Cari disini...
Seputarfakta.com - Maulana -
Seputar Kaltim
Penyerahan surat aduan dugaan tindak pidana atas perusahaan tambang yang tidak melakukan reklamasi di Kubar kepada Kejati Kaltim. (Foto: Maulana/Seputarfakta.com)
Samarinda - Sebuah perusahaan tambang yang ada di Kutai Barat (Kubar) dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Timur (Kaltim) atas dugaan tindak pidana tidak melakukan reklamasi pascatambang.
Laporan ini dilayangkan oleh Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim bersama perwakilan warga Kampung Gleo Asa, Kutai Barat, pada Kamis (19/6/2025).
Pelaporan ini menyoroti berakhirnya izin perusahaan tersebut pada 21 Desember 2023, yang seharusnya diikuti dengan kewajiban reklamasi sesuai undang-undang.
Mewakili dari Divisi Hukum JATAM Kaltim, Aziz menjelaskan bahwa pelaporan ini didasarkan pada Pasal 96 Undang-Undang Minerba. Pasal tersebut secara tegas mengatur kewajiban perusahaan tambang untuk melakukan reklamasi pascatambang setelah izin usaha berakhir.
"Seharusnya perusahaan ini menurut Pasal 96 UU Minerba harus melakukan reklamasi pascatambang. Bahkan reklamasi pascatambang itu dikuatkan dengan ketentuan pidana," ujar Aziz saat ditemui usai pelaporan.
Menurut Aziz, dalam aturan turunan PP 78 Tahun 2010, disebutkan bahwa 30 hari kalender setelah masa izin habis dan tidak melakukan aktivitas tambang, perusahaan wajib segera melakukan reklamasi pascatambang.
Namun, JATAM Kaltim menemukan fakta mengejutkan dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK tahun 2021. Dalam laporan tersebut, terungkap bahwa dana jaminan reklamasi yang diserahkan oleh perusahaan berinisial KW, yang diduga kuat adalah PT tersebut, hanya sebesar Rp20.500.000.
Padahal, perusahaan tersebut meninggalkan tiga lubang tambang dengan total luas 6,4 hektare.
"Kami dari JATAM Kaltim menduga kuat, KW adalah kepanjangan dari akronim PT tersebut, dan mengejutkan sekali ternyata jaminan reklamasi yang dijaminkan hanya sebesar Rp20.500.000-an, padahal terdapat 3 lubang tambang yang totalnya ada 6,4 hektare yang ditinggalkan," terang Aziz.
Dampak dari lubang tambang yang tidak direklamasi ini sangat dirasakan oleh warga sekitar. Korneles Detang, Ketua Forum Gunung Layung dan warga Kampung Gleo Asa, mengungkapkan kekhawatirannya.
“Perusahaan ini tepat di tengah-tengah pemukiman, bahkan dari jarak pusat pemerintahan, itu tidak sampai 10 kilometer. Dan di situ bukan hanya hutan rimba, namun di situ juga terdapat perkebunan karet dan kebun buah-buahan dan segala macam," jelas Korneles.
Ia menambahkan, durian Melak, salah satu buah unggulan daerah, banyak berasal dari kawasan Gunung Layung, lokasi bekas konsesi Perusahaan.
Ada tiga desa yang terdampak langsung, yakni Desa Gleo Asa, Muara Asa, dan Unggul Asa, yang semuanya berdekatan dengan kawasan konsesi tersebut.
Senada dengan Korneles, Albert, warga Kampung Gleo Asa lainnya, menyampaikan kekhawatiran mendalam.
"Kami sangat mengkhawatirkan dengan berakhirnya masa izinnya, namun lubang-lubang tambang yang ditinggalkan di sekitar kampung kami tidak ada reklamasi. Kami sangat mengharapkan dari Kejati Kaltim untuk menindaklanjuti, kami sangat berharap, karena dampaknya itu sangat besar, terutama ke pertanian," ujar Albert.
Ia menambahkan, jika lubang-lubang tersebut tidak segera direklamasi, kemungkinan besar akan mengancam lahan pertanian dan perkebunan warga, serta sumber-sumber air yang ada di sekitar kampung.
(Sf/Rs)
Tim Editorial
Cari disini...
Seputarfakta.com - Maulana -
Seputar Kaltim
Penyerahan surat aduan dugaan tindak pidana atas perusahaan tambang yang tidak melakukan reklamasi di Kubar kepada Kejati Kaltim. (Foto: Maulana/Seputarfakta.com)
Samarinda - Sebuah perusahaan tambang yang ada di Kutai Barat (Kubar) dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Timur (Kaltim) atas dugaan tindak pidana tidak melakukan reklamasi pascatambang.
Laporan ini dilayangkan oleh Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim bersama perwakilan warga Kampung Gleo Asa, Kutai Barat, pada Kamis (19/6/2025).
Pelaporan ini menyoroti berakhirnya izin perusahaan tersebut pada 21 Desember 2023, yang seharusnya diikuti dengan kewajiban reklamasi sesuai undang-undang.
Mewakili dari Divisi Hukum JATAM Kaltim, Aziz menjelaskan bahwa pelaporan ini didasarkan pada Pasal 96 Undang-Undang Minerba. Pasal tersebut secara tegas mengatur kewajiban perusahaan tambang untuk melakukan reklamasi pascatambang setelah izin usaha berakhir.
"Seharusnya perusahaan ini menurut Pasal 96 UU Minerba harus melakukan reklamasi pascatambang. Bahkan reklamasi pascatambang itu dikuatkan dengan ketentuan pidana," ujar Aziz saat ditemui usai pelaporan.
Menurut Aziz, dalam aturan turunan PP 78 Tahun 2010, disebutkan bahwa 30 hari kalender setelah masa izin habis dan tidak melakukan aktivitas tambang, perusahaan wajib segera melakukan reklamasi pascatambang.
Namun, JATAM Kaltim menemukan fakta mengejutkan dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK tahun 2021. Dalam laporan tersebut, terungkap bahwa dana jaminan reklamasi yang diserahkan oleh perusahaan berinisial KW, yang diduga kuat adalah PT tersebut, hanya sebesar Rp20.500.000.
Padahal, perusahaan tersebut meninggalkan tiga lubang tambang dengan total luas 6,4 hektare.
"Kami dari JATAM Kaltim menduga kuat, KW adalah kepanjangan dari akronim PT tersebut, dan mengejutkan sekali ternyata jaminan reklamasi yang dijaminkan hanya sebesar Rp20.500.000-an, padahal terdapat 3 lubang tambang yang totalnya ada 6,4 hektare yang ditinggalkan," terang Aziz.
Dampak dari lubang tambang yang tidak direklamasi ini sangat dirasakan oleh warga sekitar. Korneles Detang, Ketua Forum Gunung Layung dan warga Kampung Gleo Asa, mengungkapkan kekhawatirannya.
“Perusahaan ini tepat di tengah-tengah pemukiman, bahkan dari jarak pusat pemerintahan, itu tidak sampai 10 kilometer. Dan di situ bukan hanya hutan rimba, namun di situ juga terdapat perkebunan karet dan kebun buah-buahan dan segala macam," jelas Korneles.
Ia menambahkan, durian Melak, salah satu buah unggulan daerah, banyak berasal dari kawasan Gunung Layung, lokasi bekas konsesi Perusahaan.
Ada tiga desa yang terdampak langsung, yakni Desa Gleo Asa, Muara Asa, dan Unggul Asa, yang semuanya berdekatan dengan kawasan konsesi tersebut.
Senada dengan Korneles, Albert, warga Kampung Gleo Asa lainnya, menyampaikan kekhawatiran mendalam.
"Kami sangat mengkhawatirkan dengan berakhirnya masa izinnya, namun lubang-lubang tambang yang ditinggalkan di sekitar kampung kami tidak ada reklamasi. Kami sangat mengharapkan dari Kejati Kaltim untuk menindaklanjuti, kami sangat berharap, karena dampaknya itu sangat besar, terutama ke pertanian," ujar Albert.
Ia menambahkan, jika lubang-lubang tersebut tidak segera direklamasi, kemungkinan besar akan mengancam lahan pertanian dan perkebunan warga, serta sumber-sumber air yang ada di sekitar kampung.
(Sf/Rs)