Beras Mahal, DPTPH Kaltim Dukung Singkong jadi Pangan Alternatif

    Seputarfakta.com - Maulana -

    Seputar Kaltim

    29 Februari 2024 11:44 WIB

    Kepala Dinas Pangan, Tanaman Pangan, dan Holtikultura Provinsi Kalimantan Timur, Siti Farisyah Yana saat konferensi pers di WIEK Diskominfo Kaltim. (Foto: Maulana/Seputarfakta.com)

    Samarinda – Dalam upaya mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap beras dan menanggapi tingginya harga beras di Kalimantan Timur (Kaltim), Kepala Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Holtikultura (DPTPH) Kaltim, Siti Farisyah Yana, menyatakan dukungannya terhadap usulan diversifikasi pangan dengan menggunakan singkong sebagai alternatif.

    Menurut Yana, potensi produksi singkong di Kaltim cukup menggembirakan, khususnya di daerah Kutai Kartanegara (Kukar) dan Kutai Barat (Kubar), yang notabene merupakan produsen singkong utama di wilayah tersebut. "Produksi singkong di Kaltim memang tidak bisa sepenuhnya menggantikan beras, namun bisa menjadi pilihan tambahan dengan kontribusi sekitar 20 persen dari total konsumsi," ujar Yana dihubungi di Samarinda, Kamis (29/2/2024).

    Diversifikasi pangan ini diharapkan dapat dilakukan secara bertahap, dengan singkong tidak langsung menjadi makanan pokok utama, melainkan sebagai alternatif atau selingan. "Kami ingin masyarakat secara perlahan bisa mengurangi ketergantungan pada beras. Singkong dan ubi bisa menjadi pilihan dalam proses diversifikasi ini," tambahnya.

    DPTPH Kaltim telah aktif melakukan sosialisasi diversifikasi pangan ini kepada masyarakat, termasuk ke sekolah-sekolah, dengan mengadakan berbagai lomba yang mendorong penggunaan singkong sebagai pengganti beras dan terigu. Yana menekankan bahwa kandungan karbohidrat dalam singkong setara dengan kalori yang ditemukan dalam beras, yaitu sekitar 2.100 kalori.

    Sebelumnya, PJ Gubernur Kaltim, Akmal Malik pada pertemuan Coffee morning ia menyoroti bahwa produksi beras di Kaltim belum mencapai target yang diharapkan. "Dari target 300 ribu ton, kita baru terpenuhi 143 ribu ton. Ini memerlukan langkah strategis seperti perbaikan infrastruktur dan irigasi," ungkap Akmal. Beliau juga menambahkan bahwa salah satu penyebab mahalnya harga beras adalah kendala produksi yang terjadi, terutama saat musim kemarau yang membuat petani kesulitan dalam sistem pengairan.

    Akmal Malik mengajak masyarakat untuk bijak dalam menghadapi situasi ini dengan tidak terlalu bergantung pada beras. "Diversifikasi pangan sangat penting. Nasi kuning yang biasanya menggunakan beras, ke depan bisa dibuat dari singkong. Bahkan soto Banjar pun bisa menggunakan singkong sebagai pengganti nasi," tutur Akmal, menandaskan pentingnya inovasi dalam konsumsi pangan lokal.

    Dengan langkah-langkah ini, pemerintah Kaltim berharap dapat menciptakan ketahanan pangan yang lebih baik dan memberikan alternatif yang sehat bagi masyarakat, sekaligus mendukung petani lokal dalam meningkatkan produksi singkong.

    (Sf/Rs)

    Tim Editorial

    Connect With Us

    Copyright @ 2023 seputarfakta.com.
    All right reserved

    Kategori

    Informasi

    Beras Mahal, DPTPH Kaltim Dukung Singkong jadi Pangan Alternatif

    Seputarfakta.com - Maulana -

    Seputar Kaltim

    29 Februari 2024 11:44 WIB

    Kepala Dinas Pangan, Tanaman Pangan, dan Holtikultura Provinsi Kalimantan Timur, Siti Farisyah Yana saat konferensi pers di WIEK Diskominfo Kaltim. (Foto: Maulana/Seputarfakta.com)

    Samarinda – Dalam upaya mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap beras dan menanggapi tingginya harga beras di Kalimantan Timur (Kaltim), Kepala Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Holtikultura (DPTPH) Kaltim, Siti Farisyah Yana, menyatakan dukungannya terhadap usulan diversifikasi pangan dengan menggunakan singkong sebagai alternatif.

    Menurut Yana, potensi produksi singkong di Kaltim cukup menggembirakan, khususnya di daerah Kutai Kartanegara (Kukar) dan Kutai Barat (Kubar), yang notabene merupakan produsen singkong utama di wilayah tersebut. "Produksi singkong di Kaltim memang tidak bisa sepenuhnya menggantikan beras, namun bisa menjadi pilihan tambahan dengan kontribusi sekitar 20 persen dari total konsumsi," ujar Yana dihubungi di Samarinda, Kamis (29/2/2024).

    Diversifikasi pangan ini diharapkan dapat dilakukan secara bertahap, dengan singkong tidak langsung menjadi makanan pokok utama, melainkan sebagai alternatif atau selingan. "Kami ingin masyarakat secara perlahan bisa mengurangi ketergantungan pada beras. Singkong dan ubi bisa menjadi pilihan dalam proses diversifikasi ini," tambahnya.

    DPTPH Kaltim telah aktif melakukan sosialisasi diversifikasi pangan ini kepada masyarakat, termasuk ke sekolah-sekolah, dengan mengadakan berbagai lomba yang mendorong penggunaan singkong sebagai pengganti beras dan terigu. Yana menekankan bahwa kandungan karbohidrat dalam singkong setara dengan kalori yang ditemukan dalam beras, yaitu sekitar 2.100 kalori.

    Sebelumnya, PJ Gubernur Kaltim, Akmal Malik pada pertemuan Coffee morning ia menyoroti bahwa produksi beras di Kaltim belum mencapai target yang diharapkan. "Dari target 300 ribu ton, kita baru terpenuhi 143 ribu ton. Ini memerlukan langkah strategis seperti perbaikan infrastruktur dan irigasi," ungkap Akmal. Beliau juga menambahkan bahwa salah satu penyebab mahalnya harga beras adalah kendala produksi yang terjadi, terutama saat musim kemarau yang membuat petani kesulitan dalam sistem pengairan.

    Akmal Malik mengajak masyarakat untuk bijak dalam menghadapi situasi ini dengan tidak terlalu bergantung pada beras. "Diversifikasi pangan sangat penting. Nasi kuning yang biasanya menggunakan beras, ke depan bisa dibuat dari singkong. Bahkan soto Banjar pun bisa menggunakan singkong sebagai pengganti nasi," tutur Akmal, menandaskan pentingnya inovasi dalam konsumsi pangan lokal.

    Dengan langkah-langkah ini, pemerintah Kaltim berharap dapat menciptakan ketahanan pangan yang lebih baik dan memberikan alternatif yang sehat bagi masyarakat, sekaligus mendukung petani lokal dalam meningkatkan produksi singkong.

    (Sf/Rs)