Cari disini...
Seputarfakta.com – Tria -
Seputar Kaltim
Filosofi desain tugu Pesut Mahakam yang ada di kawasan simpang empat Mal Lembuswana. (Foto: Tangkapan layar/Seputarfakta.com)
Samarinda – Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda merilis filosofi desain Tugu Pesut Mahakam yang berada di kawasan simpang empat Mal Lembuswana dalam media sosial instagramnya.
Belakangan desain abstrak tugu tersebut menjadi perbincangan hangat di dunia maya oleh masyarakat. Beragam tanggapan dilontarkan mengenai tugu tersebut.
Wali Kota Samarinda, Andi Harun sebelumnya menegaskan bahwa tugu tersebut merupakan siluet dari pesut Mahakam. “Itu ilustrasi dari pesut, karya seni kan memang tergantung dari kita yang memandangnya,” ujar Andi Harun.
Ia memaklumi bahwa pembangunan tersebut menjadi perbincangan di kalangan masyarakat. Andi Harun menyadari, dalam setiap kebijakan atau produk yang dihasilkan pemerintah pasti menimbulkan pro dan kontra.
“Kita bisa memaklumi kalau ini jadi perbincangan di publik, sambil berjalan itu tidak apa," ungkapnya.
Dari rilis yang dipublikasikan oleh Pemkot Samarinda, monumen ini tidak hanya menjadi simbol estetika kota, tetapi juga sarat nilai budaya, lingkungan, dan edukasi.
Desain tugu ini mengambil inspirasi dari Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris), mamalia air tawar khas Sungai Mahakam. Di mana pesut Mahakam merupakan satu-satunya lumba-lumba yang hidup di perairan tawar Indonesia, dengan habitat terbatas di bagian tengah Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Namun, populasi hewan ini kian kritis, dengan jumlah hanya sekitar 80 ekor menurut laporan International Union for Conservation of Nature (IUCN).
Pesut Mahakam telah lama menjadi ikon Kota Samarinda, bahkan diabadikan dalam logo pemerintah kota dengan dua pesut yang melambangkan penjaga kota. Filosofi ini tercermin dalam tugu yang merepresentasikan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan satwa endemik.
Tugu Pesut Mahakam berdiri di lokasi strategis yang menjadi simpul kota, berada di antara Jalan Dr Soetomo dan S Parman. Kawasan ini berfungsi sebagai interkoneksi bagi pejalan kaki dan titik pusat aktivitas masyarakat di persimpangan Jalan S Parman dan Jalan Dr Soetomo.
Penempatan tugu ini juga bertujuan untuk memperkuat identitas kota sebagai bagian dari aliran Sungai Mahakam yang menjadi denyut nadi Samarinda.
Tugu ini memiliki desain abstrak modern yang menggambarkan siluet Pesut Mahakam. Dengan tinggi 8 meter, monumen ini menggunakan bahan pelapis dari HDPE daur ulang, memanfaatkan 330 kg plastik bekas. Pemilihan material ini mencerminkan upaya pemerintah kota dalam menghadirkan kota yang berkelanjutan sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya daur ulang.
Selain menjadi ikon estetika, Tugu Pesut Mahakam membawa pesan edukasi lingkungan. Penggunaan material daur ulang menunjukkan komitmen Samarinda dalam mendukung pelestarian lingkungan. Pemerintah berharap tugu ini tidak hanya menjadi daya tarik visual, tetapi juga menginspirasi masyarakat untuk lebih peduli terhadap isu lingkungan dan keberlanjutan.
"Di balik itu semua, keinginan menata Samarinda itu kan dari segala aspek, mulai dari aspek taman, jalan, nanti seiring berjalannya waktu akan kita evaluasi," pungkasnya.
(Sf/Rs)
Tim Editorial
Cari disini...
Seputarfakta.com – Tria -
Seputar Kaltim
Filosofi desain tugu Pesut Mahakam yang ada di kawasan simpang empat Mal Lembuswana. (Foto: Tangkapan layar/Seputarfakta.com)
Samarinda – Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda merilis filosofi desain Tugu Pesut Mahakam yang berada di kawasan simpang empat Mal Lembuswana dalam media sosial instagramnya.
Belakangan desain abstrak tugu tersebut menjadi perbincangan hangat di dunia maya oleh masyarakat. Beragam tanggapan dilontarkan mengenai tugu tersebut.
Wali Kota Samarinda, Andi Harun sebelumnya menegaskan bahwa tugu tersebut merupakan siluet dari pesut Mahakam. “Itu ilustrasi dari pesut, karya seni kan memang tergantung dari kita yang memandangnya,” ujar Andi Harun.
Ia memaklumi bahwa pembangunan tersebut menjadi perbincangan di kalangan masyarakat. Andi Harun menyadari, dalam setiap kebijakan atau produk yang dihasilkan pemerintah pasti menimbulkan pro dan kontra.
“Kita bisa memaklumi kalau ini jadi perbincangan di publik, sambil berjalan itu tidak apa," ungkapnya.
Dari rilis yang dipublikasikan oleh Pemkot Samarinda, monumen ini tidak hanya menjadi simbol estetika kota, tetapi juga sarat nilai budaya, lingkungan, dan edukasi.
Desain tugu ini mengambil inspirasi dari Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris), mamalia air tawar khas Sungai Mahakam. Di mana pesut Mahakam merupakan satu-satunya lumba-lumba yang hidup di perairan tawar Indonesia, dengan habitat terbatas di bagian tengah Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Namun, populasi hewan ini kian kritis, dengan jumlah hanya sekitar 80 ekor menurut laporan International Union for Conservation of Nature (IUCN).
Pesut Mahakam telah lama menjadi ikon Kota Samarinda, bahkan diabadikan dalam logo pemerintah kota dengan dua pesut yang melambangkan penjaga kota. Filosofi ini tercermin dalam tugu yang merepresentasikan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan satwa endemik.
Tugu Pesut Mahakam berdiri di lokasi strategis yang menjadi simpul kota, berada di antara Jalan Dr Soetomo dan S Parman. Kawasan ini berfungsi sebagai interkoneksi bagi pejalan kaki dan titik pusat aktivitas masyarakat di persimpangan Jalan S Parman dan Jalan Dr Soetomo.
Penempatan tugu ini juga bertujuan untuk memperkuat identitas kota sebagai bagian dari aliran Sungai Mahakam yang menjadi denyut nadi Samarinda.
Tugu ini memiliki desain abstrak modern yang menggambarkan siluet Pesut Mahakam. Dengan tinggi 8 meter, monumen ini menggunakan bahan pelapis dari HDPE daur ulang, memanfaatkan 330 kg plastik bekas. Pemilihan material ini mencerminkan upaya pemerintah kota dalam menghadirkan kota yang berkelanjutan sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya daur ulang.
Selain menjadi ikon estetika, Tugu Pesut Mahakam membawa pesan edukasi lingkungan. Penggunaan material daur ulang menunjukkan komitmen Samarinda dalam mendukung pelestarian lingkungan. Pemerintah berharap tugu ini tidak hanya menjadi daya tarik visual, tetapi juga menginspirasi masyarakat untuk lebih peduli terhadap isu lingkungan dan keberlanjutan.
"Di balik itu semua, keinginan menata Samarinda itu kan dari segala aspek, mulai dari aspek taman, jalan, nanti seiring berjalannya waktu akan kita evaluasi," pungkasnya.
(Sf/Rs)