Cari disini...
Seputarfakta.com - Agus Saputra -
Seputar Kaltim
Bupati PPU, Mudyat Noor.(Foto : Agus Saputra/Seputarfakta.com)
Penajam - Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Mudyat Noor mengaku kesulitan menertibkan Pekerja Seks Komersial (PSK) yang marak di Kecamatan Sepaku akibat keterbatasan anggaran.
Kecamatan Sepaku yang kini merupakan kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN) dikabarkan menjadi tempat persembunyian para PSK. Kehadiran mereka tidak lain untuk mengincar uang para pekerja Proyek Strategis Nasional (PSN).
“Kita tidak pernah menyangka kawasan IKN akan marak praktik prostitusi online. Akibatnya kita tidak melakukan penganggaran (untuk penertiban PSK). Kita juga tidak punya biaya untuk memulangkan mereka,” ucap Mudyat, Selasa (24/6/2025).
Senada, Kepala Bidang Trantibum Satpol PP PPU, Rakhmadi yang menyatakan penertiban PSK dari penginapan ke penginapan memerlukan anggaran yang tidak sedikit karena menyangkut soal biaya operasional, sehingga penindakan terhadap PSK di kawasan IKN dinilai masih kurang maksimal.
Terlebih dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) 1/2025 tentang Efisiensi Anggaran, Satpol PP PPU mengalami pemangkasan sekitar 30-50 persen.
“Operasional kita cukup besar, bahkan jarak tempuh menuju Sepaku itu sekitar dua jam lebih, sehingga penertiban PSK masih belum maksimal karena saat kita lihat di aplikasi (kencan) masih banyak (PSK),” jelas Rakhmadi.
Padahal Satpol PP PPU telah memetakan sekitar 20 guest house dan hotel di kawasan IKN yang masuk dalam radar pengawasan dan penindakan karena terindikasi ada praktik prostitusi online di tempat tersebut.
“Sekitar 20 guest house ditambah hotel berdasarkan hasil penelusuran kita melalui aplikasi, sedangkan PSK yang berhasil kita tindak ada sekitar 50 orang,” bebernya.
Satpol PP PPU tidak tinggal diam menghadapi keterbatasan anggaran. Mereka berupaya mengatasi persoalan ini dengan berkoordinasi bersama aparat OIKN, camat, kelurahan, desa, RT dan warga setempat untuk ikut terlibat dalam pengawasan praktik prostitusi online di kawasan tersebut.
“Kita sempat mengingatkan pemerintah kecamatan untuk saling bersinergi dengan pihak kelurahan dan desa, bahkan kalau perlu RT untuk memantau lingkungannya masing-masing. Mana kala ada indikasi praktik prostitusi online untuk bisa ditegur agar mereka pulang (balik ke tempat asal),” tandasnya.
(Sf/Lo)
Tim Editorial
Cari disini...
Seputarfakta.com - Agus Saputra -
Seputar Kaltim
Bupati PPU, Mudyat Noor.(Foto : Agus Saputra/Seputarfakta.com)
Penajam - Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Mudyat Noor mengaku kesulitan menertibkan Pekerja Seks Komersial (PSK) yang marak di Kecamatan Sepaku akibat keterbatasan anggaran.
Kecamatan Sepaku yang kini merupakan kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN) dikabarkan menjadi tempat persembunyian para PSK. Kehadiran mereka tidak lain untuk mengincar uang para pekerja Proyek Strategis Nasional (PSN).
“Kita tidak pernah menyangka kawasan IKN akan marak praktik prostitusi online. Akibatnya kita tidak melakukan penganggaran (untuk penertiban PSK). Kita juga tidak punya biaya untuk memulangkan mereka,” ucap Mudyat, Selasa (24/6/2025).
Senada, Kepala Bidang Trantibum Satpol PP PPU, Rakhmadi yang menyatakan penertiban PSK dari penginapan ke penginapan memerlukan anggaran yang tidak sedikit karena menyangkut soal biaya operasional, sehingga penindakan terhadap PSK di kawasan IKN dinilai masih kurang maksimal.
Terlebih dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) 1/2025 tentang Efisiensi Anggaran, Satpol PP PPU mengalami pemangkasan sekitar 30-50 persen.
“Operasional kita cukup besar, bahkan jarak tempuh menuju Sepaku itu sekitar dua jam lebih, sehingga penertiban PSK masih belum maksimal karena saat kita lihat di aplikasi (kencan) masih banyak (PSK),” jelas Rakhmadi.
Padahal Satpol PP PPU telah memetakan sekitar 20 guest house dan hotel di kawasan IKN yang masuk dalam radar pengawasan dan penindakan karena terindikasi ada praktik prostitusi online di tempat tersebut.
“Sekitar 20 guest house ditambah hotel berdasarkan hasil penelusuran kita melalui aplikasi, sedangkan PSK yang berhasil kita tindak ada sekitar 50 orang,” bebernya.
Satpol PP PPU tidak tinggal diam menghadapi keterbatasan anggaran. Mereka berupaya mengatasi persoalan ini dengan berkoordinasi bersama aparat OIKN, camat, kelurahan, desa, RT dan warga setempat untuk ikut terlibat dalam pengawasan praktik prostitusi online di kawasan tersebut.
“Kita sempat mengingatkan pemerintah kecamatan untuk saling bersinergi dengan pihak kelurahan dan desa, bahkan kalau perlu RT untuk memantau lingkungannya masing-masing. Mana kala ada indikasi praktik prostitusi online untuk bisa ditegur agar mereka pulang (balik ke tempat asal),” tandasnya.
(Sf/Lo)