Cari disini...
seputarfakta.com - Baiq Eliana -
Seputar Kaltim
Kepala Dinas Pangan Berau, Rakhmadi Pasarakan. (Foto: Baiq Eliana/seputarfakta.com
Tanjung Redeb - Kepala Dinas Pangan Berau, Rakhmadi Pasarakan, menyoroti penggunaan bahan pangan dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di daerah Berau.
Menurutnya, sebagian besar komoditas yang digunakan dalam program tersebut masih didatangkan dari luar daerah, sehingga ia menilai kondisi ini perlu segera disesuaikan agar program tersebut dapat lebih memberdayakan hasil produksi pangan lokal.
Ia juga menjelaskan, berdasarkan data yang dimiliki, sejumlah komoditas unggulan Berau seperti ikan tongkol belum dimanfaatkan dalam menu MBG. Padahal, produksi ikan tongkol lokal mencapai 89,95 persen, meskipun sebagian hasil tangkapan dikirim ke luar daerah.
"Ikan tongkol adalah salah satu komoditas unggulan kita, tetapi di MBG belum menjadi menu. Sementara komoditas seperti sawi putih dan wortel justru sering muncul di menu, padahal tidak diproduksi di daerah," ungkap Rakhmadi.
Meski begitu, ia pun mengakui bahwa ketergantungan pada bahan pangan luar daerah juga disebabkan oleh keterbatasan produksi dan pasokan lokal. Namun, dirinya pun meminta agar menu MBG dapat lebih memperhatikan potensi pangan lokal khususnya komoditi yang unggul di daerah.
"Kita disini produksi ada jagung, itu bisa dijadikan menu seperti perkedel dan lain-lain contohnya," katanya.
Sementara itu, dirinya juga menyampaikan estimasi penerimaan manfaat peserta didik yakni sebanyak 70 lebih siswa dari jenjang TK hingga SMA/SMK yang ada di Kabupaten Berau.
Sedangkan estimasi kebutuhan bahan pokok per hari yang diambil berdasarkan dari dua SPPG yang telah beroperasi yakni kebutuhan lauk nabati 2.910 kg, lauk hewani 3.635 kg, karbohidrat 4.422 kg, sayuran 3.964 kg dan buah 4.145 kg.
"Nah jadi seperti lauk nabati ini kita lihat untuk ketersediaan lokal itu hanya 12 ton. Sementara kebutuhan untuk MBG saja itu mencapai 710 ton. Apalagi kebutuhan yang lain-lain. Ini yang perlu kita cermati bersama, termasuk juga beras," tuturnya.
Selain itu, ia menyoroti kondisi harga bahan pangan yang cenderung tidak stabil, terutama untuk daging ayam. Ia khawatir, peningkatan permintaan akibat pelaksanaan program MBG justru dapat mendorong kenaikan harga pangan di pasaran.
"Kami berharap program MBG ini justru dapat mendorong stabilitas harga, bukan sebaliknya. Karena itu, penting bagi kita untuk memperkuat produksi dan distribusi pangan lokal," ujarnya.
Dinas Pangan Berau juga mencatat, saat ini terdapat 17 pelaku usaha yang menjadi distributor resmi di kabupaten tersebut, sebagian besar menyalurkan komoditas seperti minyak goreng dan telur. Sementara itu, bahan pangan segar banyak dipasok melalui pasar-pasar tradisional seperti Pasar Teluk Bayur dan Pasar Adji Dilayas, dengan dengan total sekitar 1.064 pedagang kecil yang terlibat dalam rantai pasok.
Terakhir, Rakhmadi juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk mendukung program MBG. Oleh karena itu, ia pun berharap pelaku usaha lokal, seperti koperasi merah putih desa dan perusahaan swasta dapat terlibat langsung dalam penyediaan bahan pangan.
"Kami ingin menciptakan ekosistem pangan yang mandiri. Program MBG ini harus menjadi kesempatan bagi pelaku lokal untuk tumbuh, bukan hanya mengandalkan pasokan dari luar daerah," pungkasnya.
(Sf/Rs)
Tim Editorial
Cari disini...
seputarfakta.com - Baiq Eliana -
Seputar Kaltim
Kepala Dinas Pangan Berau, Rakhmadi Pasarakan. (Foto: Baiq Eliana/seputarfakta.com
Tanjung Redeb - Kepala Dinas Pangan Berau, Rakhmadi Pasarakan, menyoroti penggunaan bahan pangan dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di daerah Berau.
Menurutnya, sebagian besar komoditas yang digunakan dalam program tersebut masih didatangkan dari luar daerah, sehingga ia menilai kondisi ini perlu segera disesuaikan agar program tersebut dapat lebih memberdayakan hasil produksi pangan lokal.
Ia juga menjelaskan, berdasarkan data yang dimiliki, sejumlah komoditas unggulan Berau seperti ikan tongkol belum dimanfaatkan dalam menu MBG. Padahal, produksi ikan tongkol lokal mencapai 89,95 persen, meskipun sebagian hasil tangkapan dikirim ke luar daerah.
"Ikan tongkol adalah salah satu komoditas unggulan kita, tetapi di MBG belum menjadi menu. Sementara komoditas seperti sawi putih dan wortel justru sering muncul di menu, padahal tidak diproduksi di daerah," ungkap Rakhmadi.
Meski begitu, ia pun mengakui bahwa ketergantungan pada bahan pangan luar daerah juga disebabkan oleh keterbatasan produksi dan pasokan lokal. Namun, dirinya pun meminta agar menu MBG dapat lebih memperhatikan potensi pangan lokal khususnya komoditi yang unggul di daerah.
"Kita disini produksi ada jagung, itu bisa dijadikan menu seperti perkedel dan lain-lain contohnya," katanya.
Sementara itu, dirinya juga menyampaikan estimasi penerimaan manfaat peserta didik yakni sebanyak 70 lebih siswa dari jenjang TK hingga SMA/SMK yang ada di Kabupaten Berau.
Sedangkan estimasi kebutuhan bahan pokok per hari yang diambil berdasarkan dari dua SPPG yang telah beroperasi yakni kebutuhan lauk nabati 2.910 kg, lauk hewani 3.635 kg, karbohidrat 4.422 kg, sayuran 3.964 kg dan buah 4.145 kg.
"Nah jadi seperti lauk nabati ini kita lihat untuk ketersediaan lokal itu hanya 12 ton. Sementara kebutuhan untuk MBG saja itu mencapai 710 ton. Apalagi kebutuhan yang lain-lain. Ini yang perlu kita cermati bersama, termasuk juga beras," tuturnya.
Selain itu, ia menyoroti kondisi harga bahan pangan yang cenderung tidak stabil, terutama untuk daging ayam. Ia khawatir, peningkatan permintaan akibat pelaksanaan program MBG justru dapat mendorong kenaikan harga pangan di pasaran.
"Kami berharap program MBG ini justru dapat mendorong stabilitas harga, bukan sebaliknya. Karena itu, penting bagi kita untuk memperkuat produksi dan distribusi pangan lokal," ujarnya.
Dinas Pangan Berau juga mencatat, saat ini terdapat 17 pelaku usaha yang menjadi distributor resmi di kabupaten tersebut, sebagian besar menyalurkan komoditas seperti minyak goreng dan telur. Sementara itu, bahan pangan segar banyak dipasok melalui pasar-pasar tradisional seperti Pasar Teluk Bayur dan Pasar Adji Dilayas, dengan dengan total sekitar 1.064 pedagang kecil yang terlibat dalam rantai pasok.
Terakhir, Rakhmadi juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk mendukung program MBG. Oleh karena itu, ia pun berharap pelaku usaha lokal, seperti koperasi merah putih desa dan perusahaan swasta dapat terlibat langsung dalam penyediaan bahan pangan.
"Kami ingin menciptakan ekosistem pangan yang mandiri. Program MBG ini harus menjadi kesempatan bagi pelaku lokal untuk tumbuh, bukan hanya mengandalkan pasokan dari luar daerah," pungkasnya.
(Sf/Rs)