Cari disini...
Seputarfakta.com -
Seputar Kaltim
Gedung Education Center Kaltim, yang digunakan oleh SMA Negeri 10 Samarinda selama beberapa tahun. (Istimewa)
Samarinda - Pernyataan soal pelarangan penjualan seragam sekolah oleh pihak sekolah, yang belakangan juga menyeret peran koperasi, kini menuai tanggapan. Sekretaris LSM JAGA Rakyat Kaltim, Sapta Guspiani, menilai narasi yang berkembang di media belum sepenuhnya menggambarkan persoalan mendasar yang sebenarnya terjadi di lapangan.
Sapta menyebutkan bahwa polemik bukan sekadar soal boleh atau tidaknya sekolah menjual seragam, tetapi menyangkut tata kelola koperasi di lingkungan sekolah yang dinilai bermasalah dan penuh konflik kepentingan.
“Salah satu yang jadi sorotan kami adalah Koperasi di SMA Negeri 10 Samarinda,” ujar Sapta, Jumat (4/7/2025).
“Saat ini, Ketua koperasinya merangkap sebagai Plt. Kepala Sekolah, padahal ini jelas berpotensi menimbulkan konflik kepentingan," ungkapnya.
Tidak hanya itu, Sapta mengungkapkan bahwa posisi pengurus koperasi diduga diisi oleh suami dan istri, misal ada yang masing-masing sebagai pengawas koperasi dan bendahara. “Kalau ini tidak ditertibkan, koperasi sekolah malah bisa menjadi alat kekuasaan, bukan alat kesejahteraan,” tegasnya.
Berdasarkan informasi yang diperoleh pihak JAGA Rakyat Kaltim, dugaan masalah pengelolaan ini juga sudah menjadi perhatian Inspektorat. Salah satu rekomendasi dari lembaga pengawasan internal tersebut adalah agar pengurus koperasi tidak dijabat oleh Aparatur Sipil Negara (ASN), mengingat potensi benturan kepentingan. Namun, rekomendasi tersebut hingga kini belum ditindaklanjuti.
“Lebih miris lagi, koperasi ini kami nilai tidak cakap dalam menjalankan tugasnya. Tidak ada laporan pertanggungjawaban yang disampaikan ketua secara tertulis saat diminta. Bahkan saat dipanggil untuk hadir dalam rapat klarifikasi, juga tidak datang,” papar Sapta.
Sapta pun mempertanyakan pernyataan Ketua Koperasi dalam pemberitaan salah satu media online sebelumnya, yang mengaku tidak pernah diajak diskusi. Menurut Sapta, peringatan informal maupun formal sudah berulangkali disampaikan.
“Kami punya bukti percakapan WhatsApp yang menunjukkan Kepala Sekolah telah menegur langsung Ketua Koperasi. Saat diminta memberikan laporan tertulis, tidak diindahkan. Saat dipanggil hadir dalam rapat, tidak hadir. Kalau dibilang tidak pernah diajak diskusi, itu tidak benar,” tandas Sapta.
Lebih lanjut, Sapta juga menyoroti aturan keanggotaan koperasi yang dinilai melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Di koperasi tersebut, keanggotaan sepertinya berlaku seumur hidup, bahkan untuk guru dan staf yang sudah pensiun atau pindah tugas.
“Ini tentu melanggar asas koperasi. Keanggotaan harus bersifat aktif dan sukarela. Kalau sudah tidak berada di lingkungan kerja, mestinya hak dan kewajiban sebagai anggota juga berakhir,” jelas Sapta.
JAGA Rakyat Kaltim mendesak agar Disdikbud Kaltim dan lembaga pengawas lainnya tidak hanya berhenti pada imbauan larangan menjual seragam. Yang lebih penting adalah penataan ulang koperasi sekolah, agar betul-betul menjadi lembaga yang sehat dan berpihak pada kepentingan siswa serta transparan dalam pengelolaannya.
“Kami mendorong agar persoalan ini tidak dipetieskan. Jika dibiarkan, koperasi bisa menjadi celah penyelewengan di sektor pendidikan,” tutup Sapta.
(Sf/Rs)
Tim Editorial
Cari disini...
Seputarfakta.com -
Seputar Kaltim
Gedung Education Center Kaltim, yang digunakan oleh SMA Negeri 10 Samarinda selama beberapa tahun. (Istimewa)
Samarinda - Pernyataan soal pelarangan penjualan seragam sekolah oleh pihak sekolah, yang belakangan juga menyeret peran koperasi, kini menuai tanggapan. Sekretaris LSM JAGA Rakyat Kaltim, Sapta Guspiani, menilai narasi yang berkembang di media belum sepenuhnya menggambarkan persoalan mendasar yang sebenarnya terjadi di lapangan.
Sapta menyebutkan bahwa polemik bukan sekadar soal boleh atau tidaknya sekolah menjual seragam, tetapi menyangkut tata kelola koperasi di lingkungan sekolah yang dinilai bermasalah dan penuh konflik kepentingan.
“Salah satu yang jadi sorotan kami adalah Koperasi di SMA Negeri 10 Samarinda,” ujar Sapta, Jumat (4/7/2025).
“Saat ini, Ketua koperasinya merangkap sebagai Plt. Kepala Sekolah, padahal ini jelas berpotensi menimbulkan konflik kepentingan," ungkapnya.
Tidak hanya itu, Sapta mengungkapkan bahwa posisi pengurus koperasi diduga diisi oleh suami dan istri, misal ada yang masing-masing sebagai pengawas koperasi dan bendahara. “Kalau ini tidak ditertibkan, koperasi sekolah malah bisa menjadi alat kekuasaan, bukan alat kesejahteraan,” tegasnya.
Berdasarkan informasi yang diperoleh pihak JAGA Rakyat Kaltim, dugaan masalah pengelolaan ini juga sudah menjadi perhatian Inspektorat. Salah satu rekomendasi dari lembaga pengawasan internal tersebut adalah agar pengurus koperasi tidak dijabat oleh Aparatur Sipil Negara (ASN), mengingat potensi benturan kepentingan. Namun, rekomendasi tersebut hingga kini belum ditindaklanjuti.
“Lebih miris lagi, koperasi ini kami nilai tidak cakap dalam menjalankan tugasnya. Tidak ada laporan pertanggungjawaban yang disampaikan ketua secara tertulis saat diminta. Bahkan saat dipanggil untuk hadir dalam rapat klarifikasi, juga tidak datang,” papar Sapta.
Sapta pun mempertanyakan pernyataan Ketua Koperasi dalam pemberitaan salah satu media online sebelumnya, yang mengaku tidak pernah diajak diskusi. Menurut Sapta, peringatan informal maupun formal sudah berulangkali disampaikan.
“Kami punya bukti percakapan WhatsApp yang menunjukkan Kepala Sekolah telah menegur langsung Ketua Koperasi. Saat diminta memberikan laporan tertulis, tidak diindahkan. Saat dipanggil hadir dalam rapat, tidak hadir. Kalau dibilang tidak pernah diajak diskusi, itu tidak benar,” tandas Sapta.
Lebih lanjut, Sapta juga menyoroti aturan keanggotaan koperasi yang dinilai melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Di koperasi tersebut, keanggotaan sepertinya berlaku seumur hidup, bahkan untuk guru dan staf yang sudah pensiun atau pindah tugas.
“Ini tentu melanggar asas koperasi. Keanggotaan harus bersifat aktif dan sukarela. Kalau sudah tidak berada di lingkungan kerja, mestinya hak dan kewajiban sebagai anggota juga berakhir,” jelas Sapta.
JAGA Rakyat Kaltim mendesak agar Disdikbud Kaltim dan lembaga pengawas lainnya tidak hanya berhenti pada imbauan larangan menjual seragam. Yang lebih penting adalah penataan ulang koperasi sekolah, agar betul-betul menjadi lembaga yang sehat dan berpihak pada kepentingan siswa serta transparan dalam pengelolaannya.
“Kami mendorong agar persoalan ini tidak dipetieskan. Jika dibiarkan, koperasi bisa menjadi celah penyelewengan di sektor pendidikan,” tutup Sapta.
(Sf/Rs)