Cari disini...
Seputarfakta.com-Lisda -
Seputar Kaltim
Beras SPHP yang akan disalurkan keseluruh kecamatan yang ada di Kutim. (foto:lisda/seputarfakta.com)
Sangatta - Biaya produksi beras lokal yang relatif mahal membuat Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kutim terus mengupayakan agar masyarakat tetap bisa memperoleh beras dengan harga terjangkau
Pengawas Perdagangan Ahli Muda Disperindag Kutim, Achmad Dony Erviady, mengatakan pihaknya tetap berusaha mengembangkan beras lokal, namun masih menghadapi kendala dalam menurunkan harga agar terjangkau oleh masyarakat.
“Beras lokal ini terus kita usahakan, tapi kita tidak bisa menekan harga karena biaya produksinya memang mahal. Makanya kita upayakan dulu agar masyarakat bisa menikmati beras dengan harga murah,” ujar Dony.
Saat ini Disperindag Kutim menyalurkan beras SPHP kepada masyarakat sebagai salah satu upaya agar harga beras tetap terjangkau.
“Ini instruksi dari pusat, beras SPHP ini harus disalurkan. Di Kutim, harganya masih Rp65 ribu per 5 kilogram, di bawah harga eceran tertinggi Rp67 ribu. Ini terus kita tekan, terutama dengan memberikan subsidi pada ongkos angkut,” tambahnya.
Dony juga menjelaskan bahwa penyaluran beras SPHP tidak hanya dilakukan di Kecamatan Sangatta Utara dan Sangatta Selatan, tetapi akan diperluas ke seluruh kecamatan yang ada di Kutim.
“Kami pastikan distribusinya akan merata ke semua kecamatan di Kutim, bukan hanya di kota. Supaya masyarakat di pedalaman juga bisa merasakan manfaat dari program ini,” tegasnya.
Selain itu, Ia juga menyampaikan bahwa kualitas beras lokal Kutim saat ini sudah sangat baik dan setara dengan beras dari luar daerah, meskipun biaya produksinya masih cukup tinggi.
“Saya tidak meremehkan beras lokal, kualitasnya sekarang sudah bagus, sudah mendekati premium. Tapi karena kualitasnya bagus, biaya produksinya juga tinggi,” jelasnya.
Dony menegaskan bahwa fokus saat ini adalah menyesuaikan harga dengan kebutuhan masyarakat agar beras tetap terjangkau dan stabil, sekaligus tetap memperhatikan produksi beras lokal.
“Intinya, bagaimana masyarakat bisa dulu mendapatkan beras dengan harga murah. Bukan berarti kita tinggalkan beras lokal,” pungkasnya.
(Sf/Rs)
Tim Editorial
Cari disini...
Seputarfakta.com-Lisda -
Seputar Kaltim
Beras SPHP yang akan disalurkan keseluruh kecamatan yang ada di Kutim. (foto:lisda/seputarfakta.com)
Sangatta - Biaya produksi beras lokal yang relatif mahal membuat Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kutim terus mengupayakan agar masyarakat tetap bisa memperoleh beras dengan harga terjangkau
Pengawas Perdagangan Ahli Muda Disperindag Kutim, Achmad Dony Erviady, mengatakan pihaknya tetap berusaha mengembangkan beras lokal, namun masih menghadapi kendala dalam menurunkan harga agar terjangkau oleh masyarakat.
“Beras lokal ini terus kita usahakan, tapi kita tidak bisa menekan harga karena biaya produksinya memang mahal. Makanya kita upayakan dulu agar masyarakat bisa menikmati beras dengan harga murah,” ujar Dony.
Saat ini Disperindag Kutim menyalurkan beras SPHP kepada masyarakat sebagai salah satu upaya agar harga beras tetap terjangkau.
“Ini instruksi dari pusat, beras SPHP ini harus disalurkan. Di Kutim, harganya masih Rp65 ribu per 5 kilogram, di bawah harga eceran tertinggi Rp67 ribu. Ini terus kita tekan, terutama dengan memberikan subsidi pada ongkos angkut,” tambahnya.
Dony juga menjelaskan bahwa penyaluran beras SPHP tidak hanya dilakukan di Kecamatan Sangatta Utara dan Sangatta Selatan, tetapi akan diperluas ke seluruh kecamatan yang ada di Kutim.
“Kami pastikan distribusinya akan merata ke semua kecamatan di Kutim, bukan hanya di kota. Supaya masyarakat di pedalaman juga bisa merasakan manfaat dari program ini,” tegasnya.
Selain itu, Ia juga menyampaikan bahwa kualitas beras lokal Kutim saat ini sudah sangat baik dan setara dengan beras dari luar daerah, meskipun biaya produksinya masih cukup tinggi.
“Saya tidak meremehkan beras lokal, kualitasnya sekarang sudah bagus, sudah mendekati premium. Tapi karena kualitasnya bagus, biaya produksinya juga tinggi,” jelasnya.
Dony menegaskan bahwa fokus saat ini adalah menyesuaikan harga dengan kebutuhan masyarakat agar beras tetap terjangkau dan stabil, sekaligus tetap memperhatikan produksi beras lokal.
“Intinya, bagaimana masyarakat bisa dulu mendapatkan beras dengan harga murah. Bukan berarti kita tinggalkan beras lokal,” pungkasnya.
(Sf/Rs)