Cari disini...
Seputarfakta.com - Maya Sari -
Seputar Kaltim
Kepala Dinas Kesehatan Kota (DKK) Balikpapan, Alwiati. (Foto: Dok/Seputarfakta.com)
Balikpapan – Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim yang beredar di media sosial menyebutkan bahwa Kota Balikpapan menempati posisi kedua tertinggi dalam jumlah kasus HIV, dengan total 167 kasus. Menanggapi hal ini, Dinas Kesehatan Kota (DKK) Balikpapan menyatakan bahwa penanganan HIV/AIDS harus dilakukan secara serius dan menyeluruh.
Kepala DKK Balikpapan, Alwiati, menyampaikan bahwa HIV/AIDS merupakan penyakit yang muncul akibat perilaku berisiko, dan bila tidak ditangani sejak dini bisa menjadi bom waktu.
“Di Dinas Kesehatan, kami sudah memberikan pelatihan dan edukasi kepada seluruh fasilitas kesehatan (faskes) untuk menangani kasus yang terindikasi HIV/AIDS,” ujar Alwiati saat dihubungi awak media, Kamis (4/9/2025).
Dirinya menjelaskan, bahwa penanganan HIV tidak hanya menjadi tugas Dinas Kesehatan saja. Pihaknya juga menggandeng Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Balikpapan untuk melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, khususnya bagi keluarga yang terdampak.
Alwiati mengungkapkan bahwa salah satu faktor risiko tertular HIV adalah perilaku seksual menyimpang seperti hubungan sesama jenis. Selain itu, penggunaan narkoba, terutama dengan berbagi jarum suntik, juga menjadi penyebab utama penularan HIV.
“Lingkungan yang rawan narkoba memiliki potensi tinggi dalam penyebaran HIV/AIDS,” jelasnya.
Terkait jumlah pasti kasus HIV di Balikpapan, Alwiati menyatakan tidak bisa memberikan angka pasti karena DKK hanya bertugas melakukan pemeriksaan, pendampingan, pengobatan, serta pemantauan pasien.
Ia menambahkan, HIV/AIDS hanya dapat dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium, sehingga penting untuk rutin melakukan pemeriksaan, terutama bagi kelompok berisiko, termasuk ibu hamil.
“Kami juga melakukan skrining pada ibu hamil, karena ada risiko penularan dari suami ke istri,” imbuhnya.
Menurutnya, upaya menutup akses keluar-masuk ke Balikpapan untuk mencegah penyebaran HIV bukanlah solusi, karena bisa berdampak pada ekonomi. Yang terpenting adalah melakukan langkah pencegahan, seperti menjaga kesetiaan pasangan dan memperkuat nilai-nilai keagamaan.
Dalam hal kolaborasi, DKK bekerja sama dengan DP3AKB melalui tim pendamping seperti Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), serta Dinas Sosial. Jika ada temuan kasus di masyarakat, masyarakat diimbau segera melapor ke DKK untuk ditindaklanjuti.
“Ada beberapa gejala umum HIV/AIDS, di antaranya diare berkepanjangan, TBC yang tidak kunjung sembuh, dan infeksi saluran pernapasan. Gejala-gejala ini memerlukan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan diagnosis,” paparnya.
(Sf/Rs)
Tim Editorial
Cari disini...
Seputarfakta.com - Maya Sari -
Seputar Kaltim
Kepala Dinas Kesehatan Kota (DKK) Balikpapan, Alwiati. (Foto: Dok/Seputarfakta.com)
Balikpapan – Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim yang beredar di media sosial menyebutkan bahwa Kota Balikpapan menempati posisi kedua tertinggi dalam jumlah kasus HIV, dengan total 167 kasus. Menanggapi hal ini, Dinas Kesehatan Kota (DKK) Balikpapan menyatakan bahwa penanganan HIV/AIDS harus dilakukan secara serius dan menyeluruh.
Kepala DKK Balikpapan, Alwiati, menyampaikan bahwa HIV/AIDS merupakan penyakit yang muncul akibat perilaku berisiko, dan bila tidak ditangani sejak dini bisa menjadi bom waktu.
“Di Dinas Kesehatan, kami sudah memberikan pelatihan dan edukasi kepada seluruh fasilitas kesehatan (faskes) untuk menangani kasus yang terindikasi HIV/AIDS,” ujar Alwiati saat dihubungi awak media, Kamis (4/9/2025).
Dirinya menjelaskan, bahwa penanganan HIV tidak hanya menjadi tugas Dinas Kesehatan saja. Pihaknya juga menggandeng Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Balikpapan untuk melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, khususnya bagi keluarga yang terdampak.
Alwiati mengungkapkan bahwa salah satu faktor risiko tertular HIV adalah perilaku seksual menyimpang seperti hubungan sesama jenis. Selain itu, penggunaan narkoba, terutama dengan berbagi jarum suntik, juga menjadi penyebab utama penularan HIV.
“Lingkungan yang rawan narkoba memiliki potensi tinggi dalam penyebaran HIV/AIDS,” jelasnya.
Terkait jumlah pasti kasus HIV di Balikpapan, Alwiati menyatakan tidak bisa memberikan angka pasti karena DKK hanya bertugas melakukan pemeriksaan, pendampingan, pengobatan, serta pemantauan pasien.
Ia menambahkan, HIV/AIDS hanya dapat dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium, sehingga penting untuk rutin melakukan pemeriksaan, terutama bagi kelompok berisiko, termasuk ibu hamil.
“Kami juga melakukan skrining pada ibu hamil, karena ada risiko penularan dari suami ke istri,” imbuhnya.
Menurutnya, upaya menutup akses keluar-masuk ke Balikpapan untuk mencegah penyebaran HIV bukanlah solusi, karena bisa berdampak pada ekonomi. Yang terpenting adalah melakukan langkah pencegahan, seperti menjaga kesetiaan pasangan dan memperkuat nilai-nilai keagamaan.
Dalam hal kolaborasi, DKK bekerja sama dengan DP3AKB melalui tim pendamping seperti Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), serta Dinas Sosial. Jika ada temuan kasus di masyarakat, masyarakat diimbau segera melapor ke DKK untuk ditindaklanjuti.
“Ada beberapa gejala umum HIV/AIDS, di antaranya diare berkepanjangan, TBC yang tidak kunjung sembuh, dan infeksi saluran pernapasan. Gejala-gejala ini memerlukan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan diagnosis,” paparnya.
(Sf/Rs)