Cari disini...
Seputarfakta.com -Tria -
Seputar Kaltim
Sampah Yang Berserakan, Sabtu (27/1/2024). (Foto: Tria/Seputarfakta.com)
Samarinda - Pengolahan sampah di Samarinda sementara ini masih sangat kecil untuk dipergunakan kembali. Kepala Bidang Pengelolaan Sampah, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Samarinda Leonardo Boy Sianipar mengatakan, sejauh ini, pengelolaan sampah di Samarinda hanyalah kompos.
"Pengelolaan sampah ini unik. Kalau bisa menghasilkan sampah 100 kg dengan biaya 100 ribu, maka untuk mengelola sampah tadi diperlukan sekitar 300 ribu untuk mengelolanya. Sampah ini tidak murah," ungkap Leonardo Boy Sianipar.
Pria yang karib disapa Boy bilang, jika diasumsikan 60 persen dari 600 ton sampah yang dihasilkan dari masyarakat perhari, itu artinya terdapat 360 ton yang termasuk sampah organik. Sampah jenis ini, yang bisa diolah menjadi kompos. Sayangnya, dari 360 ton itu, hanya sekitar lima atau sepuluh ton yang terkelola setiap harinya. Boy pun mengakui jika memang masih kecil jumlah sampah yang terkelola untuk pengolahan sampah ini.
"Sampah organik itu dikelola jadi kompos di beberapa lokasi TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu), seperti di Harapan Baru, Bengkuring dan juga di Loa Bakung," jelasnya.
Kompos itu sendiri belum bisa menghasilkan nilai sebab jumlah yang masih sedikit. Sehingga hanya didistribusikan ke RT yang menjalankan program kampung iklim dan digunakan untuk keperluan dari DLH sendiri, seperti taman.
Boy menyampaikan, pada perencanaan awal telah dihitung untuk pembangunan instalasi dan pengelolaannya sekitar Rp120 miliar. "Memang Pak Wali sangat tertarik terhadap hal ini. Namun karena keterbatasan anggaran yang harus kita pikirkan bersama juga, secara bertahap kita bangun di tahun ini dan tahun depan," paparnya.
Di sisi lain, Pengamat Ekonomi dari Universitas Mulawarman, Purwadi Purwoharsojo berpendapat, Kalimantan Timur (Kaltim) khususnya Samarinda, untuk sampai pada tahap menghasilkan nilai (pendapatan) dari sampah masih sangat jauh. "Ibarat loncat, perlu loncat sepuluh jam untuk bisa memberikan sumbangan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dari sampah" tuturnya pada Seputar Fakta.
Purwadi menjelaskan, tak hanya soal anggaran, Sumber Daya Manusia (SDM) nya pun harus dipersiapkan. "Jangan sampai pas sudah jadi sistem dan alatnya, tidak terkelola dengan baik. Harus yang mengerti dan memiliki visi misi yang sama soal nilai ekonomis dari sampah," tambahnya.
Purwadi mengakui, memang bukan hal mudah untuk merealisasikan itu. Kepadatan penduduk yang masih minim, dan letak geografis juga sangat berpengaruh kepada pasar untuk menghasilkan nilai (pendapatan) dari sampah.
Meski demikian ia menyampaikan, pemerintah harus berani memulai dan meminta dukungan dari perusahaan daerah untuk memberi sokongan, tutupnya.
(Sf/Rs)
Tim Editorial
Cari disini...
Seputarfakta.com -Tria -
Seputar Kaltim
Sampah Yang Berserakan, Sabtu (27/1/2024). (Foto: Tria/Seputarfakta.com)
Samarinda - Pengolahan sampah di Samarinda sementara ini masih sangat kecil untuk dipergunakan kembali. Kepala Bidang Pengelolaan Sampah, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Samarinda Leonardo Boy Sianipar mengatakan, sejauh ini, pengelolaan sampah di Samarinda hanyalah kompos.
"Pengelolaan sampah ini unik. Kalau bisa menghasilkan sampah 100 kg dengan biaya 100 ribu, maka untuk mengelola sampah tadi diperlukan sekitar 300 ribu untuk mengelolanya. Sampah ini tidak murah," ungkap Leonardo Boy Sianipar.
Pria yang karib disapa Boy bilang, jika diasumsikan 60 persen dari 600 ton sampah yang dihasilkan dari masyarakat perhari, itu artinya terdapat 360 ton yang termasuk sampah organik. Sampah jenis ini, yang bisa diolah menjadi kompos. Sayangnya, dari 360 ton itu, hanya sekitar lima atau sepuluh ton yang terkelola setiap harinya. Boy pun mengakui jika memang masih kecil jumlah sampah yang terkelola untuk pengolahan sampah ini.
"Sampah organik itu dikelola jadi kompos di beberapa lokasi TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu), seperti di Harapan Baru, Bengkuring dan juga di Loa Bakung," jelasnya.
Kompos itu sendiri belum bisa menghasilkan nilai sebab jumlah yang masih sedikit. Sehingga hanya didistribusikan ke RT yang menjalankan program kampung iklim dan digunakan untuk keperluan dari DLH sendiri, seperti taman.
Boy menyampaikan, pada perencanaan awal telah dihitung untuk pembangunan instalasi dan pengelolaannya sekitar Rp120 miliar. "Memang Pak Wali sangat tertarik terhadap hal ini. Namun karena keterbatasan anggaran yang harus kita pikirkan bersama juga, secara bertahap kita bangun di tahun ini dan tahun depan," paparnya.
Di sisi lain, Pengamat Ekonomi dari Universitas Mulawarman, Purwadi Purwoharsojo berpendapat, Kalimantan Timur (Kaltim) khususnya Samarinda, untuk sampai pada tahap menghasilkan nilai (pendapatan) dari sampah masih sangat jauh. "Ibarat loncat, perlu loncat sepuluh jam untuk bisa memberikan sumbangan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dari sampah" tuturnya pada Seputar Fakta.
Purwadi menjelaskan, tak hanya soal anggaran, Sumber Daya Manusia (SDM) nya pun harus dipersiapkan. "Jangan sampai pas sudah jadi sistem dan alatnya, tidak terkelola dengan baik. Harus yang mengerti dan memiliki visi misi yang sama soal nilai ekonomis dari sampah," tambahnya.
Purwadi mengakui, memang bukan hal mudah untuk merealisasikan itu. Kepadatan penduduk yang masih minim, dan letak geografis juga sangat berpengaruh kepada pasar untuk menghasilkan nilai (pendapatan) dari sampah.
Meski demikian ia menyampaikan, pemerintah harus berani memulai dan meminta dukungan dari perusahaan daerah untuk memberi sokongan, tutupnya.
(Sf/Rs)