Lamban Usut Kasus Muara Kate, Polda Kaltim Dikritik, Gubernur: Nanti pasti ditindaklanjuti

    Seputarfakta.com - Maulana -

    Seputar Kaltim

    02 Mei 2025 12:59 WIB

    Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud saat diwawancarai. (Foto: Maulana/Seputarfakta.com)

    Samarinda - Kasus pembunuhan Russel, seorang anggota masyarakat adat Muara Kate di Paser, Kalimantan Timur, yang terjadi pada 15 November 2024 lalu, hingga kini masih belum menemui titik terang. 

    Polda Kalimantan Timur dilaporkan masih terus melakukan pendalaman kasus dengan memanggil sejumlah saksi.

    Menanggapi lambannya pengungkapan kasus ini, Gubernur Kalimantan Timur Rudy Mas'ud buka suara saat dikonfirmasi oleh wartawan. 

    "Biarkan mereka (Polda Kaltim) bekerja dulu ya, nanti pasti akan ditindaklanjuti," ujar Harum panggilan akrabnya, saat ditemui di Kantor Gubernur Kaltim, Jum'at (2/5/2025).

    Pernyataan gubernur ini muncul setelah sebelumnya Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Timur menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Gubernur dua minggu lalu atau Selasa (15/4/2025). 

    Mereka menuntut agar kasus pembunuhan di wilayah yang kerap berselisih dengan aktivitas pertambangan batu bara itu segera diungkap.

    Di sisi lain, warga Muara Kate justru mengungkapkan adanya tekanan dari aparat kepolisian. Wartalinus, seorang warga setempat, mengaku bahwa ada pihak-pihak yang mencoba melobi warga agar mengizinkan truk hauling batu bara kembali melintasi jalan umum seperti sediakala. 

    "Beberapa kali kami dilobi sama mereka yang berkepentingan, tetapi kami menolak. Kami ingin kasus ini bisa terselesaikan," tegasnya.

    Wartanlinus bahkan mengaku telah meminta perlindungan kepada pihak kepolisian. Tragedi yang menimpa rekannya, Russel, yang tewas di pos penjagaan truk hauling batu bara oleh orang tak dikenal, membuat warga Muara Kate merasa waswas. 

    "Saat ini, kami pun masih waspada. Salah satu cara kami untuk bertahan, dengan tetap mempersenjatai diri kami," ungkapnya.

    Komnas HAM turut memberikan perhatian serius terhadap kasus pembunuhan Muara Kate ini. Bahkan, Komnas HAM telah mengirimkan surat rekomendasi kepada Gubernur Kaltim Rudy Mas'ud.

    Dalam rekomendasinya, Komnas HAM mendesak Gubernur Kaltim untuk mengambil langkah tegas dalam menertibkan dan menegakkan Perda Nomor 10 Tahun 2012 terkait aktivitas pertambangan. 

    Selain itu, Komnas HAM meminta gubernur untuk berkoordinasi dengan Forkopimda guna menjamin keamanan dan mencegah konflik yang lebih meluas. 

    Poin penting lainnya adalah permintaan penghentian total penggunaan jalan umum tanpa izin untuk aktivitas pertambangan yang dinilai mengancam keselamatan warga. Komnas HAM juga meminta informasi perkembangan penanganan perkara ini.

    Pengacara Publik LBH Samarinda, Irfan Ghazy, menyatakan kekecewaannya atas lambannya penanganan kasus ini. 

    "Kami sudah bersurat kepada gubernur untuk segera melaksanakan Perda 10 tahun 2012. Ketika misalnya gubernur tidak melaksanakan, tidak punya itikad baik ya, kita mungkin bisa menggugat dia untuk di PTUN," jelas Irfan. 

    (Sf/Rs)

    Tim Editorial

    Connect With Us

    Copyright @ 2023 seputarfakta.com.
    All right reserved

    Kategori

    Informasi

    Lamban Usut Kasus Muara Kate, Polda Kaltim Dikritik, Gubernur: Nanti pasti ditindaklanjuti

    Seputarfakta.com - Maulana -

    Seputar Kaltim

    02 Mei 2025 12:59 WIB

    Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud saat diwawancarai. (Foto: Maulana/Seputarfakta.com)

    Samarinda - Kasus pembunuhan Russel, seorang anggota masyarakat adat Muara Kate di Paser, Kalimantan Timur, yang terjadi pada 15 November 2024 lalu, hingga kini masih belum menemui titik terang. 

    Polda Kalimantan Timur dilaporkan masih terus melakukan pendalaman kasus dengan memanggil sejumlah saksi.

    Menanggapi lambannya pengungkapan kasus ini, Gubernur Kalimantan Timur Rudy Mas'ud buka suara saat dikonfirmasi oleh wartawan. 

    "Biarkan mereka (Polda Kaltim) bekerja dulu ya, nanti pasti akan ditindaklanjuti," ujar Harum panggilan akrabnya, saat ditemui di Kantor Gubernur Kaltim, Jum'at (2/5/2025).

    Pernyataan gubernur ini muncul setelah sebelumnya Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Timur menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Gubernur dua minggu lalu atau Selasa (15/4/2025). 

    Mereka menuntut agar kasus pembunuhan di wilayah yang kerap berselisih dengan aktivitas pertambangan batu bara itu segera diungkap.

    Di sisi lain, warga Muara Kate justru mengungkapkan adanya tekanan dari aparat kepolisian. Wartalinus, seorang warga setempat, mengaku bahwa ada pihak-pihak yang mencoba melobi warga agar mengizinkan truk hauling batu bara kembali melintasi jalan umum seperti sediakala. 

    "Beberapa kali kami dilobi sama mereka yang berkepentingan, tetapi kami menolak. Kami ingin kasus ini bisa terselesaikan," tegasnya.

    Wartanlinus bahkan mengaku telah meminta perlindungan kepada pihak kepolisian. Tragedi yang menimpa rekannya, Russel, yang tewas di pos penjagaan truk hauling batu bara oleh orang tak dikenal, membuat warga Muara Kate merasa waswas. 

    "Saat ini, kami pun masih waspada. Salah satu cara kami untuk bertahan, dengan tetap mempersenjatai diri kami," ungkapnya.

    Komnas HAM turut memberikan perhatian serius terhadap kasus pembunuhan Muara Kate ini. Bahkan, Komnas HAM telah mengirimkan surat rekomendasi kepada Gubernur Kaltim Rudy Mas'ud.

    Dalam rekomendasinya, Komnas HAM mendesak Gubernur Kaltim untuk mengambil langkah tegas dalam menertibkan dan menegakkan Perda Nomor 10 Tahun 2012 terkait aktivitas pertambangan. 

    Selain itu, Komnas HAM meminta gubernur untuk berkoordinasi dengan Forkopimda guna menjamin keamanan dan mencegah konflik yang lebih meluas. 

    Poin penting lainnya adalah permintaan penghentian total penggunaan jalan umum tanpa izin untuk aktivitas pertambangan yang dinilai mengancam keselamatan warga. Komnas HAM juga meminta informasi perkembangan penanganan perkara ini.

    Pengacara Publik LBH Samarinda, Irfan Ghazy, menyatakan kekecewaannya atas lambannya penanganan kasus ini. 

    "Kami sudah bersurat kepada gubernur untuk segera melaksanakan Perda 10 tahun 2012. Ketika misalnya gubernur tidak melaksanakan, tidak punya itikad baik ya, kita mungkin bisa menggugat dia untuk di PTUN," jelas Irfan. 

    (Sf/Rs)