Bubur Peca Bakal jadi Warisan Budaya Tak Benda Samarinda, Resepnya Diwariskan Turun-temurun

    Seputarfakta.com - Tria -

    Seputar Kaltim

    26 Januari 2025 02:44 WIB

    Bubur Peca yang bakal jadi warisan budaya tak benda Kota Samarinda, baru disajikan di momen tertentu. (Foto: Tria/Seputarfakta.com)

    Samarinda – Bubur peca, sajian khas tradisional Samarinda kian mendekati pengakuan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Sajian Istimewa ini ikut dihidangkan dalam rangkaian ziarah ke makam pendiri Kota Samarinda, La Mohang Daeng Mangkona, Jumat (24/1/2025) lalu sebagai bagian dari perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Samarinda ke-65.  

    Hidangan bubur peca, yang telah diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat khususnya di Samarinda Seberang ini menjadi salah satu identitas kuliner lokal yang sarat nilai budaya. Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Samarinda, Barlin Hady Kesuma, menjelaskan bahwa proses pengajuan bubur peca sebagai WBTB telah dimulai sejak tahun lalu.  

    Bahkan, pihaknya sudah menggelar workshop, menerbitkan buku, hingga membuat video dokumentasi sebagai bagian dari persyaratan pengajuan. "Sekarang tinggal menunggu hasil kajian dari Pemprov Kaltim,” ujar Barlin.  

    Ia optimis bubur peca layak mendapatkan pengakuan tersebut. Selain memiliki cita rasa otentik yang terjaga sejak generasi pertama, menurutnya makanan ini juga memiliki nilai historis dan spiritual yang erat kaitannya dengan masyarakat Samarinda.  

    Sajian legendaris ini pertama kali dipopulerkan di Masjid Shirathal Mustaqiem pada 1960-an hingga 1970-an oleh Salma, generasi pertama penjaga resepnya. Hingga kini, ia menyebut tradisi memasak bubur peca secara bersama-sama tetap dilestarikan, dengan Mardiana, cucu Salma, sebagai pewaris utama.  

    Dibuat dari bahan utama seperti beras, santan, dan ayam suwir, bubur peca biasanya dilengkapi dengan berbagai lauk seperti ikan tongkol, telur, udang, serta kurma. Dalam bahasa Bugis, "peca" berarti lembek, yang mencerminkan tekstur khas dari hidangan ini.  

    Selain menjadi sajian berbuka puasa di Masjid Shirathal Mustaqiem, bubur berwarna kuning ini juga menurutnya menjadi simbol keberagaman tradisi dan kebudayaan Kota Samarinda. Keberadaannya yang tidak diperjualbelikan menambah nilai eksklusif sebagai hidangan tradisional yang hanya tersedia di momen-momen tertentu.  

    Jika berhasil dipatenkan sebagai WBTB, bubur peca tak hanya menjadi kebanggaan Samarinda, tetapi juga memperkaya khazanah kuliner nusantara yang beragam dan penuh makna. “Kami berencana menggelar workshop bersama para chef hotel untuk mengenalkan bubur peca kepada tamu yang datang ke Samarinda,” imbuhnya.  

    (Sf/Mr)

    Tim Editorial

    Connect With Us

    Copyright @ 2023 seputarfakta.com.
    All right reserved

    Kategori

    Informasi

    Bubur Peca Bakal jadi Warisan Budaya Tak Benda Samarinda, Resepnya Diwariskan Turun-temurun

    Seputarfakta.com - Tria -

    Seputar Kaltim

    26 Januari 2025 02:44 WIB

    Bubur Peca yang bakal jadi warisan budaya tak benda Kota Samarinda, baru disajikan di momen tertentu. (Foto: Tria/Seputarfakta.com)

    Samarinda – Bubur peca, sajian khas tradisional Samarinda kian mendekati pengakuan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Sajian Istimewa ini ikut dihidangkan dalam rangkaian ziarah ke makam pendiri Kota Samarinda, La Mohang Daeng Mangkona, Jumat (24/1/2025) lalu sebagai bagian dari perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Samarinda ke-65.  

    Hidangan bubur peca, yang telah diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat khususnya di Samarinda Seberang ini menjadi salah satu identitas kuliner lokal yang sarat nilai budaya. Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Samarinda, Barlin Hady Kesuma, menjelaskan bahwa proses pengajuan bubur peca sebagai WBTB telah dimulai sejak tahun lalu.  

    Bahkan, pihaknya sudah menggelar workshop, menerbitkan buku, hingga membuat video dokumentasi sebagai bagian dari persyaratan pengajuan. "Sekarang tinggal menunggu hasil kajian dari Pemprov Kaltim,” ujar Barlin.  

    Ia optimis bubur peca layak mendapatkan pengakuan tersebut. Selain memiliki cita rasa otentik yang terjaga sejak generasi pertama, menurutnya makanan ini juga memiliki nilai historis dan spiritual yang erat kaitannya dengan masyarakat Samarinda.  

    Sajian legendaris ini pertama kali dipopulerkan di Masjid Shirathal Mustaqiem pada 1960-an hingga 1970-an oleh Salma, generasi pertama penjaga resepnya. Hingga kini, ia menyebut tradisi memasak bubur peca secara bersama-sama tetap dilestarikan, dengan Mardiana, cucu Salma, sebagai pewaris utama.  

    Dibuat dari bahan utama seperti beras, santan, dan ayam suwir, bubur peca biasanya dilengkapi dengan berbagai lauk seperti ikan tongkol, telur, udang, serta kurma. Dalam bahasa Bugis, "peca" berarti lembek, yang mencerminkan tekstur khas dari hidangan ini.  

    Selain menjadi sajian berbuka puasa di Masjid Shirathal Mustaqiem, bubur berwarna kuning ini juga menurutnya menjadi simbol keberagaman tradisi dan kebudayaan Kota Samarinda. Keberadaannya yang tidak diperjualbelikan menambah nilai eksklusif sebagai hidangan tradisional yang hanya tersedia di momen-momen tertentu.  

    Jika berhasil dipatenkan sebagai WBTB, bubur peca tak hanya menjadi kebanggaan Samarinda, tetapi juga memperkaya khazanah kuliner nusantara yang beragam dan penuh makna. “Kami berencana menggelar workshop bersama para chef hotel untuk mengenalkan bubur peca kepada tamu yang datang ke Samarinda,” imbuhnya.  

    (Sf/Mr)