Berpotensi Kena Tegur, Penghasil Limbah B3 di Berau Wajib Setor ke Pengumpul

    Seputarfakta.com - Baiq Eliana -

    Seputar Kaltim

    21 September 2025 06:23 WIB

    Ilustrasi limbah B3. (Foto: freepik)

    Tanjung Redeb - Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Berau menegaskan bahwa setiap penghasil limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), termasuk instansi pelayanan kesehatan dan perusahaan, wajib menyetorkan limbah mereka ke pengumpul yang ada. Jika tidak menyetor limbah B3 ke pengumpul atau melanggar prosedur pengelolaan maka teguran hingga sanksi siap diberikan.

    Kepala Bidang Pengawas Lingkungan Hidup Khusus Limbah B3 DLHK Berau, Reza Pahlevi, menyampaikan bahwa di Kabupaten Berau saat ini terdapat tiga pengumpul limbah B3 resmi yang sudah mengantongi izin operasional.

    "Satu pengumpul berskala nasional ada di Labanan. Sementara dua lainnya berada di Maluang dan Teluk Bayur, yang izinnya dikeluarkan oleh provinsi," ujar Reza beberapa waktu lalu.

    Ia menekankan bahwa setiap limbah B3 yang dihasilkan di Berau harus dilaporkan dan dikelola sesuai prosedur. Salah satunya melalui sistem digital terintegrasi dimana semua aktivitas mulai dari penghasil, pengangkut, hingga pemusnah limbah dapat terpantau oleh pemerintah, mulai dari level kabupaten hingga kementerian.

    "Sistem pelacakan limbah B3 ini berjalan secara berjenjang dan record perjalanannya akan terkoneksi, sehingga mulai dari Kabupaten tahu, provinsi tahu, dan kementerian pun tahu. Jadi, limbah tidak bisa sembarangan dibuang ditempat lain," jelasnya.

    Oleh karena itu, dirinya juga menegaskan bahwa jika ditemukan pelanggaran atau keterlambatan dalam pengelolaan limbah, DLHK dapat memberikan teguran kepada penghasil atau pengumpul yang tidak mematuhi aturan.

    "Jika ada yang tidak sesuai kami bisa memberikan teguran, baik itu ke puskesmas, perusahaan, maupun pengumpulnya," tegasnya.

    Oleh karena itu, untuk memperketat pengawasan, DLHK Berau memperkenalkan sistem bernama Sistem Pelaporan dan Evaluasi Digital (SPEED) dalam Pengelolaan Limbah B3. Ia menjelaskan bahwa sistem ini mewajibkan setiap pihak yang terlibat dalam rantai pengelolaan limbah, termasuk penghasil, pengangkut, pengumpul, pengolah, dan penimbun memiliki akun masing-masing untuk melaporkan aktivitas mereka secara rutin.

    Ia pun menyampaikan terdapat aturan ketat mengenai masa simpan limbah B3 di tangan pengumpul, yakni maksimal 90 hari. Melebihi batas waktu tersebut tanpa proses lanjut, pengumpul bisa dikenai sanksi.

    "Nah, begitu dia lebih dari 90 hari, kami bisa memberikan teguran. Nah, setelah itu dari pengumpul apakah sudah serahkan ke pengolah atau ke pemusnah. Setelah itu berakhir sudah. Berarti limbah itu sudah sesuai dengan pengelolaannya," tuturnya.

    Selain itu, terkait mekanisme pengawasan, dirinya menjelaskan bahwa kewenangan tergantung pada siapa yang mengeluarkan izin.

    "Kalau izinnya dari kabupaten atau kota, maka kami yang mengawasi. Tapi kalau izinnya dari provinsi atau kementerian, maka pengawasannya ada di tangan mereka. Nah terkait ke pemusnah, pengelola dengan penimbun itu memang izinnya langsung kewenangan kementrian, maka maka kementerian yang melakukan pengawasan" tambahnya.

    Namun demikian, Reza menyampaikan bahwa pihak DLHK Berau juga tetap siap mendukung pengawasan lintas wilayah apabila diminta oleh pemerintah provinsi maupun pusat. Sehingga, ia berharap dengan sistem yang terintegrasi dan regulasi yang tegas ini, pengelolaan limbah B3 dapat berjalan lebih tertib dan bertanggung jawab, guna melindungi masyarakat dan lingkungan dari dampak berbahaya limbah tersebut.

    (Sf/Rs)

    Tim Editorial

    Connect With Us

    Copyright @ 2023 seputarfakta.com.
    All right reserved

    Kategori

    Informasi

    Berpotensi Kena Tegur, Penghasil Limbah B3 di Berau Wajib Setor ke Pengumpul

    Seputarfakta.com - Baiq Eliana -

    Seputar Kaltim

    21 September 2025 06:23 WIB

    Ilustrasi limbah B3. (Foto: freepik)

    Tanjung Redeb - Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Berau menegaskan bahwa setiap penghasil limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), termasuk instansi pelayanan kesehatan dan perusahaan, wajib menyetorkan limbah mereka ke pengumpul yang ada. Jika tidak menyetor limbah B3 ke pengumpul atau melanggar prosedur pengelolaan maka teguran hingga sanksi siap diberikan.

    Kepala Bidang Pengawas Lingkungan Hidup Khusus Limbah B3 DLHK Berau, Reza Pahlevi, menyampaikan bahwa di Kabupaten Berau saat ini terdapat tiga pengumpul limbah B3 resmi yang sudah mengantongi izin operasional.

    "Satu pengumpul berskala nasional ada di Labanan. Sementara dua lainnya berada di Maluang dan Teluk Bayur, yang izinnya dikeluarkan oleh provinsi," ujar Reza beberapa waktu lalu.

    Ia menekankan bahwa setiap limbah B3 yang dihasilkan di Berau harus dilaporkan dan dikelola sesuai prosedur. Salah satunya melalui sistem digital terintegrasi dimana semua aktivitas mulai dari penghasil, pengangkut, hingga pemusnah limbah dapat terpantau oleh pemerintah, mulai dari level kabupaten hingga kementerian.

    "Sistem pelacakan limbah B3 ini berjalan secara berjenjang dan record perjalanannya akan terkoneksi, sehingga mulai dari Kabupaten tahu, provinsi tahu, dan kementerian pun tahu. Jadi, limbah tidak bisa sembarangan dibuang ditempat lain," jelasnya.

    Oleh karena itu, dirinya juga menegaskan bahwa jika ditemukan pelanggaran atau keterlambatan dalam pengelolaan limbah, DLHK dapat memberikan teguran kepada penghasil atau pengumpul yang tidak mematuhi aturan.

    "Jika ada yang tidak sesuai kami bisa memberikan teguran, baik itu ke puskesmas, perusahaan, maupun pengumpulnya," tegasnya.

    Oleh karena itu, untuk memperketat pengawasan, DLHK Berau memperkenalkan sistem bernama Sistem Pelaporan dan Evaluasi Digital (SPEED) dalam Pengelolaan Limbah B3. Ia menjelaskan bahwa sistem ini mewajibkan setiap pihak yang terlibat dalam rantai pengelolaan limbah, termasuk penghasil, pengangkut, pengumpul, pengolah, dan penimbun memiliki akun masing-masing untuk melaporkan aktivitas mereka secara rutin.

    Ia pun menyampaikan terdapat aturan ketat mengenai masa simpan limbah B3 di tangan pengumpul, yakni maksimal 90 hari. Melebihi batas waktu tersebut tanpa proses lanjut, pengumpul bisa dikenai sanksi.

    "Nah, begitu dia lebih dari 90 hari, kami bisa memberikan teguran. Nah, setelah itu dari pengumpul apakah sudah serahkan ke pengolah atau ke pemusnah. Setelah itu berakhir sudah. Berarti limbah itu sudah sesuai dengan pengelolaannya," tuturnya.

    Selain itu, terkait mekanisme pengawasan, dirinya menjelaskan bahwa kewenangan tergantung pada siapa yang mengeluarkan izin.

    "Kalau izinnya dari kabupaten atau kota, maka kami yang mengawasi. Tapi kalau izinnya dari provinsi atau kementerian, maka pengawasannya ada di tangan mereka. Nah terkait ke pemusnah, pengelola dengan penimbun itu memang izinnya langsung kewenangan kementrian, maka maka kementerian yang melakukan pengawasan" tambahnya.

    Namun demikian, Reza menyampaikan bahwa pihak DLHK Berau juga tetap siap mendukung pengawasan lintas wilayah apabila diminta oleh pemerintah provinsi maupun pusat. Sehingga, ia berharap dengan sistem yang terintegrasi dan regulasi yang tegas ini, pengelolaan limbah B3 dapat berjalan lebih tertib dan bertanggung jawab, guna melindungi masyarakat dan lingkungan dari dampak berbahaya limbah tersebut.

    (Sf/Rs)