Cari disini...
Seputarfakta.com - Muhammad Anshori -
Seputar Kaltim
Prosesi mengulur naga sebelum Belimbur dimulai. (Foto: M.anshori/Seputarfakta.com)
Tenggarong - Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, Adji Mohammad Arifin secara resmi mengeluarkan titah yang menetapkan tata krama pelaksanaan belimbur agar tetap berjalan sesuai nilai adat Kutai.
Belimbur merupakan ritual terakhir sekaligus penanda berakhirnya perayaan Erau Adat Kutai 2025. Dalam tradisi ini, masyarakat saling menyiramkan air sebagai simbol pembersihan diri dari segala keburukan.
Perwakilan dari Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, Pangeran Noto Negoro mengatakan air yang digunakan berasal dari Sungai Mahakam maupun air bersih yang telah disediakan panitia. Makna untuk membersihkan hati, mempererat persaudaraan tanpa membedakan derajat sosial.
Belimbur bukan sekadar basah-basahan, tetapi mengandung makna spiritual, melambangkan kebersihan jiwa serta kerukunan.
"Saat ini belimbur sudah ada aturan barunya, Belimbur hanya boleh dilakukan di sepanjang jalur Kecamatan Tenggarong, mulai dari Tanah Habang Mangkurawang sampai Pal empat Jalan Wolter Monginsidi," kata Pangeran Noto Negoro, Sabtu (27/9/2025).
Selanjutnya, waktu pelaksanaan dibatasi, dimulai pada pukul 11.00-14.00 WITA, hal ini dilakukan agar tidak mengganggu aktivitas masyarakat di luar ritual.
Kemudian, larangan menggunakan air kotor, menyimpan air dalam plastik untuk dilempar kepada masyarakat lainnya, menggunakan pompa air dengan tekanan tinggi.
"Aturan sudah jelas tertulis. Ada juga aturan khusus untuk melindungi lansia, ibu hamil dan balita, mereka tidak boleh disiram dalam prosesi ini," ujarnya.
Pangeran Noto menegaskan belimbur tidak disalahgunakan oleh oknum untuk menjadi ajang mencari kesempatan merusak nilai budaya. Apabila melanggar tata krama maka akan dikenakan sanksi hukum dari pihak Kesultanan Kutai Kartanegara dan hukum positif UU Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Perayaan ini bukan hanya sekadar ajang untuk menyiram air, tetapi ada warisan leluhur yang sarat makna harus tetap dijaga.
"Semoga masyarakat tetap kondusif, saya ingin belimbur menjadi daya tarik utama Pesta Adat Erau sekaligus memperkuat identitas budaya Kutai," tutupnya.
(Sf/Lo)
Tim Editorial
Cari disini...
Seputarfakta.com - Muhammad Anshori -
Seputar Kaltim
Prosesi mengulur naga sebelum Belimbur dimulai. (Foto: M.anshori/Seputarfakta.com)
Tenggarong - Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, Adji Mohammad Arifin secara resmi mengeluarkan titah yang menetapkan tata krama pelaksanaan belimbur agar tetap berjalan sesuai nilai adat Kutai.
Belimbur merupakan ritual terakhir sekaligus penanda berakhirnya perayaan Erau Adat Kutai 2025. Dalam tradisi ini, masyarakat saling menyiramkan air sebagai simbol pembersihan diri dari segala keburukan.
Perwakilan dari Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, Pangeran Noto Negoro mengatakan air yang digunakan berasal dari Sungai Mahakam maupun air bersih yang telah disediakan panitia. Makna untuk membersihkan hati, mempererat persaudaraan tanpa membedakan derajat sosial.
Belimbur bukan sekadar basah-basahan, tetapi mengandung makna spiritual, melambangkan kebersihan jiwa serta kerukunan.
"Saat ini belimbur sudah ada aturan barunya, Belimbur hanya boleh dilakukan di sepanjang jalur Kecamatan Tenggarong, mulai dari Tanah Habang Mangkurawang sampai Pal empat Jalan Wolter Monginsidi," kata Pangeran Noto Negoro, Sabtu (27/9/2025).
Selanjutnya, waktu pelaksanaan dibatasi, dimulai pada pukul 11.00-14.00 WITA, hal ini dilakukan agar tidak mengganggu aktivitas masyarakat di luar ritual.
Kemudian, larangan menggunakan air kotor, menyimpan air dalam plastik untuk dilempar kepada masyarakat lainnya, menggunakan pompa air dengan tekanan tinggi.
"Aturan sudah jelas tertulis. Ada juga aturan khusus untuk melindungi lansia, ibu hamil dan balita, mereka tidak boleh disiram dalam prosesi ini," ujarnya.
Pangeran Noto menegaskan belimbur tidak disalahgunakan oleh oknum untuk menjadi ajang mencari kesempatan merusak nilai budaya. Apabila melanggar tata krama maka akan dikenakan sanksi hukum dari pihak Kesultanan Kutai Kartanegara dan hukum positif UU Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Perayaan ini bukan hanya sekadar ajang untuk menyiram air, tetapi ada warisan leluhur yang sarat makna harus tetap dijaga.
"Semoga masyarakat tetap kondusif, saya ingin belimbur menjadi daya tarik utama Pesta Adat Erau sekaligus memperkuat identitas budaya Kutai," tutupnya.
(Sf/Lo)