Cari disini...
Seputarfakta.com - Maulana -
Seputar Kaltim
Sekretaris KKMP Lempake, Muhammad Habibibi. (Foto: Maulana/Seputarfakta.com)
Samarinda - Rencana pemerintah pusat untuk memberdayakan Koperasi Desa Kelurahan Merah Putih (KDKMP) melalui pinjaman dana dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) memasuki babak baru.
Meski sudah diberi lampu hijau untuk mengajukan pinjaman, KDKMP Lempake, Samarinda, menemukan jalan terjal.
Sekretaris Koperasi Kelurahan Merah Putih (KKMP) Lempake, Muhammad Habibi, mengungkapkan bahwa pinjaman ini tidak semudah yang dibayangkan. Ada banyak syarat berat yang harus dipenuhi, terutama soal jaminan dan kemampuan membayar cicilan.
"Kami sebenarnya bisa saja langsung mengajukan proposal, tapi harus dipikirkan matang-matang soal angsuran bulan berikutnya," ujar Habibi.
Menurut Habibi, dana pinjaman yang disetujui tidak serta merta dicairkan dalam bentuk tunai. Sebaliknya, dana itu langsung dibayarkan kepada pemasok barang yang dibutuhkan koperasi.
Sebagai contoh, jika KDKMP membutuhkan 3 ton pupuk, dana akan langsung ditransfer ke PT Pupuk, dan koperasi hanya menerima barangnya.
"Artinya, begitu barang sampai dan mulai dijual, kami harus segera mendapatkan keuntungan agar bisa membayar cicilan bulan depan," jelasnya.
Sistem ini, kata Habibi, menuai protes dari beberapa pihak. Salah satunya datang dari Pak Said, perwakilan salah satu desa.
Ia mengusulkan dana dicairkan tunai agar bisa digunakan untuk proyek lain, seperti pembangunan perumahan rakyat, di mana dana untuk upah tukang tidak mungkin dibayarkan langsung oleh bank.
Habibi juga mengklarifikasi mengenai plafon pinjaman sebesar Rp3 miliar yang santer terdengar. Ia menyebutkan angka tersebut sangat sulit dicapai.
Pasalnya, Himbara hanya bisa memberikan pinjaman maksimal 30 persen dari nilai Dana Desa yang diterima oleh suatu desa.
Di Kalimantan Timur (Kaltim), Dana Desa tertinggi yang diterima satu desa berkisar Rp1,5 miliar. Jika dihitung, 30 persennya hanya sekitar Rp450 juta.
"Plafon Rp3 miliar itu berat sekali. Jumlah yang diberikan sangat tergantung dari besaran Dana Desa, dan hanya 30 persennya yang bisa diajukan," imbuhnya.
Yang lebih berisiko, jaminan pinjaman ini langsung memotong Dana Desa di pusat jika koperasi gagal bayar.
Masalah lain muncul bagi koperasi kelurahan di perkotaan seperti KKMP Lempake. Berbeda dengan koperasi desa, mereka tidak menerima Dana Desa.
Habibi mempertanyakan bagaimana pemerintah kota dapat memberikan jaminan untuk pinjaman ini.
"Misalnya di Samarinda ada 59 kelurahan. Bagaimana Wali Kota bisa menjaminkan semua koperasi itu ke bank? Jika 10 koperasi saja mengajukan pinjaman bulan ini, Wali Kota pasti akan berpikir dua kali," ungkapnya.
Untuk mengatasi ini, pihak KKMP Lempake mendapat masukan dari pegawai BNI agar tetap mengajukan proposal. Namun, syarat utamanya adalah memastikan usaha yang dijalankan dapat menghasilkan keuntungan dengan cepat.
Habibi mencontohkan, jika koperasi memilih usaha ternak, hewan yang didatangkan bulan ini harus sudah bisa dijual bulan depan.
Begitu pula dengan usaha beras, stok terbatas dan harga yang kalah bersaing dengan operasi pasar membuat penjualan sulit.
"Saat ini ada operasi pasar masif dari TNI, Polri, dan pemerintah. Mereka jual beras lebih murah karena disubsidi. Tentu warga akan memilih yang lebih murah," katanya.
Habibi berharap ke depannya, koperasi bisa dilibatkan dalam pelaksanaan operasi pasar, baik untuk pupuk bersubsidi maupun minyak goreng.
Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa tenor pinjaman bisa mencapai 72 bulan (6 tahun) untuk pinjaman besar, namun disesuaikan dengan kemampuan bayar koperasi, layaknya mengambil kredit kendaraan bermotor.
Habibi menegaskan bahwa KKMP Lempake masih dalam tahap mengkaji. Ia berharap sistem pendanaan ini bisa lebih fleksibel dan benar-benar memberdayakan koperasi di masa depan.
(Sf/Rs)
Tim Editorial
Cari disini...
Seputarfakta.com - Maulana -
Seputar Kaltim
Sekretaris KKMP Lempake, Muhammad Habibibi. (Foto: Maulana/Seputarfakta.com)
Samarinda - Rencana pemerintah pusat untuk memberdayakan Koperasi Desa Kelurahan Merah Putih (KDKMP) melalui pinjaman dana dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) memasuki babak baru.
Meski sudah diberi lampu hijau untuk mengajukan pinjaman, KDKMP Lempake, Samarinda, menemukan jalan terjal.
Sekretaris Koperasi Kelurahan Merah Putih (KKMP) Lempake, Muhammad Habibi, mengungkapkan bahwa pinjaman ini tidak semudah yang dibayangkan. Ada banyak syarat berat yang harus dipenuhi, terutama soal jaminan dan kemampuan membayar cicilan.
"Kami sebenarnya bisa saja langsung mengajukan proposal, tapi harus dipikirkan matang-matang soal angsuran bulan berikutnya," ujar Habibi.
Menurut Habibi, dana pinjaman yang disetujui tidak serta merta dicairkan dalam bentuk tunai. Sebaliknya, dana itu langsung dibayarkan kepada pemasok barang yang dibutuhkan koperasi.
Sebagai contoh, jika KDKMP membutuhkan 3 ton pupuk, dana akan langsung ditransfer ke PT Pupuk, dan koperasi hanya menerima barangnya.
"Artinya, begitu barang sampai dan mulai dijual, kami harus segera mendapatkan keuntungan agar bisa membayar cicilan bulan depan," jelasnya.
Sistem ini, kata Habibi, menuai protes dari beberapa pihak. Salah satunya datang dari Pak Said, perwakilan salah satu desa.
Ia mengusulkan dana dicairkan tunai agar bisa digunakan untuk proyek lain, seperti pembangunan perumahan rakyat, di mana dana untuk upah tukang tidak mungkin dibayarkan langsung oleh bank.
Habibi juga mengklarifikasi mengenai plafon pinjaman sebesar Rp3 miliar yang santer terdengar. Ia menyebutkan angka tersebut sangat sulit dicapai.
Pasalnya, Himbara hanya bisa memberikan pinjaman maksimal 30 persen dari nilai Dana Desa yang diterima oleh suatu desa.
Di Kalimantan Timur (Kaltim), Dana Desa tertinggi yang diterima satu desa berkisar Rp1,5 miliar. Jika dihitung, 30 persennya hanya sekitar Rp450 juta.
"Plafon Rp3 miliar itu berat sekali. Jumlah yang diberikan sangat tergantung dari besaran Dana Desa, dan hanya 30 persennya yang bisa diajukan," imbuhnya.
Yang lebih berisiko, jaminan pinjaman ini langsung memotong Dana Desa di pusat jika koperasi gagal bayar.
Masalah lain muncul bagi koperasi kelurahan di perkotaan seperti KKMP Lempake. Berbeda dengan koperasi desa, mereka tidak menerima Dana Desa.
Habibi mempertanyakan bagaimana pemerintah kota dapat memberikan jaminan untuk pinjaman ini.
"Misalnya di Samarinda ada 59 kelurahan. Bagaimana Wali Kota bisa menjaminkan semua koperasi itu ke bank? Jika 10 koperasi saja mengajukan pinjaman bulan ini, Wali Kota pasti akan berpikir dua kali," ungkapnya.
Untuk mengatasi ini, pihak KKMP Lempake mendapat masukan dari pegawai BNI agar tetap mengajukan proposal. Namun, syarat utamanya adalah memastikan usaha yang dijalankan dapat menghasilkan keuntungan dengan cepat.
Habibi mencontohkan, jika koperasi memilih usaha ternak, hewan yang didatangkan bulan ini harus sudah bisa dijual bulan depan.
Begitu pula dengan usaha beras, stok terbatas dan harga yang kalah bersaing dengan operasi pasar membuat penjualan sulit.
"Saat ini ada operasi pasar masif dari TNI, Polri, dan pemerintah. Mereka jual beras lebih murah karena disubsidi. Tentu warga akan memilih yang lebih murah," katanya.
Habibi berharap ke depannya, koperasi bisa dilibatkan dalam pelaksanaan operasi pasar, baik untuk pupuk bersubsidi maupun minyak goreng.
Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa tenor pinjaman bisa mencapai 72 bulan (6 tahun) untuk pinjaman besar, namun disesuaikan dengan kemampuan bayar koperasi, layaknya mengambil kredit kendaraan bermotor.
Habibi menegaskan bahwa KKMP Lempake masih dalam tahap mengkaji. Ia berharap sistem pendanaan ini bisa lebih fleksibel dan benar-benar memberdayakan koperasi di masa depan.
(Sf/Rs)