Cari disini...
Seputarfakta.com - Tria -
Seputar Kaltim
Tugu Pesut Mahakam yang ada di simpang Mal Lembuswana Samarinda, dilihat dari titik pandangnya, Senin (20/1/2025). (Foto: Tria/Seputarfakta.com)
Samarinda - Tugu Pesut Mahakam yang terletak di simpang Mal Lembuswana, Kota Samarinda menjadi perbincangan hangat masyarakat.
Tugu ini sempat viral karena desainnya yang dinilai "Aneh" dan dianggap tidak sebanding dengan anggarannya yang mencapai Rp1,1 miliar.
Meski demikian, tugu ini memiliki latar belakang dan tujuan yang lebih kompleks daripada sekadar estetika.
Beberapa waktu lalu, seputarfaktacom berkesempatan bertemu dengan arsitektur tugu viral tersebut di salah satu kedai kopi yang tak jauh dari tugu itu berdiri.
Arsitek dari CV Evolution, Vergian Septiandy yang merancang tugu ini menjelaskan, proyek tersebut bertujuan untuk menghadirkan solusi terhadap beberapa masalah kota.
Salah satu fokus utama adalah meningkatkan akses pejalan kaki di area tersebut. Sebelumnya, tidak ada jalur koneksi langsung antara Mal Lembuswana dan masjid, sehingga diperlukan desain yang dapat memecahkan masalah ini.
Isu lingkungan juga menjadi tema utama dan tugu ini dibuat dari bahan daur ulang dengan tujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pengelolaan sampah, terutama sampah plastik.
“Kami berharap ini bisa menjadi pemicu bagi masyarakat untuk mengurangi sampah, khususnya plastik yang membutuhkan waktu hingga 450 tahun untuk terurai,” ujar Egi, sapaannya.
Material utama tugu ini adalah High-Density Polyethylene (HDPE), jenis plastik berkekuatan tinggi yang lebih tahan terhadap sinar UV dan lebih kaku dibandingkan plastik biasa.
Sebanyak 330 Kilogram (Kg) plastik daur ulang digunakan untuk membuat tugu ini, setara dengan 16.500 botol plastik atau 165 ribu sedotan plastik.
Prosesnya melibatkan pengumpulan plastik khusus seperti tutup botol yang kemudian diolah, dicetak ulang dan diwarnai dengan homogenitas tinggi agar warna tetap utuh.
Tugu ini didesain dengan warna fusia, yang mencerminkan gaya pop art dan merepresentasikan kota modern yang dinamis.
Dari beberapa sudut pandang, desain tugu dapat terlihat abstrak seperti pesut, sementara dari sudut lain menyerupai kelopak bunga fusia yang dikenal di Samarinda sebagai bunga anting-anting.
Egi menambahkan jika berbicara soal bentuk, maka itu subjektif. “Tapi perspektif kami membawa isu lingkungan dan teknologi yang lebih luas,” bebernya.
Tugu ini, kata dia, bukan sekadar ikon, tetapi sebuah gerakan untuk memulai kesadaran tentang bahaya sampah plastik dan pentingnya daur ulang.
Titik penglihatan tugu ini berada di sebelah kiri dari arah Jalan S Parman memasuki Jalan Dr Soetomo, berada di siku area trotoar jalan tersebut. "Kalau mau lihat, harus jalan kaki," ujarnya.
Sementara Manajer Proyek, Ali Rossit menjelaskan, besarnya anggaran Rp1,1 miliar bukan hanya untuk pembangunan tugu, tetapi mencakup seluruh area, termasuk taman, jalur pejalan kaki, pondasi dan pencahayaan.
Belum lagi dalam setiap proyek juga tidak terlepas dengan pajak-pajak yang menyertainya seperti PPN dan PPh.
Proyek ini juga melibatkan perbaikan pondasi untuk memastikan kestabilan tugu di tengah getaran lalu lintas kendaraan berat. "Di mana kita tahu simpang ini cukup besar dan kendaraan besar juga sering melintas otomatis getarannya juga harus diperhitungkan," kata Ali.
Pondasi ini, kata dia, menggunakan pipa baja dengan spesifikasi tinggi dan kawat yang biasa digunakan dalam pembuatan kapal, sehingga memberikan kekuatan ekstra pada struktur. Menggunakan pipa 4 inci dan schedule 40 termasuk spesifikasi tinggi, belum lagi dengan material aluminium di dalamnya.
Sebagaimana diketahui, tinggi tugu ini 8 meter dengan bobot sekitar 3 ton dengan struktur tugu menggantung sehingga dibutuhkan pondasi yang kokoh.
Meskipun dikenal sebagai Tugu Pesut Mahakam, tapi sebenarnya proyek ini bernama Tugu Parasamya sesuai dengan nama tugu sebelumnya.
Kemudian ia juga menyebut, saat ini, tugu tersebut sedang diusulkan untuk masuk dalam rekor pemanfaatan bahan daur ulang.
"Sebenarnya secara pasti nama tugu itu dalam proyeknya belum ada , entah kenapa tiba-tiba ada yang mencetuskan itu Tugu Pesut Mahakam, sedangkan judul proyeknya adalah tugu parasamya (tugu sebelumnya)," ungkap Ali.
(Sf/By)
Tim Editorial
Cari disini...
Seputarfakta.com - Tria -
Seputar Kaltim
Tugu Pesut Mahakam yang ada di simpang Mal Lembuswana Samarinda, dilihat dari titik pandangnya, Senin (20/1/2025). (Foto: Tria/Seputarfakta.com)
Samarinda - Tugu Pesut Mahakam yang terletak di simpang Mal Lembuswana, Kota Samarinda menjadi perbincangan hangat masyarakat.
Tugu ini sempat viral karena desainnya yang dinilai "Aneh" dan dianggap tidak sebanding dengan anggarannya yang mencapai Rp1,1 miliar.
Meski demikian, tugu ini memiliki latar belakang dan tujuan yang lebih kompleks daripada sekadar estetika.
Beberapa waktu lalu, seputarfaktacom berkesempatan bertemu dengan arsitektur tugu viral tersebut di salah satu kedai kopi yang tak jauh dari tugu itu berdiri.
Arsitek dari CV Evolution, Vergian Septiandy yang merancang tugu ini menjelaskan, proyek tersebut bertujuan untuk menghadirkan solusi terhadap beberapa masalah kota.
Salah satu fokus utama adalah meningkatkan akses pejalan kaki di area tersebut. Sebelumnya, tidak ada jalur koneksi langsung antara Mal Lembuswana dan masjid, sehingga diperlukan desain yang dapat memecahkan masalah ini.
Isu lingkungan juga menjadi tema utama dan tugu ini dibuat dari bahan daur ulang dengan tujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pengelolaan sampah, terutama sampah plastik.
“Kami berharap ini bisa menjadi pemicu bagi masyarakat untuk mengurangi sampah, khususnya plastik yang membutuhkan waktu hingga 450 tahun untuk terurai,” ujar Egi, sapaannya.
Material utama tugu ini adalah High-Density Polyethylene (HDPE), jenis plastik berkekuatan tinggi yang lebih tahan terhadap sinar UV dan lebih kaku dibandingkan plastik biasa.
Sebanyak 330 Kilogram (Kg) plastik daur ulang digunakan untuk membuat tugu ini, setara dengan 16.500 botol plastik atau 165 ribu sedotan plastik.
Prosesnya melibatkan pengumpulan plastik khusus seperti tutup botol yang kemudian diolah, dicetak ulang dan diwarnai dengan homogenitas tinggi agar warna tetap utuh.
Tugu ini didesain dengan warna fusia, yang mencerminkan gaya pop art dan merepresentasikan kota modern yang dinamis.
Dari beberapa sudut pandang, desain tugu dapat terlihat abstrak seperti pesut, sementara dari sudut lain menyerupai kelopak bunga fusia yang dikenal di Samarinda sebagai bunga anting-anting.
Egi menambahkan jika berbicara soal bentuk, maka itu subjektif. “Tapi perspektif kami membawa isu lingkungan dan teknologi yang lebih luas,” bebernya.
Tugu ini, kata dia, bukan sekadar ikon, tetapi sebuah gerakan untuk memulai kesadaran tentang bahaya sampah plastik dan pentingnya daur ulang.
Titik penglihatan tugu ini berada di sebelah kiri dari arah Jalan S Parman memasuki Jalan Dr Soetomo, berada di siku area trotoar jalan tersebut. "Kalau mau lihat, harus jalan kaki," ujarnya.
Sementara Manajer Proyek, Ali Rossit menjelaskan, besarnya anggaran Rp1,1 miliar bukan hanya untuk pembangunan tugu, tetapi mencakup seluruh area, termasuk taman, jalur pejalan kaki, pondasi dan pencahayaan.
Belum lagi dalam setiap proyek juga tidak terlepas dengan pajak-pajak yang menyertainya seperti PPN dan PPh.
Proyek ini juga melibatkan perbaikan pondasi untuk memastikan kestabilan tugu di tengah getaran lalu lintas kendaraan berat. "Di mana kita tahu simpang ini cukup besar dan kendaraan besar juga sering melintas otomatis getarannya juga harus diperhitungkan," kata Ali.
Pondasi ini, kata dia, menggunakan pipa baja dengan spesifikasi tinggi dan kawat yang biasa digunakan dalam pembuatan kapal, sehingga memberikan kekuatan ekstra pada struktur. Menggunakan pipa 4 inci dan schedule 40 termasuk spesifikasi tinggi, belum lagi dengan material aluminium di dalamnya.
Sebagaimana diketahui, tinggi tugu ini 8 meter dengan bobot sekitar 3 ton dengan struktur tugu menggantung sehingga dibutuhkan pondasi yang kokoh.
Meskipun dikenal sebagai Tugu Pesut Mahakam, tapi sebenarnya proyek ini bernama Tugu Parasamya sesuai dengan nama tugu sebelumnya.
Kemudian ia juga menyebut, saat ini, tugu tersebut sedang diusulkan untuk masuk dalam rekor pemanfaatan bahan daur ulang.
"Sebenarnya secara pasti nama tugu itu dalam proyeknya belum ada , entah kenapa tiba-tiba ada yang mencetuskan itu Tugu Pesut Mahakam, sedangkan judul proyeknya adalah tugu parasamya (tugu sebelumnya)," ungkap Ali.
(Sf/By)