Masalah Pembayaran Jalan Ringroad II di Samarinda, DPRD Kaltim Telusuri HPL Transmigran

    Seputarfakta.com - Maulana -

    Seputar Kaltim

    29 Maret 2024 03:04 WIB

    Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi I DPRD Kaltim, dengan para pemilik tanah yang belum terbayarkan. (Foto: Maulana/Seputarfakta.com)

    Samarinda - Pembayaran Jalan Ringroad dua di Kota Samarinda masih menghadapi sejumlah masalah yang belum terselesaikan sepenuhnya. Meskipun beberapa titik pembayaran telah diselesaikan, terdapat 70 petak lahan yang menjadi fokus perhatian. Dari 70 petak tersebut, hanya 60 yang telah dinyatakan clear atau selesai pembayarannya.

    Namun, 10 petak sisanya masih mengalami kendala. Masalah ini terkait dengan tumpang tindih hak pengguna lain (HPL) yang melibatkan transmigran. Sembilan warga telah mengadukan permasalahan ini ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur dan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Kamis (28/3/2024).

    Ketua Komisi I DPRD Kaltim, Baharudin Demmu, yang juga memimpin sidang, menyatakan bahwa saat ini Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Samarinda telah mengirim surat kepada Direktorat Jenderal Kementerian Desa. Namun, hingga saat ini belum ada tanggapan resmi dari pihak terkait.

    "Tapi sampai sekarang belum ada jawaban. Kami ingin menunggu jawaban, baik itu klaim atau penyerahan kepada rakyat. Setelah lebaran, kami berencana untuk mengundang BPN dalam pertemuan," ungkap Demmu.

    Keberadaan surat yang telah dikirim ke Dirjen menjadi dasar bagi DPRD. "Kami berharap, nantinya kami akan memeriksa bagaimana Dirjen menanggapi surat yang telah kami layangkan, karena di situ terdapat kata kunci yang relevan," tambahnya.

    Menurut Demmu, selama belum ada jawaban, DPRD tidak tahu langkah selanjutnya dalam menangani kasus dan permasalahan pembayaran ini.

    Pertanyaan lain yang masih mengemuka adalah terkait penerbitan HPL bagi lahan yang melibatkan transmigran pada tahun 1987. Demmu menyoroti fakta bahwa selama 30 tahun, warga tidak pernah mengetahui adanya status HPL transmigran di lahan tersebut. "Jadi kita bertanya kepada pemerintah, apa tujuan dari penerbitan status HPL transmigran jika tanah tersebut tidak pernah dikelola. Jika terlantar, maka status HPL bisa dicabut," tegasnya.

    "Yang pasti, kami selalu ingin berdialog dengan rakyat dan mencari solusi. Ada tujuh bidang baru yang dokumennya telah kami terima. Kami akan meminta BPN untuk melakukan pengukuran ulang. Jika lahan tersebut sama dengan yang telah dibayar, maka pembayaran harus dilakukan," tutup Demmu.

    Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Perumahan Rakyat (PUPR PERA) Kaltim, Aji Muhammad Fitrah Firnanda, menjelaskan bahwa pembayaran telah dihentikan karena terdapat konfirmasi dari BPN dan Kementerian Desa bahwa lahan tersebut merupakan HPL. 

    "Kami hentikan pembayaran itu bahwa tanah tersebut terdapat konfirmasi dari BPN dan Kemendes bahwa itu HPL. Namun, keraguan muncul karena tidak ada kegiatan transmigrasi di lahan tersebut," pungkasnya. 

    (Sf/Rs)

    Tim Editorial

    Connect With Us

    Copyright @ 2023 seputarfakta.com.
    All right reserved

    Kategori

    Informasi

    Masalah Pembayaran Jalan Ringroad II di Samarinda, DPRD Kaltim Telusuri HPL Transmigran

    Seputarfakta.com - Maulana -

    Seputar Kaltim

    29 Maret 2024 03:04 WIB

    Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi I DPRD Kaltim, dengan para pemilik tanah yang belum terbayarkan. (Foto: Maulana/Seputarfakta.com)

    Samarinda - Pembayaran Jalan Ringroad dua di Kota Samarinda masih menghadapi sejumlah masalah yang belum terselesaikan sepenuhnya. Meskipun beberapa titik pembayaran telah diselesaikan, terdapat 70 petak lahan yang menjadi fokus perhatian. Dari 70 petak tersebut, hanya 60 yang telah dinyatakan clear atau selesai pembayarannya.

    Namun, 10 petak sisanya masih mengalami kendala. Masalah ini terkait dengan tumpang tindih hak pengguna lain (HPL) yang melibatkan transmigran. Sembilan warga telah mengadukan permasalahan ini ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur dan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Kamis (28/3/2024).

    Ketua Komisi I DPRD Kaltim, Baharudin Demmu, yang juga memimpin sidang, menyatakan bahwa saat ini Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Samarinda telah mengirim surat kepada Direktorat Jenderal Kementerian Desa. Namun, hingga saat ini belum ada tanggapan resmi dari pihak terkait.

    "Tapi sampai sekarang belum ada jawaban. Kami ingin menunggu jawaban, baik itu klaim atau penyerahan kepada rakyat. Setelah lebaran, kami berencana untuk mengundang BPN dalam pertemuan," ungkap Demmu.

    Keberadaan surat yang telah dikirim ke Dirjen menjadi dasar bagi DPRD. "Kami berharap, nantinya kami akan memeriksa bagaimana Dirjen menanggapi surat yang telah kami layangkan, karena di situ terdapat kata kunci yang relevan," tambahnya.

    Menurut Demmu, selama belum ada jawaban, DPRD tidak tahu langkah selanjutnya dalam menangani kasus dan permasalahan pembayaran ini.

    Pertanyaan lain yang masih mengemuka adalah terkait penerbitan HPL bagi lahan yang melibatkan transmigran pada tahun 1987. Demmu menyoroti fakta bahwa selama 30 tahun, warga tidak pernah mengetahui adanya status HPL transmigran di lahan tersebut. "Jadi kita bertanya kepada pemerintah, apa tujuan dari penerbitan status HPL transmigran jika tanah tersebut tidak pernah dikelola. Jika terlantar, maka status HPL bisa dicabut," tegasnya.

    "Yang pasti, kami selalu ingin berdialog dengan rakyat dan mencari solusi. Ada tujuh bidang baru yang dokumennya telah kami terima. Kami akan meminta BPN untuk melakukan pengukuran ulang. Jika lahan tersebut sama dengan yang telah dibayar, maka pembayaran harus dilakukan," tutup Demmu.

    Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Perumahan Rakyat (PUPR PERA) Kaltim, Aji Muhammad Fitrah Firnanda, menjelaskan bahwa pembayaran telah dihentikan karena terdapat konfirmasi dari BPN dan Kementerian Desa bahwa lahan tersebut merupakan HPL. 

    "Kami hentikan pembayaran itu bahwa tanah tersebut terdapat konfirmasi dari BPN dan Kemendes bahwa itu HPL. Namun, keraguan muncul karena tidak ada kegiatan transmigrasi di lahan tersebut," pungkasnya. 

    (Sf/Rs)