang mendukung percepatan belajar.
Namun, kebijakan pembatasan terkini telah menimbulkan polemik di kalangan orang tua siswa dan komite sekolah.
Perwakilan Komite Wali Murid SMA Negeri 10, Insan Kamil menyatakan, pembatasan ini telah membawa kesulitan finansial bagi orang tua atau wali murid, terutama dalam pembiayaan gaji tenaga asrama dan biaya operasional sekolah.
"Setelah pembatasan, ada kecenderungan lepas tangan dari pihak sekolah dan komite terhadap saran agar biaya tenaga asrama serta operasional besar dapat ditanggung oleh dinas," ujar Insan Kamil.
Kebijakan ini tidak hanya membatasi asrama, tetapi juga menempatkannya dalam kondisi kritis. "Jika tenaga asrama dirumahkan, tidak ada yang akan melayani siswa asrama. Untuk itu, saya mungkin akan mengambil kebijakan yang tidak populis, yaitu mengembalikan siswa asrama kepada orang tua mereka masing-masing," jelas Insan Kamil.
Siswa yang sudah berasrama saat ini sudah dipulangkan ke orang tua masing-masing dan ini menimbulkan kekacauan. Sebab, banyak siswa di sekolah tersebut berasal dari luar daerah yang jauh dari sekolah.
Sistem zonasi yang baru juga menjadi sorotan karena dianggap membatasi akses pendidikan siswa dari daerah lain. Zonasi yang diterapkan hanya mencakup tujuh kelurahan dengan mayoritas berada di wilayah Sempaja Timur dan Loa Janan Ilir.
"Jika pembatasan zonasi ini diterapkan, bagaimana siswa dari kabupaten/kota lain bisa mengakses pendidikan di sini. Sementara sistem asrama juga tidak ada?" tanya Insan Kamil.
Dengan berbagai kejanggalan yang ada, Insan Kamil berharap kebijakan ini dapat dipertimbangkan kembali oleh Disdikbud Kaltim.
"Kami berharap kebijakan ini dapat lebih dipertimbangkan lagi, karena dengan adanya asrama, karakter siswa semakin kuat untuk melanjutkan SDM yang berkualitas," pungkasnya.
Kebijakan pembatasan asrama di SMA Negeri 10 Samarinda ini menimbulkan pertanyaan besar tentang masa depan pendidikan di daerah tersebut. Apakah dengan pembatasan ini, kualitas SDM yang dihasilkan akan tetap terjaga atau justru akan menurun karena kurangnya pembinaan karakter.
(Sf/By)
Tim Editorial
Cari disini...
Seputarfakta.Com - Maulana -
Seputar Kaltim
Konferensi pers bersama orang tua murid SMA Negeri 10 yang memperjuangkan sistem asrama tetap berlangsung. (Foto: Maulana/Seputarfakta.com)
Samarinda - SMA Negeri 10 Samarinda yang dikenal dengan sistem asramanya yang solid dalam membentuk karakter siswa, kini menghadapi tantangan baru.
Instruksi terbaru dari Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Kaltim melalui surat 400.3.12.1/0302Disdikbud.III tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024/2025 telah membatasi operasional asrama di sekolah tersebut.
Sekolah yang sebelumnya dikenal sebagai SMU 10 Melati Samarinda memiliki sejarah panjang dalam menyelenggarakan pendidikan percepatan berkat keistimewaan yang diberikan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Berdasarkan PP 17 Tahun 2010, sekolah ini diizinkan untuk menjalankan program pendidikan khusus yang mendukung percepatan belajar.
Namun, kebijakan pembatasan terkini telah menimbulkan polemik di kalangan orang tua siswa dan komite sekolah.
Perwakilan Komite Wali Murid SMA Negeri 10, Insan Kamil menyatakan, pembatasan ini telah membawa kesulitan finansial bagi orang tua atau wali murid, terutama dalam pembiayaan gaji tenaga asrama dan biaya operasional sekolah.
"Setelah pembatasan, ada kecenderungan lepas tangan dari pihak sekolah dan komite terhadap saran agar biaya tenaga asrama serta operasional besar dapat ditanggung oleh dinas," ujar Insan Kamil.
Kebijakan ini tidak hanya membatasi asrama, tetapi juga menempatkannya dalam kondisi kritis. "Jika tenaga asrama dirumahkan, tidak ada yang akan melayani siswa asrama. Untuk itu, saya mungkin akan mengambil kebijakan yang tidak populis, yaitu mengembalikan siswa asrama kepada orang tua mereka masing-masing," jelas Insan Kamil.
Siswa yang sudah berasrama saat ini sudah dipulangkan ke orang tua masing-masing dan ini menimbulkan kekacauan. Sebab, banyak siswa di sekolah tersebut berasal dari luar daerah yang jauh dari sekolah.
Sistem zonasi yang baru juga menjadi sorotan karena dianggap membatasi akses pendidikan siswa dari daerah lain. Zonasi yang diterapkan hanya mencakup tujuh kelurahan dengan mayoritas berada di wilayah Sempaja Timur dan Loa Janan Ilir.
"Jika pembatasan zonasi ini diterapkan, bagaimana siswa dari kabupaten/kota lain bisa mengakses pendidikan di sini. Sementara sistem asrama juga tidak ada?" tanya Insan Kamil.
Dengan berbagai kejanggalan yang ada, Insan Kamil berharap kebijakan ini dapat dipertimbangkan kembali oleh Disdikbud Kaltim.
"Kami berharap kebijakan ini dapat lebih dipertimbangkan lagi, karena dengan adanya asrama, karakter siswa semakin kuat untuk melanjutkan SDM yang berkualitas," pungkasnya.
Kebijakan pembatasan asrama di SMA Negeri 10 Samarinda ini menimbulkan pertanyaan besar tentang masa depan pendidikan di daerah tersebut. Apakah dengan pembatasan ini, kualitas SDM yang dihasilkan akan tetap terjaga atau justru akan menurun karena kurangnya pembinaan karakter.
(Sf/By)