Cari disini...
Seputarfakta.com - Maulana -
Seputar Kaltim
Ketua GP Ansor Samarinda, Abdul Khohar MT. (Foto: HO/Kohar)
Samarinda - Presiden Joko Widodo telah menandatangani revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara menjadi PP Nomor 25 Tahun 2024 pada Kamis, 30 Mei 2024 lalu.
Dalam aturan baru ini, memberikan kesempatan kepada organisasi massa atau ormas keagamaan untuk memiliki Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK). Kebijakan ini memicu reaksi kontroversial di berbagai elemen masyarakat.
Bahkan, Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia baru saja memastikan WIUPK PBNU dari lahan tambang eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) PT Kaltim Prima Coal (KPC).
Ketua GP Ansor Kota Samarinda, Abdul Khohar MT, menyatakan bahwa kebijakan pemerintah perlu dipertimbangkan secara kemaslahatan. Menurutnya, kebijakan yang mengedepankan asas persamaan dan keseimbangan rakyat di mata hukum, serta akses ekonomi, pendidikan, sosial, dan budaya akan membawa kemajuan bangsa.
"Pemerintah selaku pemangku kepemimpinan dan kekuasaan menggunakan kewenangan yang diamanatkan oleh undang-undang sebagai bentuk tanggung jawab kepada rakyat dengan kebijakan-kebijakan yang lebih baik bukan sekedar maslahah, tetapi prioritas lebih baik untuk menolak dharar dan kerusakan, menarik manfaat dan kebenaran," tegas Abdul Khohar.
Sebagai Pimpinan Badan Otonom (Banom) Nahdlatul Ulama, Abdul Khohar terus menggaungkan kepentingan dan keberpihakan kepada kaum tertindas (mustadh'afin). Saat ini, Kaltim tengah dirongrong oleh kerusakan alam yang tak terhentikan. Abdul Khohar mengingatkan para pemangku kebijakan untuk lebih memprioritaskan reklamasi terhadap ratusan bahkan ribuan lubang tambang 'maut' di daerah ini, termasuk Kota Samarinda.
Tahun 2024, Tercatat total 47 korban eks lubang tambang, dan sebagian besar dari mereka adalah anak-anak. Selama 13 tahun berlalu, pemerintah kota maupun Provinsi Kaltim belum menindak lubang-lubang tambang yang masih berpotensi memakan korban.
Abdul Khohar memperjelas bahwa kebijakan pencabutan 1.749 izin tambang mineral dan 302 izin tambang batubara menjadi kesempatan bagi pemerintah setempat untuk melakukan perbaikan tata kelola dan saat yang tepat untuk melakukan moratorium izin, khususnya di sektor batubara.
"Pencabutan izin tersebut, sekaligus penciutan lahan PKP28 yang diperpanjang menjadi IUPK, justru menjadi momentum untuk fokus terhadap perbaikan tata kelola dan saat yang tepat melakukan moratorium izin," tambahnya.
Terdapat 3.033 lubang bekas tambang, termasuk tambang batubara, yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, sekitar 1.735 lubang tambang batubara berada di Kaltim.
Khohar kembali mengingatkan, bahwa penawaran WIUPK eks PKP2B secara prioritas kepada Ormas Keagamaan juga bisa memicu potensi konflik kepada masyarakat lingkar tambang, masyarakat adat serta dengan ormas-ormas kesukuan yang ada di daerah.
"Ini ketakutan terkait kebijakan bola panas yang diberikan kepada tokoh setempat. Padahal, tidak ditanggapi serius oleh pemerintah setempat. Pemerintah harus mengatasi masalah ini demi keselamatan dan kesejahteraan masyarakat," tutupnya.
(Sf/Rs)
Tim Editorial
Cari disini...
Seputarfakta.com - Maulana -
Seputar Kaltim
Ketua GP Ansor Samarinda, Abdul Khohar MT. (Foto: HO/Kohar)
Samarinda - Presiden Joko Widodo telah menandatangani revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara menjadi PP Nomor 25 Tahun 2024 pada Kamis, 30 Mei 2024 lalu.
Dalam aturan baru ini, memberikan kesempatan kepada organisasi massa atau ormas keagamaan untuk memiliki Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK). Kebijakan ini memicu reaksi kontroversial di berbagai elemen masyarakat.
Bahkan, Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia baru saja memastikan WIUPK PBNU dari lahan tambang eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) PT Kaltim Prima Coal (KPC).
Ketua GP Ansor Kota Samarinda, Abdul Khohar MT, menyatakan bahwa kebijakan pemerintah perlu dipertimbangkan secara kemaslahatan. Menurutnya, kebijakan yang mengedepankan asas persamaan dan keseimbangan rakyat di mata hukum, serta akses ekonomi, pendidikan, sosial, dan budaya akan membawa kemajuan bangsa.
"Pemerintah selaku pemangku kepemimpinan dan kekuasaan menggunakan kewenangan yang diamanatkan oleh undang-undang sebagai bentuk tanggung jawab kepada rakyat dengan kebijakan-kebijakan yang lebih baik bukan sekedar maslahah, tetapi prioritas lebih baik untuk menolak dharar dan kerusakan, menarik manfaat dan kebenaran," tegas Abdul Khohar.
Sebagai Pimpinan Badan Otonom (Banom) Nahdlatul Ulama, Abdul Khohar terus menggaungkan kepentingan dan keberpihakan kepada kaum tertindas (mustadh'afin). Saat ini, Kaltim tengah dirongrong oleh kerusakan alam yang tak terhentikan. Abdul Khohar mengingatkan para pemangku kebijakan untuk lebih memprioritaskan reklamasi terhadap ratusan bahkan ribuan lubang tambang 'maut' di daerah ini, termasuk Kota Samarinda.
Tahun 2024, Tercatat total 47 korban eks lubang tambang, dan sebagian besar dari mereka adalah anak-anak. Selama 13 tahun berlalu, pemerintah kota maupun Provinsi Kaltim belum menindak lubang-lubang tambang yang masih berpotensi memakan korban.
Abdul Khohar memperjelas bahwa kebijakan pencabutan 1.749 izin tambang mineral dan 302 izin tambang batubara menjadi kesempatan bagi pemerintah setempat untuk melakukan perbaikan tata kelola dan saat yang tepat untuk melakukan moratorium izin, khususnya di sektor batubara.
"Pencabutan izin tersebut, sekaligus penciutan lahan PKP28 yang diperpanjang menjadi IUPK, justru menjadi momentum untuk fokus terhadap perbaikan tata kelola dan saat yang tepat melakukan moratorium izin," tambahnya.
Terdapat 3.033 lubang bekas tambang, termasuk tambang batubara, yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, sekitar 1.735 lubang tambang batubara berada di Kaltim.
Khohar kembali mengingatkan, bahwa penawaran WIUPK eks PKP2B secara prioritas kepada Ormas Keagamaan juga bisa memicu potensi konflik kepada masyarakat lingkar tambang, masyarakat adat serta dengan ormas-ormas kesukuan yang ada di daerah.
"Ini ketakutan terkait kebijakan bola panas yang diberikan kepada tokoh setempat. Padahal, tidak ditanggapi serius oleh pemerintah setempat. Pemerintah harus mengatasi masalah ini demi keselamatan dan kesejahteraan masyarakat," tutupnya.
(Sf/Rs)