JATAM Kaltim Desak Pertamina Transparan Soal Semburan Gas di Sanga-Sanga dan Cabut Izin Usaha Pengeboran

    Seputarfakta.com - Maulana -

    Seputar Kaltim

    03 Juli 2025 11:59 WIB

    Lokasi semburan minyak milik Pertamina yang ada di Sanga-sanga. (Foto: HO- JATAM Kaltim)

    Samarinda - Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur mendesak PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS) dan kontraktornya PT Pertamina Drilling Services Indonesia (PDSI) untuk segera transparan terkait insiden semburan gas bercampur api di sumur Pertamina, Kelurahan Jawa, Kecamatan Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara, yang terjadi pada 19 Juni 2025 lalu. 

    Insiden yang sudah 14 hari berlalu ini disebut telah menyebabkan kepanikan dan berdampak pada kesehatan serta lingkungan warga sekitar.

    Menurut Divisi Advokasi dan Hukum JATAM Kaltim, Abdul Azis, hingga saat ini tidak ada transparansi dan keterbukaan informasi resmi dari pihak Pertamina mengenai penyebab pasti semburan tersebut. 

    "Pertamina dan kontraktornya belum memberikan keterangan resmi penyebab blow out serta seberapa besar kerusakan dan apa dampaknya bagi warga," tegas Abdul Azis, Kamis (3/7/2025). 

    Ia menambahkan, JATAM Kaltim bahkan menemukan adanya disinformasi yang  mengecilkan bahaya kejadian ini, dengan menyebutnya sebagai flare atau pembakaran gas buang yang lumrah.

    Abdul Azis menambahkan bahwa bantuan yang diberikan Pertamina kepada warga terdampak berupa air mineral kemasan, susu kaleng, dan vitamin B kompleks selama 3 hari untuk tiap rumah, dan pembagiannya tidak merata. 

    Dari 166 KK di RT 04, perusahaan hanya menyediakan 48 kaleng susu, menimbulkan polemik antarwarga. 

    "Ketidakmerataan bantuan ini merupakan bentuk pengabaian hak-hak korban dan memperlihatkan minimnya transparansi serta akuntabilitas dalam penanganan bencana industri ini," tegas Abdul Azis.

    Adapun perhitungannya, jika produksi PDAM per hari mencapai 5 ribu kubik air, diperkirakan 20 ribu kubik air tercemar telah dikonsumsi oleh sekitar 3.600 pelanggan PDAM.

    JATAM Kaltim mempertanyakan keputusan PDAM yang tetap mengalirkan air yang menurut warga masih berbau, keruh, dan bercampur lumpur, dengan alasan sedang diselenggarakannya MTQ di Sanga-Sanga. 

    Melihat temuan dan dugaan pelanggaran hukum yang ada, JATAM Kaltim mendesak Kementerian ESDM, Dirjen Migas, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, serta Inspektur Tambang Minyak dan Gas Bumi untuk membentuk tim independen yang melibatkan masyarakat sipil. 

    Tim ini diminta untuk melakukan penyelidikan menyeluruh, memeriksa dugaan kelalaian dan kesalahan pihak terkait, termasuk lambatnya tindakan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten.

    "Pertamina wajib menyampaikan permintaan maaf kepada publik terutama warga terdampak, memulihkan kerusakan lingkungan dan memberikan kompensasi yang layak kepada masyarakat yang terdampak tidak hanya pada yang terdampak langsung begitu juga warga seluruh kecamatan Sanga-Sanga yang juga ikut menanggung beban dan resikonya," tuturnya. 

    JATAM Kaltim juga menuntut pencabutan izin usaha pengeboran dan izin kelayakan lingkungan hidup (AMDAL) Pertamina PHSS dan PDSI di sumur LSE-P715

    Kesaksian warga juga memperkuat temuan JATAM Kaltim. Noordayanti, warga Kelurahan Jawa, mengungkapkan kepanikannya saat kejadian. 

    "Waktu kejadian jam 5 subuh dan sudah ada ledakan, api tinggi terang jadi warga panik, sebagian warga pada ngungsi, jadi kita bingung ada apa," tutur Noordayanti. 

    Ia menjelaskan bahwa tidak ada pemberitahuan atau sosialisasi sebelumnya dari pihak Pertamina mengenai aktivitas pengeboran. 

    "Sebelumnya tidak ada dikasih tahu aktivitas mereka bahwa ada pengeboran," tambahnya. 

    Ketakutan warga ini bukan tanpa alasan, sebab insiden serupa pernah terjadi pada tahun 1988 yang bahkan menyebabkan dua orang meninggal dunia akibat menghirup gas beracun.

    Semburan gas yang menurut warga setinggi 12 meter itu diduga mengandung zat beracun seperti Hidrogen Sulfida (H2S) dan Polycyclic Hydrocarbon, termasuk metana, etana, dan propana. 

    "Pagi jelang siang itu (api) sudah padam. Kemudian itu sudah mengalir parit depan rumah dan turun ke sungai Sanga-Sanga yang menjadi bahan baku (air bersih),” paparnya.

    Menurut kesaksian Noordayanti dan suaminya, semburan gas tersebut tidak hanya menimbulkan bau menyengat, tetapi juga menyebabkan gejala gangguan kesehatan seperti sakit kepala, mual, dan sesak napas pada warga yang terpapar. 

    Jarak lokasi sumur dengan pemukiman yang hanya 700 meter membuat sebagian warga terpaksa mengungsi.

    JATAM Kaltim juga menyoroti dugaan peracunan bentang air dan tanah. Hasil pemeriksaan laboratorium atas kualitas air yang tercemar oleh Puskesmas dan PERUMDA Tirta Mahakam Ranting Sanga-Sanga hingga kini belum keluar. 

    "Pengumuman dari PDAM katanya ada keluar, dan sudah siap pakai, dua hari lalu itu masih kotor dan lainnya, baru kemarin dari PDAM mengumumkan seperti itu,” tuturnya. 

    (Sf/Rs)

    Tim Editorial

    Connect With Us

    Copyright @ 2023 seputarfakta.com.
    All right reserved

    Kategori

    Informasi

    JATAM Kaltim Desak Pertamina Transparan Soal Semburan Gas di Sanga-Sanga dan Cabut Izin Usaha Pengeboran

    Seputarfakta.com - Maulana -

    Seputar Kaltim

    03 Juli 2025 11:59 WIB

    Lokasi semburan minyak milik Pertamina yang ada di Sanga-sanga. (Foto: HO- JATAM Kaltim)

    Samarinda - Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur mendesak PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS) dan kontraktornya PT Pertamina Drilling Services Indonesia (PDSI) untuk segera transparan terkait insiden semburan gas bercampur api di sumur Pertamina, Kelurahan Jawa, Kecamatan Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara, yang terjadi pada 19 Juni 2025 lalu. 

    Insiden yang sudah 14 hari berlalu ini disebut telah menyebabkan kepanikan dan berdampak pada kesehatan serta lingkungan warga sekitar.

    Menurut Divisi Advokasi dan Hukum JATAM Kaltim, Abdul Azis, hingga saat ini tidak ada transparansi dan keterbukaan informasi resmi dari pihak Pertamina mengenai penyebab pasti semburan tersebut. 

    "Pertamina dan kontraktornya belum memberikan keterangan resmi penyebab blow out serta seberapa besar kerusakan dan apa dampaknya bagi warga," tegas Abdul Azis, Kamis (3/7/2025). 

    Ia menambahkan, JATAM Kaltim bahkan menemukan adanya disinformasi yang  mengecilkan bahaya kejadian ini, dengan menyebutnya sebagai flare atau pembakaran gas buang yang lumrah.

    Abdul Azis menambahkan bahwa bantuan yang diberikan Pertamina kepada warga terdampak berupa air mineral kemasan, susu kaleng, dan vitamin B kompleks selama 3 hari untuk tiap rumah, dan pembagiannya tidak merata. 

    Dari 166 KK di RT 04, perusahaan hanya menyediakan 48 kaleng susu, menimbulkan polemik antarwarga. 

    "Ketidakmerataan bantuan ini merupakan bentuk pengabaian hak-hak korban dan memperlihatkan minimnya transparansi serta akuntabilitas dalam penanganan bencana industri ini," tegas Abdul Azis.

    Adapun perhitungannya, jika produksi PDAM per hari mencapai 5 ribu kubik air, diperkirakan 20 ribu kubik air tercemar telah dikonsumsi oleh sekitar 3.600 pelanggan PDAM.

    JATAM Kaltim mempertanyakan keputusan PDAM yang tetap mengalirkan air yang menurut warga masih berbau, keruh, dan bercampur lumpur, dengan alasan sedang diselenggarakannya MTQ di Sanga-Sanga. 

    Melihat temuan dan dugaan pelanggaran hukum yang ada, JATAM Kaltim mendesak Kementerian ESDM, Dirjen Migas, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, serta Inspektur Tambang Minyak dan Gas Bumi untuk membentuk tim independen yang melibatkan masyarakat sipil. 

    Tim ini diminta untuk melakukan penyelidikan menyeluruh, memeriksa dugaan kelalaian dan kesalahan pihak terkait, termasuk lambatnya tindakan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten.

    "Pertamina wajib menyampaikan permintaan maaf kepada publik terutama warga terdampak, memulihkan kerusakan lingkungan dan memberikan kompensasi yang layak kepada masyarakat yang terdampak tidak hanya pada yang terdampak langsung begitu juga warga seluruh kecamatan Sanga-Sanga yang juga ikut menanggung beban dan resikonya," tuturnya. 

    JATAM Kaltim juga menuntut pencabutan izin usaha pengeboran dan izin kelayakan lingkungan hidup (AMDAL) Pertamina PHSS dan PDSI di sumur LSE-P715

    Kesaksian warga juga memperkuat temuan JATAM Kaltim. Noordayanti, warga Kelurahan Jawa, mengungkapkan kepanikannya saat kejadian. 

    "Waktu kejadian jam 5 subuh dan sudah ada ledakan, api tinggi terang jadi warga panik, sebagian warga pada ngungsi, jadi kita bingung ada apa," tutur Noordayanti. 

    Ia menjelaskan bahwa tidak ada pemberitahuan atau sosialisasi sebelumnya dari pihak Pertamina mengenai aktivitas pengeboran. 

    "Sebelumnya tidak ada dikasih tahu aktivitas mereka bahwa ada pengeboran," tambahnya. 

    Ketakutan warga ini bukan tanpa alasan, sebab insiden serupa pernah terjadi pada tahun 1988 yang bahkan menyebabkan dua orang meninggal dunia akibat menghirup gas beracun.

    Semburan gas yang menurut warga setinggi 12 meter itu diduga mengandung zat beracun seperti Hidrogen Sulfida (H2S) dan Polycyclic Hydrocarbon, termasuk metana, etana, dan propana. 

    "Pagi jelang siang itu (api) sudah padam. Kemudian itu sudah mengalir parit depan rumah dan turun ke sungai Sanga-Sanga yang menjadi bahan baku (air bersih),” paparnya.

    Menurut kesaksian Noordayanti dan suaminya, semburan gas tersebut tidak hanya menimbulkan bau menyengat, tetapi juga menyebabkan gejala gangguan kesehatan seperti sakit kepala, mual, dan sesak napas pada warga yang terpapar. 

    Jarak lokasi sumur dengan pemukiman yang hanya 700 meter membuat sebagian warga terpaksa mengungsi.

    JATAM Kaltim juga menyoroti dugaan peracunan bentang air dan tanah. Hasil pemeriksaan laboratorium atas kualitas air yang tercemar oleh Puskesmas dan PERUMDA Tirta Mahakam Ranting Sanga-Sanga hingga kini belum keluar. 

    "Pengumuman dari PDAM katanya ada keluar, dan sudah siap pakai, dua hari lalu itu masih kotor dan lainnya, baru kemarin dari PDAM mengumumkan seperti itu,” tuturnya. 

    (Sf/Rs)