Kelompok Tani Kutim Tuntut Ganti Rugi Lahan Tak Dibayar 15 Tahun

    Seputarfakta.com-Lisda -

    Seputar Kaltim

    06 Agustus 2025 03:21 WIB

    Perwakilan kelompok tani dari Kanal 3 dan Kenyamukan saat menggelar aksi damai di depan Kantor Bupati Kutai Timur (Kutim), menuntut pembayaran lahan yang telah digunakan untuk pembangunan jalan sejak 2010. (foto:Lisda/seputarfakta.com)

    Sangatta - Puluhan perwakilan dari tiga kelompok pemilik lahan di kawasan Kanal 3 dan Jalan Kenyamukan, Sangatta Utara, Kutai Timur (Kutim), menggelar aksi dengan mendatangi tiga instansi pemerintah daerah, yakni Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim), Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), dan Kantor Bupati Kutim.

    Aksi ini merupakan bentuk penegasan kepada pemerintah daerah untuk segera menyelesaikan pembayaran atas lahan yang sudah digunakan untuk pembangunan jalan umum, namun belum dibebaskan secara resmi hingga saat ini.

    Sugianto Mustamar, selaku penerima kuasa dari tiga pemilik lahan, menjelaskan bahwa lahan-lahan tersebut telah digunakan untuk proyek infrastruktur pemerintah sejak tahun 2010, namun hingga kini belum mendapat kepastian pembayaran.

    "Luas lahan yang belum dibayar, Kelompok tani Maminassae memiliki lahan 1.700 meter dikali 45 meter di Kanal 3, sementara kelompok Karya Tani dan Karya Insani memiliki lahan masing-masing 1.200 meter kali 25 meter dan 2.640 meter kali 25 meter di daerah Pelabuhan dan Jalan Kenyamukan,"ujar Sugianto.

    Ia menekankan bahwa permasalahan ini bukan persoalan hukum atau tumpang tindih lahan, melainkan hanya soal administratif yang mandek akibat kasus hukum yang pernah menjerat pejabat Dinas PLPR pada tahun 2011.

    “Kami digiring ke proses pengadilan, tapi kami menolak karena ini bukan persoalan hukum. Tidak ada tumpang tindih dan tidak ada masalah hukum. Ini hanya soal tata kelola keuangan daerah itulah yang menjadi poin yang kami tekankan kepada pemerintah,” katanya.

    Ia mengungkapkan bahwa para petani menolak rujukan kepada Permen ATR/BPN No. 19 Tahun 2021, karena menilai peraturan tersebut tidak berlaku surut. Mereka berpegang pada Perpres No. 65 Tahun 2006 sebagai dasar hukum pembangunan yang sudah berlangsung sejak 2010.

    “Dan kita tahu bahwa yang namanya hukum, aturan hukum itu tidak bisa berlaku surut atau non-retroaktif. Tidak bisa aturan 2021 mau dibayar diselesaikan proyek tahun 2010. Selesaikan sesuai dengan Perpres 65 Tahun 2006 ,” ungkapnya.

    Sugianto menyatakan bahwa pihaknya tetap optimis terhadap iktikad baik Pemkab Kutim dalam menyelesaikan persoalan ini.

    “Kami tidak menuntut dibayar sekaligus, itu tergantung mekanisme anggaran. Mau dibayar satu kali, dua kali, di perubahan atau APBD murni, itu kewenangan pemerintah dan DPRD. Kami hanya menunggu kapan dibayar,” jelasnya.

    Kepala Bagian (Kabag) Pemerintahan Setkab Kutim,Trisno menyiapkan langkah strategis untuk mempercepat penyelesaian. Dalam rapat yang digelar bersama perwakilan kelompok tani, ia memaparkan sejumlah tahapan teknis.

    "Yang pertama, kita akan bentuk tim fasilitasi yang ditetapkan melalui Keputusan Bupati Kutim. Targetnya paling lama 3 hari. Setelah tim terbentuk, masyarakat diminta menyampaikan dokumen penguasaan tanah ke Dinas Pertanahan paling lambat 14 hari," ujar Trisno.

    Ia menambahkan Setelah dokumen tersebut dinyatakan lengkap, tim akan melakukan identifikasi, inventarisasi subjek dan objek, serta pengukuran lapangan dalam waktu maksimal 14 hari. Data tersebut kemudian dijadikan dasar penyusunan kajian yang akan dilaporkan kepada Bupati untuk mendapatkan arahan.

    "Laporan hasil kajian dan arahan Bupati nantinya akan menjadi dasar rapat fasilitasi lanjutan untuk mengambil keputusan final terkait penyelesaian ganti rugi," pungkasnya.

    Dengan pembentukan tim fasilitasi dan keterlibatan langsung pemerintah, para petani berharap proses administrasi ini dapat segera dituntaskan setelah tertunda selama 15 tahun.

    (Sf/Rs)

    Tim Editorial

    Connect With Us

    Copyright @ 2023 seputarfakta.com.
    All right reserved

    Kategori

    Informasi

    Kelompok Tani Kutim Tuntut Ganti Rugi Lahan Tak Dibayar 15 Tahun

    Seputarfakta.com-Lisda -

    Seputar Kaltim

    06 Agustus 2025 03:21 WIB

    Perwakilan kelompok tani dari Kanal 3 dan Kenyamukan saat menggelar aksi damai di depan Kantor Bupati Kutai Timur (Kutim), menuntut pembayaran lahan yang telah digunakan untuk pembangunan jalan sejak 2010. (foto:Lisda/seputarfakta.com)

    Sangatta - Puluhan perwakilan dari tiga kelompok pemilik lahan di kawasan Kanal 3 dan Jalan Kenyamukan, Sangatta Utara, Kutai Timur (Kutim), menggelar aksi dengan mendatangi tiga instansi pemerintah daerah, yakni Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim), Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), dan Kantor Bupati Kutim.

    Aksi ini merupakan bentuk penegasan kepada pemerintah daerah untuk segera menyelesaikan pembayaran atas lahan yang sudah digunakan untuk pembangunan jalan umum, namun belum dibebaskan secara resmi hingga saat ini.

    Sugianto Mustamar, selaku penerima kuasa dari tiga pemilik lahan, menjelaskan bahwa lahan-lahan tersebut telah digunakan untuk proyek infrastruktur pemerintah sejak tahun 2010, namun hingga kini belum mendapat kepastian pembayaran.

    "Luas lahan yang belum dibayar, Kelompok tani Maminassae memiliki lahan 1.700 meter dikali 45 meter di Kanal 3, sementara kelompok Karya Tani dan Karya Insani memiliki lahan masing-masing 1.200 meter kali 25 meter dan 2.640 meter kali 25 meter di daerah Pelabuhan dan Jalan Kenyamukan,"ujar Sugianto.

    Ia menekankan bahwa permasalahan ini bukan persoalan hukum atau tumpang tindih lahan, melainkan hanya soal administratif yang mandek akibat kasus hukum yang pernah menjerat pejabat Dinas PLPR pada tahun 2011.

    “Kami digiring ke proses pengadilan, tapi kami menolak karena ini bukan persoalan hukum. Tidak ada tumpang tindih dan tidak ada masalah hukum. Ini hanya soal tata kelola keuangan daerah itulah yang menjadi poin yang kami tekankan kepada pemerintah,” katanya.

    Ia mengungkapkan bahwa para petani menolak rujukan kepada Permen ATR/BPN No. 19 Tahun 2021, karena menilai peraturan tersebut tidak berlaku surut. Mereka berpegang pada Perpres No. 65 Tahun 2006 sebagai dasar hukum pembangunan yang sudah berlangsung sejak 2010.

    “Dan kita tahu bahwa yang namanya hukum, aturan hukum itu tidak bisa berlaku surut atau non-retroaktif. Tidak bisa aturan 2021 mau dibayar diselesaikan proyek tahun 2010. Selesaikan sesuai dengan Perpres 65 Tahun 2006 ,” ungkapnya.

    Sugianto menyatakan bahwa pihaknya tetap optimis terhadap iktikad baik Pemkab Kutim dalam menyelesaikan persoalan ini.

    “Kami tidak menuntut dibayar sekaligus, itu tergantung mekanisme anggaran. Mau dibayar satu kali, dua kali, di perubahan atau APBD murni, itu kewenangan pemerintah dan DPRD. Kami hanya menunggu kapan dibayar,” jelasnya.

    Kepala Bagian (Kabag) Pemerintahan Setkab Kutim,Trisno menyiapkan langkah strategis untuk mempercepat penyelesaian. Dalam rapat yang digelar bersama perwakilan kelompok tani, ia memaparkan sejumlah tahapan teknis.

    "Yang pertama, kita akan bentuk tim fasilitasi yang ditetapkan melalui Keputusan Bupati Kutim. Targetnya paling lama 3 hari. Setelah tim terbentuk, masyarakat diminta menyampaikan dokumen penguasaan tanah ke Dinas Pertanahan paling lambat 14 hari," ujar Trisno.

    Ia menambahkan Setelah dokumen tersebut dinyatakan lengkap, tim akan melakukan identifikasi, inventarisasi subjek dan objek, serta pengukuran lapangan dalam waktu maksimal 14 hari. Data tersebut kemudian dijadikan dasar penyusunan kajian yang akan dilaporkan kepada Bupati untuk mendapatkan arahan.

    "Laporan hasil kajian dan arahan Bupati nantinya akan menjadi dasar rapat fasilitasi lanjutan untuk mengambil keputusan final terkait penyelesaian ganti rugi," pungkasnya.

    Dengan pembentukan tim fasilitasi dan keterlibatan langsung pemerintah, para petani berharap proses administrasi ini dapat segera dituntaskan setelah tertunda selama 15 tahun.

    (Sf/Rs)