Cari disini...
Seputarfakta.com - Maya Sari -
Seputar Kaltim
Direktur Perusahaan Daerah (Perusda) Manuntung Sukses Balikpapan, Andi Sangkuru. (Foto: Maya Sari/Seputarfakta.com)
Balikpapan – Di tengah tantangan rantai pasok dan regulasi harga yang semakin ketat, Perusahaan Daerah (Perusda) Manuntung Sukses Balikpapan tetap berkomitmen menjalankan perannya sebagai penyeimbang pasar dengan menyediakan kebutuhan pokok, termasuk beras di bawah harga pasar.
Direktur Perusda, Andi Sangkuru mengatakan, bahwa pihaknya terus mengupayakan distribusi beras yang terjangkau bagi masyarakat, meskipun harus menghadapi sejumlah kendala, mulai dari keterlambatan pengiriman hingga keterikatan pada regulasi harga eceran tertinggi (HET).
“Kami tetap konsisten menjual dengan harga 10 persen di bawah harga pedagang, meski kondisi di lapangan cukup berat. Kami harus menyesuaikan dengan regulasi dan harga beli dari pabrik yang sudah tinggi,” ucap Direktur Perusda kepada media, Kamis (7/8/2025).
Dirinya menjelaskan, saat ini Perusda memiliki stok sekitar 1,9 ton beras yang belum bisa didistribusikan karena masih tertahan di pabrik. Kendala distribusi ini berkaitan erat dengan harga pembelian dari pabrik yang sudah mencapai batas HET, membuat margin keuntungan sangat kecil atau bahkan nihil.
“Kami sedang mencari solusi bersama Pemkot, karena kalau kami paksakan menjual sesuai HET, maka tidak akan ada pasokan baru. Tujuan utama kami tetap untuk menjaga ketersediaan dan stabilisasi harga,” ujarnya.
Sebagai bagian dari upaya pengendalian inflasi, Perusda terus mengaktifkan dua jenis kios penyeimbang di Balikpapan, yang berlokasi di Pasar Pandansari dan Pasar Klandasan. Lewat brand Gerakan Stabilisasi Inflasi Terkendali (Gesit), Perusda menghadirkan komoditas pokok seperti beras, minyak goreng, gula, dan telur dengan harga terjangkau.
“Operasi pasar milik Pemkot, tetapi kami punya brand sendiri. Kios buka tiap hari kecuali Senin. Memang stok beras tidak banyak, tapi kami tetap usahakan hadir untuk masyarakat,” terang Andi sapaan akrabnya.
Sementara itu, keterbatasan pasokan beras dari Sulawesi juga menjadi tantangan tersendiri. Minimnya produksi lokal di Balikpapan membuat kota ini sangat tergantung pada suplai dari luar, terutama dari Sulawesi yang saat ini juga tengah menghadapi kesulitan dalam memperoleh gabah.
Menurutnya, hal ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menetapkan bahwa Gabah Kering Panen (GKP) wajib dibeli oleh Bulog dengan harga Rp6.500 per kilogram.
“Petani tentu lebih memilih menjual ke Bulog karena harganya lebih tinggi, sehingga pasokan ke pabrik swasta ikut terganggu,” katanya.
Meski dihadapkan pada situasi yang kompleks, Perusda Manuntung Sukses menegaskan komitmennya untuk terus berperan aktif dalam menstabilkan harga dan ketersediaan bahan pokok di Balikpapan.
Dukungan dari pemerintah daerah dan fleksibilitas dalam regulasi dinilai sangat penting untuk menjaga efektivitas peran BUMD ini di lapangan.
(Sf/Rs)
Tim Editorial
Cari disini...
Seputarfakta.com - Maya Sari -
Seputar Kaltim
Direktur Perusahaan Daerah (Perusda) Manuntung Sukses Balikpapan, Andi Sangkuru. (Foto: Maya Sari/Seputarfakta.com)
Balikpapan – Di tengah tantangan rantai pasok dan regulasi harga yang semakin ketat, Perusahaan Daerah (Perusda) Manuntung Sukses Balikpapan tetap berkomitmen menjalankan perannya sebagai penyeimbang pasar dengan menyediakan kebutuhan pokok, termasuk beras di bawah harga pasar.
Direktur Perusda, Andi Sangkuru mengatakan, bahwa pihaknya terus mengupayakan distribusi beras yang terjangkau bagi masyarakat, meskipun harus menghadapi sejumlah kendala, mulai dari keterlambatan pengiriman hingga keterikatan pada regulasi harga eceran tertinggi (HET).
“Kami tetap konsisten menjual dengan harga 10 persen di bawah harga pedagang, meski kondisi di lapangan cukup berat. Kami harus menyesuaikan dengan regulasi dan harga beli dari pabrik yang sudah tinggi,” ucap Direktur Perusda kepada media, Kamis (7/8/2025).
Dirinya menjelaskan, saat ini Perusda memiliki stok sekitar 1,9 ton beras yang belum bisa didistribusikan karena masih tertahan di pabrik. Kendala distribusi ini berkaitan erat dengan harga pembelian dari pabrik yang sudah mencapai batas HET, membuat margin keuntungan sangat kecil atau bahkan nihil.
“Kami sedang mencari solusi bersama Pemkot, karena kalau kami paksakan menjual sesuai HET, maka tidak akan ada pasokan baru. Tujuan utama kami tetap untuk menjaga ketersediaan dan stabilisasi harga,” ujarnya.
Sebagai bagian dari upaya pengendalian inflasi, Perusda terus mengaktifkan dua jenis kios penyeimbang di Balikpapan, yang berlokasi di Pasar Pandansari dan Pasar Klandasan. Lewat brand Gerakan Stabilisasi Inflasi Terkendali (Gesit), Perusda menghadirkan komoditas pokok seperti beras, minyak goreng, gula, dan telur dengan harga terjangkau.
“Operasi pasar milik Pemkot, tetapi kami punya brand sendiri. Kios buka tiap hari kecuali Senin. Memang stok beras tidak banyak, tapi kami tetap usahakan hadir untuk masyarakat,” terang Andi sapaan akrabnya.
Sementara itu, keterbatasan pasokan beras dari Sulawesi juga menjadi tantangan tersendiri. Minimnya produksi lokal di Balikpapan membuat kota ini sangat tergantung pada suplai dari luar, terutama dari Sulawesi yang saat ini juga tengah menghadapi kesulitan dalam memperoleh gabah.
Menurutnya, hal ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menetapkan bahwa Gabah Kering Panen (GKP) wajib dibeli oleh Bulog dengan harga Rp6.500 per kilogram.
“Petani tentu lebih memilih menjual ke Bulog karena harganya lebih tinggi, sehingga pasokan ke pabrik swasta ikut terganggu,” katanya.
Meski dihadapkan pada situasi yang kompleks, Perusda Manuntung Sukses menegaskan komitmennya untuk terus berperan aktif dalam menstabilkan harga dan ketersediaan bahan pokok di Balikpapan.
Dukungan dari pemerintah daerah dan fleksibilitas dalam regulasi dinilai sangat penting untuk menjaga efektivitas peran BUMD ini di lapangan.
(Sf/Rs)