Cari disini...
Seputarfakta.com - Maulana -
Seputar Kaltim
Tempat jual beli sapi yang berada di Jalan AWS, Samarinda yang mengalami lesunya daya beli. (Foto: Maulana/Seputarfakta.com)
Samarinda – Menjelang Hari Raya Iduladha 1446 Hijriah/2025 Masehi, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menjamin kesehatan dan keamanan hewan kurban yang masuk ke wilayahnya.
Di sisi lain, para pedagang di Samarinda mengeluhkan penurunan daya beli masyarakat, yang berdampak pada penjualan hewan kurban.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Provinsi Kaltim, Fahmi Himawan, menegaskan bahwa seluruh hewan kurban, terutama yang didatangkan dari luar daerah, telah melewati proses karantina dan pemeriksaan ketat. Hal ini dilakukan untuk memastikan hewan dalam kondisi sehat dan layak konsumsi.
"Penyakit mulut dan kuku (PMK) sekarang seperti COVID-19, kita sudah terbiasa menanganinya. Semua hewan dari luar Kaltim wajib dikarantina dan disertai surat keterangan kesehatan hewan (SKKH). Harus ada rekomendasi pemasukan dari Kaltim dan rekomendasi pengeluaran dari daerah asal," ujar Fahmi.
Ia menambahkan, daging hewan yang terjangkit PMK tetap aman dikonsumsi asalkan dimasak dengan benar, karena bukan penyakit zoonosis (tidak menular ke manusia).
Berbeda dengan PMK, Fahmi menyoroti penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) yang menyerang sapi. Meskipun bukan zoonosis, LSD menimbulkan luka cacar pada kulit hewan yang secara visual membuat dagingnya terlihat tidak layak konsumsi.
"Karena itu, kami sempat menahan masuknya sapi dari Pulau Jawa ke Kaltim karena wilayah tersebut masih ditemukan kasus LSD," jelasnya.
Untuk memenuhi pasokan, Kaltim lebih mengandalkan sapi dari daerah yang bebas LSD seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Bali.
Setiap sapi yang masuk harus melalui tahapan karantina, vaksinasi, dan diberi kartu penandaan vaksin sebagai bukti kesehatan.
Di tengah jaminan kesehatan hewan, pedagang hewan kurban di Samarinda justru menghadapi tantangan daya beli masyarakat yang menurun. Dafi, salah seorang pedagang hewan kurban di Samarinda, membenarkan adanya penurunan penjualan signifikan dibandingkan tahun lalu.
"Penjualan agak berbeda dibanding tahun lalu, daya beli masyarakat agak berkurang. Karena Iduladha jatuhnya bulan Juni, kemungkinan orang mikirnya masih agak lama," beber Dafi pada Rabu (28/5/2025).
Selain itu, ia menduga lesunya kondisi ekonomi saat ini juga menjadi faktor yang memberatkan masyarakat untuk berkurban. Tahun ini, Dafi menyetok 120 ekor sapi dan 107 ekor kambing. Harga sapi bervariasi mulai dari Rp 15 juta ke atas, sedangkan kambing paling murah dibanderol Rp3 jutaan.
Hewan-hewan tersebut didatangkan dari Pulau Jawa (Malang) dan NTT (Kupang), dan telah melalui prosedur vaksinasi serta pemeriksaan kesehatan oleh dinas terkait sebelum dipasarkan.
"Kami semua para pedagang berharap ada peningkatan penjualan di awal bulan Juni. Untuk sekarang penjualan masih sekitar 50 persen saja," tutup Dafi.
(Sf/Rs)
Tim Editorial
Cari disini...
Seputarfakta.com - Maulana -
Seputar Kaltim
Tempat jual beli sapi yang berada di Jalan AWS, Samarinda yang mengalami lesunya daya beli. (Foto: Maulana/Seputarfakta.com)
Samarinda – Menjelang Hari Raya Iduladha 1446 Hijriah/2025 Masehi, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menjamin kesehatan dan keamanan hewan kurban yang masuk ke wilayahnya.
Di sisi lain, para pedagang di Samarinda mengeluhkan penurunan daya beli masyarakat, yang berdampak pada penjualan hewan kurban.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Provinsi Kaltim, Fahmi Himawan, menegaskan bahwa seluruh hewan kurban, terutama yang didatangkan dari luar daerah, telah melewati proses karantina dan pemeriksaan ketat. Hal ini dilakukan untuk memastikan hewan dalam kondisi sehat dan layak konsumsi.
"Penyakit mulut dan kuku (PMK) sekarang seperti COVID-19, kita sudah terbiasa menanganinya. Semua hewan dari luar Kaltim wajib dikarantina dan disertai surat keterangan kesehatan hewan (SKKH). Harus ada rekomendasi pemasukan dari Kaltim dan rekomendasi pengeluaran dari daerah asal," ujar Fahmi.
Ia menambahkan, daging hewan yang terjangkit PMK tetap aman dikonsumsi asalkan dimasak dengan benar, karena bukan penyakit zoonosis (tidak menular ke manusia).
Berbeda dengan PMK, Fahmi menyoroti penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) yang menyerang sapi. Meskipun bukan zoonosis, LSD menimbulkan luka cacar pada kulit hewan yang secara visual membuat dagingnya terlihat tidak layak konsumsi.
"Karena itu, kami sempat menahan masuknya sapi dari Pulau Jawa ke Kaltim karena wilayah tersebut masih ditemukan kasus LSD," jelasnya.
Untuk memenuhi pasokan, Kaltim lebih mengandalkan sapi dari daerah yang bebas LSD seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Bali.
Setiap sapi yang masuk harus melalui tahapan karantina, vaksinasi, dan diberi kartu penandaan vaksin sebagai bukti kesehatan.
Di tengah jaminan kesehatan hewan, pedagang hewan kurban di Samarinda justru menghadapi tantangan daya beli masyarakat yang menurun. Dafi, salah seorang pedagang hewan kurban di Samarinda, membenarkan adanya penurunan penjualan signifikan dibandingkan tahun lalu.
"Penjualan agak berbeda dibanding tahun lalu, daya beli masyarakat agak berkurang. Karena Iduladha jatuhnya bulan Juni, kemungkinan orang mikirnya masih agak lama," beber Dafi pada Rabu (28/5/2025).
Selain itu, ia menduga lesunya kondisi ekonomi saat ini juga menjadi faktor yang memberatkan masyarakat untuk berkurban. Tahun ini, Dafi menyetok 120 ekor sapi dan 107 ekor kambing. Harga sapi bervariasi mulai dari Rp 15 juta ke atas, sedangkan kambing paling murah dibanderol Rp3 jutaan.
Hewan-hewan tersebut didatangkan dari Pulau Jawa (Malang) dan NTT (Kupang), dan telah melalui prosedur vaksinasi serta pemeriksaan kesehatan oleh dinas terkait sebelum dipasarkan.
"Kami semua para pedagang berharap ada peningkatan penjualan di awal bulan Juni. Untuk sekarang penjualan masih sekitar 50 persen saja," tutup Dafi.
(Sf/Rs)