Cari disini...
Seputarfakta.com - Maya Sari -
Seputar Kaltim
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di salah satu sekolah di Balikpapan. (Foto: Humas/Seputarfakta.com)
Balikpapan - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pemerintah pusat bertujuan untuk meningkatkan gizi anak sekolah dan menekan angka stunting.
Namun di balik manfaatnya, muncul suara-suara dari lapangan yang mengeluhkan beban tambahan yang harus ditanggung guru.
Para guru di sejumlah sekolah di Balikpapan mengaku kewalahan dengan tugas tambahan mengawasi dan mendistribusikan makanan kepada peserta didik.
Mereka harus memastikan makanan datang tepat waktu, dalam kondisi layak konsumsi dan membagi ke seluruh siswa sebelum kegiatan belajar mengajar kembali dilanjutkan.
“Itu memang cukup menyita waktu guru, baik sebelum maupun setelah jam makan. Kadang kami harus bergantian mengatur distribusi agar tetap bisa mengajar,” ucap Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Balikpapan, Irfan Taufik kepada awak media, Sabtu (18/10/2025).
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menyadari tantangan ini dan tengah menyiapkan skema insentif sebesar Rp100 ribu per hari bagi guru yang terlibat langsung dalam kegiatan pendistribusian dan pengecekan makanan. Namun, hingga kini belum ada surat resmi maupun petunjuk teknis yang diterima daerah.
“Kami belum menerima kepastian terkait mekanisme maupun sumber anggarannya. Tetapi yang jelas bukan dari APBD. Jadi kami masih menunggu arahan dari pusat,” terangnya.
Di Balikpapan program MBG telah menjangkau hampir 30.000 dari total sekitar 125.000 peserta disik di semua jenjang pendidikan.
Pemerintah daerah berharap angka ini bisa meningkat seiring bertambahnya fasilitas pendukung, seperti delapan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang kini beroperasi di Balikpapan Selatan dan Balikpapan Kota.
“Kami berharap minimal 50 persen dari jumlah peserta didik yang sudah menerima MBG bisa bertambah,” tambahnya.
Meskipun kebijakan ini bertujuan mulia dan mendapatkan apresiasi dari banyak pihak, implementasi di lapangan mengingatkan bahwa keberhasilan program sosial tak hanya bergantung pada anggaran dan niat baik, tetapi juga kesiapan teknis dan distribusi beban kerja yang adil.
“Guru sebagai ujung tombak pendidikan, diharapkan bisa menjalankan peran tambahan ini tanpa harus mengorbankan kualitas proses belajar mengajar di kelas,” pungkasnya.
(Sf/Lo)
Tim Editorial
Cari disini...
Seputarfakta.com - Maya Sari -
Seputar Kaltim
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di salah satu sekolah di Balikpapan. (Foto: Humas/Seputarfakta.com)
Balikpapan - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pemerintah pusat bertujuan untuk meningkatkan gizi anak sekolah dan menekan angka stunting.
Namun di balik manfaatnya, muncul suara-suara dari lapangan yang mengeluhkan beban tambahan yang harus ditanggung guru.
Para guru di sejumlah sekolah di Balikpapan mengaku kewalahan dengan tugas tambahan mengawasi dan mendistribusikan makanan kepada peserta didik.
Mereka harus memastikan makanan datang tepat waktu, dalam kondisi layak konsumsi dan membagi ke seluruh siswa sebelum kegiatan belajar mengajar kembali dilanjutkan.
“Itu memang cukup menyita waktu guru, baik sebelum maupun setelah jam makan. Kadang kami harus bergantian mengatur distribusi agar tetap bisa mengajar,” ucap Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Balikpapan, Irfan Taufik kepada awak media, Sabtu (18/10/2025).
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menyadari tantangan ini dan tengah menyiapkan skema insentif sebesar Rp100 ribu per hari bagi guru yang terlibat langsung dalam kegiatan pendistribusian dan pengecekan makanan. Namun, hingga kini belum ada surat resmi maupun petunjuk teknis yang diterima daerah.
“Kami belum menerima kepastian terkait mekanisme maupun sumber anggarannya. Tetapi yang jelas bukan dari APBD. Jadi kami masih menunggu arahan dari pusat,” terangnya.
Di Balikpapan program MBG telah menjangkau hampir 30.000 dari total sekitar 125.000 peserta disik di semua jenjang pendidikan.
Pemerintah daerah berharap angka ini bisa meningkat seiring bertambahnya fasilitas pendukung, seperti delapan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang kini beroperasi di Balikpapan Selatan dan Balikpapan Kota.
“Kami berharap minimal 50 persen dari jumlah peserta didik yang sudah menerima MBG bisa bertambah,” tambahnya.
Meskipun kebijakan ini bertujuan mulia dan mendapatkan apresiasi dari banyak pihak, implementasi di lapangan mengingatkan bahwa keberhasilan program sosial tak hanya bergantung pada anggaran dan niat baik, tetapi juga kesiapan teknis dan distribusi beban kerja yang adil.
“Guru sebagai ujung tombak pendidikan, diharapkan bisa menjalankan peran tambahan ini tanpa harus mengorbankan kualitas proses belajar mengajar di kelas,” pungkasnya.
(Sf/Lo)