Cari disini...
Seputarfakta.com - Maulana -
Seputar Kaltim
Kuasa Hukum Gereja Toraja sekaligus Ketua Aliansi Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AAKBB) Kalimantan Timur, Hendra Kusuma. (Foto: Maulana/Seputarfakta.com)
Samarinda - Proses penerbitan Surat Keputusan Persetujuan Bangunan Gedung (SK PBG) untuk Gereja Toraja Samarinda Seberang kini menjadi harapan terbesar jemaat, bahkan didoakan menjadi "kado Natal" istimewa yang terbit sebelum perayaan akhir tahun.
Namun, harapan ini diadang oleh kendala teknis administrasi di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Samarinda, ditambah munculnya surat penolakan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang dianggap tidak berdasar hukum.
Kuasa Hukum sekaligus Ketua Aliansi Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AAKBB) Kalimantan Timur, Hendra Kusuma, mengungkapkan desakan ini pada Kamis (23/10/2025).
“Seharusnya, setelah seluruh data terunggah, prosesnya memakan waktu maksimal 28 hari kerja. Jadi, kami berharap SK PBG ini bisa menjadi kado Natal bagi Gereja Toraja — artinya, semoga bisa terbit sebelum perayaan Natal,” ujar Hendra.
Hendra menjelaskan bahwa penantian SK PBG masih berkutat di proses administrasi DPMPTSP. Salah satu kendala teknis yang disoroti adalah ketidakhadiran kolom rekomendasi dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dalam sistem yang digunakan.
"Memang masih ada beberapa kendala teknis, khususnya terkait kolom rekomendasi FKUB yang ternyata tidak muncul di sistem. Padahal sebelumnya, saat proses di Gereja Bukit Zaitun kolom rekomendasi FKUB itu tersedia. Maka kita masih berproses ini," tuturnya.
Di samping masalah teknis, Hendra juga menyinggung adanya tekanan non-teknis. Ia mendapatkan informasi adanya surat penolakan pembangunan gereja yang dikirimkan oleh salah satu LSM ke instansi terkait.
Menanggapi hal ini, pihak gereja mendesak DPMPTSP untuk tetap profesional. "Saya minta DPMPTSP bersikap proporsional dalam penerbitan SK PBG ini," tegasnya.
Menurutnya, surat penolakan tersebut tidak memiliki legalitas hukum. Hendra menambahkan, tuduhan-tuduhan yang disampaikan dalam surat penolakan, termasuk isu dugaan pemalsuan tanda tangan dukungan pembangunan gereja yang sempat ramai di media sosial, tidak pernah disertai bukti atau surat dari pihak kepolisian.
"Sejak awal kasus ini bergulir, kami sudah menantang pihak-pihak tersebut untuk membuktikan jika memang ada tanda tangan yang dipalsukan. Tapi hingga hari ini, tidak ada bukti yang muncul," ungkap Hendra.
Pihaknya meminta agar DPMPTSP tetap fokus bekerja profesional memproses SK PBG Gereja Toraja Samarinda, serta mengabaikan kendala non-teknis yang tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Hendra optimistis bahwa jika SK PBG sudah diterbitkan, proses perizinan secara hukum telah selesai. Ia memberi peringatan bahwa upaya penghalangan pembangunan setelah terbitnya SK PBG dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.
"Kami percaya DPMPTSP akan menjalankan tugasnya dengan baik. Setelah SK PBG diterbitkan, prosesnya sebenarnya sudah selesai. Artinya, ketika sudah ada SK PBG dan masih ada pihak-pihak yang mencoba menghalangi pembangunan, maka tindakan itu bisa dianggap sebagai perbuatan melawan hukum," pungkasnya.
(Sf/Rs)
Tim Editorial
Cari disini...
Seputarfakta.com - Maulana -
Seputar Kaltim

Kuasa Hukum Gereja Toraja sekaligus Ketua Aliansi Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AAKBB) Kalimantan Timur, Hendra Kusuma. (Foto: Maulana/Seputarfakta.com)
Samarinda - Proses penerbitan Surat Keputusan Persetujuan Bangunan Gedung (SK PBG) untuk Gereja Toraja Samarinda Seberang kini menjadi harapan terbesar jemaat, bahkan didoakan menjadi "kado Natal" istimewa yang terbit sebelum perayaan akhir tahun.
Namun, harapan ini diadang oleh kendala teknis administrasi di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Samarinda, ditambah munculnya surat penolakan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang dianggap tidak berdasar hukum.
Kuasa Hukum sekaligus Ketua Aliansi Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AAKBB) Kalimantan Timur, Hendra Kusuma, mengungkapkan desakan ini pada Kamis (23/10/2025).
“Seharusnya, setelah seluruh data terunggah, prosesnya memakan waktu maksimal 28 hari kerja. Jadi, kami berharap SK PBG ini bisa menjadi kado Natal bagi Gereja Toraja — artinya, semoga bisa terbit sebelum perayaan Natal,” ujar Hendra.
Hendra menjelaskan bahwa penantian SK PBG masih berkutat di proses administrasi DPMPTSP. Salah satu kendala teknis yang disoroti adalah ketidakhadiran kolom rekomendasi dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dalam sistem yang digunakan.
"Memang masih ada beberapa kendala teknis, khususnya terkait kolom rekomendasi FKUB yang ternyata tidak muncul di sistem. Padahal sebelumnya, saat proses di Gereja Bukit Zaitun kolom rekomendasi FKUB itu tersedia. Maka kita masih berproses ini," tuturnya.
Di samping masalah teknis, Hendra juga menyinggung adanya tekanan non-teknis. Ia mendapatkan informasi adanya surat penolakan pembangunan gereja yang dikirimkan oleh salah satu LSM ke instansi terkait.
Menanggapi hal ini, pihak gereja mendesak DPMPTSP untuk tetap profesional. "Saya minta DPMPTSP bersikap proporsional dalam penerbitan SK PBG ini," tegasnya.
Menurutnya, surat penolakan tersebut tidak memiliki legalitas hukum. Hendra menambahkan, tuduhan-tuduhan yang disampaikan dalam surat penolakan, termasuk isu dugaan pemalsuan tanda tangan dukungan pembangunan gereja yang sempat ramai di media sosial, tidak pernah disertai bukti atau surat dari pihak kepolisian.
"Sejak awal kasus ini bergulir, kami sudah menantang pihak-pihak tersebut untuk membuktikan jika memang ada tanda tangan yang dipalsukan. Tapi hingga hari ini, tidak ada bukti yang muncul," ungkap Hendra.
Pihaknya meminta agar DPMPTSP tetap fokus bekerja profesional memproses SK PBG Gereja Toraja Samarinda, serta mengabaikan kendala non-teknis yang tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Hendra optimistis bahwa jika SK PBG sudah diterbitkan, proses perizinan secara hukum telah selesai. Ia memberi peringatan bahwa upaya penghalangan pembangunan setelah terbitnya SK PBG dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.
"Kami percaya DPMPTSP akan menjalankan tugasnya dengan baik. Setelah SK PBG diterbitkan, prosesnya sebenarnya sudah selesai. Artinya, ketika sudah ada SK PBG dan masih ada pihak-pihak yang mencoba menghalangi pembangunan, maka tindakan itu bisa dianggap sebagai perbuatan melawan hukum," pungkasnya.
(Sf/Rs)