Cari disini...
Seputarfakta.com - Agus Saputra -
Seputar Kaltim
Potret kafe.(Dok: Freepik)
Penajam – Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Penajam Paser Utara (PPU) berencana menempatkan berbagai koleksi buku di ruang publik, salah satunya kafe.
Inovasi baru ini dicanangkan sebagai langkah pemerintah daerah dalam meningkatkan literasi masyarakat, khususnya kalangan pelajar dan anak muda yang kerap menjadikan kafe sebagai tempat tongkrongan.
Kepala Dispusip PPU, Muhammad Yusuf Basra mengatakan telah berkomunikasi dengan sejumlah pemilik kafe terkait rencana kerja sama tersebut.
“Kami membuka opsi kerja sama dengan kafe yang bersedia menjadi mitra literasi. Buku-buku akan ditempatkan di sana sebagai upaya mendekatkan bacaan kepada masyarakat, terutama generasi muda yang banyak menghabiskan waktu di tempat seperti ini (kafe),” ucap Yusuf, Selasa (17/06/2025).
Namun pelaksanaan program ini perlu dilakukan kajian teknis secara mendalam, terutama menyangkut soal keamanan koleksi pendistribusian buku.
Yusuf mengaku tidak ingin koleksi buku yang ditempatkan di ruang publik tidak termanfaatkan dengan baik dan rusak.
“Kalau kami drop 100 atau 200 buku ke satu kafe, tentu ada risiko yang perlu diantisipasi. Idealnya ada perjanjian tertulis dan komitmen dari pengelola untuk menjaga koleksi tersebut.
“Kami juga mempertimbangkan pengiriman petugas pendamping apabila memang diperlukan,” bebernya.
Dispusip juga mempertimbangkan pemberlakuan pencatatan manual jumlah pengunjung yang membaca buku atau pengisian buku harian sebagai bentuk evaluasi pemanfaatan bahan bacaan.
Menurutnya keberadaan buku di kafe merupakan tempat layanan perpustakaan yang baik terhadap pola hidup masyarakat. Ia menilai ruang-ruang publik nonformal memiliki potensi besar untuk menjadi titik literasi alternatif.
“Konsep perpustakaan modern saat ini mengarah pada pendekatan yang lebih terbuka dan kolaborasi. Tidak harus datang ke gedung perpustakaan, tapi justru perpustakaan yang hadir di tengah masyarakat,” jelasnya.
Buku-buku yang akan ditempatkan di kafe nantinya akan dipilih sesuai selera seluruh kalangan, mulai dari bersifat ringan, inspiratif dan menarik untuk dibaca dalam waktu singkat.
Genre yang disiapkan biografi tokoh inspiratif, kisah-kisah motivasi, budaya lokal serta komik literasi anak.
“Jangan sampai buku yang ditaruh terlalu berat kontennya. Kita sesuaikan dengan suasana santai kafe. Sekalian juga bisa jadi promosi untuk layanan perpustakaan, misalnya dengan menyisipkan informasi katalog atau QR code pendaftaran anggota,” tambahnya.
Dispusip PPU berencana melakukan survei awal untuk mengidentifikasi kafe-kafe yang memiliki konsep sesuai dalam mendukung literasi.
Apabila program ini dinilai efektif dalam meningkatkan literasi dan mendapat respon positif dari masyarakat, maka pelaksanaannya akan diperluas ke ruang publik lain, seperti rumah makan, salon, hingga ruang tunggu pelayanan.
“Program ini akan kami mulai secara bertahap. Kalau hasil uji coba bagus, maka akan diperluas. Tujuannya satu, bagaimana literasi tidak berhenti di rak perpustakaan, tapi hidup di keseharian masyarakat,” tandasnya.
(Sf/Lo)
Tim Editorial
Cari disini...
Seputarfakta.com - Agus Saputra -
Seputar Kaltim
Potret kafe.(Dok: Freepik)
Penajam – Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Penajam Paser Utara (PPU) berencana menempatkan berbagai koleksi buku di ruang publik, salah satunya kafe.
Inovasi baru ini dicanangkan sebagai langkah pemerintah daerah dalam meningkatkan literasi masyarakat, khususnya kalangan pelajar dan anak muda yang kerap menjadikan kafe sebagai tempat tongkrongan.
Kepala Dispusip PPU, Muhammad Yusuf Basra mengatakan telah berkomunikasi dengan sejumlah pemilik kafe terkait rencana kerja sama tersebut.
“Kami membuka opsi kerja sama dengan kafe yang bersedia menjadi mitra literasi. Buku-buku akan ditempatkan di sana sebagai upaya mendekatkan bacaan kepada masyarakat, terutama generasi muda yang banyak menghabiskan waktu di tempat seperti ini (kafe),” ucap Yusuf, Selasa (17/06/2025).
Namun pelaksanaan program ini perlu dilakukan kajian teknis secara mendalam, terutama menyangkut soal keamanan koleksi pendistribusian buku.
Yusuf mengaku tidak ingin koleksi buku yang ditempatkan di ruang publik tidak termanfaatkan dengan baik dan rusak.
“Kalau kami drop 100 atau 200 buku ke satu kafe, tentu ada risiko yang perlu diantisipasi. Idealnya ada perjanjian tertulis dan komitmen dari pengelola untuk menjaga koleksi tersebut.
“Kami juga mempertimbangkan pengiriman petugas pendamping apabila memang diperlukan,” bebernya.
Dispusip juga mempertimbangkan pemberlakuan pencatatan manual jumlah pengunjung yang membaca buku atau pengisian buku harian sebagai bentuk evaluasi pemanfaatan bahan bacaan.
Menurutnya keberadaan buku di kafe merupakan tempat layanan perpustakaan yang baik terhadap pola hidup masyarakat. Ia menilai ruang-ruang publik nonformal memiliki potensi besar untuk menjadi titik literasi alternatif.
“Konsep perpustakaan modern saat ini mengarah pada pendekatan yang lebih terbuka dan kolaborasi. Tidak harus datang ke gedung perpustakaan, tapi justru perpustakaan yang hadir di tengah masyarakat,” jelasnya.
Buku-buku yang akan ditempatkan di kafe nantinya akan dipilih sesuai selera seluruh kalangan, mulai dari bersifat ringan, inspiratif dan menarik untuk dibaca dalam waktu singkat.
Genre yang disiapkan biografi tokoh inspiratif, kisah-kisah motivasi, budaya lokal serta komik literasi anak.
“Jangan sampai buku yang ditaruh terlalu berat kontennya. Kita sesuaikan dengan suasana santai kafe. Sekalian juga bisa jadi promosi untuk layanan perpustakaan, misalnya dengan menyisipkan informasi katalog atau QR code pendaftaran anggota,” tambahnya.
Dispusip PPU berencana melakukan survei awal untuk mengidentifikasi kafe-kafe yang memiliki konsep sesuai dalam mendukung literasi.
Apabila program ini dinilai efektif dalam meningkatkan literasi dan mendapat respon positif dari masyarakat, maka pelaksanaannya akan diperluas ke ruang publik lain, seperti rumah makan, salon, hingga ruang tunggu pelayanan.
“Program ini akan kami mulai secara bertahap. Kalau hasil uji coba bagus, maka akan diperluas. Tujuannya satu, bagaimana literasi tidak berhenti di rak perpustakaan, tapi hidup di keseharian masyarakat,” tandasnya.
(Sf/Lo)