Cari disini...
Seputarfakta.com-Lisda -
Seputar Kaltim
Ketua DPRD Kutim, Jimmi. (foto: lisda/seputarfakta.com)
Sangatta - Penurunan APBD Kutai Timur (Kutim) dari Rp9,89 triliun tahun ini menjadi Rp4,86 triliun pada 2026 atau turun Rp5,03 triliun diperkirakan akan berdampak langsung pada keuangan daerah.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutim, Jimmi, menekankan pentingnya meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) untuk mengantisipasi berkurangnya anggaran tersebut.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah Dana Bagi Hasil (DBH) atau profit sharing dari pertambangan batu bara. Menurut Jimmi, potensi profit sharing cukup besar, namun saat ini mengalami penyusutan.
“Kita perlu mendorong profit sharing yang potensinya besar, namun sekarang menyusut. Profit sharing dulu pernah 400 miliar turun jadi 70-80 miliar,” ujar Jimmi.
Ia menambahkan, pemerintah daerah perlu bekerja sama dengan Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) untuk menelusuri penyebab penyusutan tersebut.
Selain itu, belanja pegawai juga terdampak. Tunjangan pegawai disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah.
“Jika keuangan daerah baik, tunjangan meningkat. Namun jika keuangan menurun, tunjangan otomatis ikut berkurang,” jelas Jimmi.
Dengan sejumlah proyek yang telah direncanakan, tunjangan pegawai tahun depan dipastikan akan mengalami penyesuaian atau pemotongan. Meski demikian, pembahasan APBD masih berlangsung selama sebulan ke depan.
"Kita lihat dalam pembahasan nanti. Masih ada waktu satu bulan, jadi ke depannya kita tentukan apa yang menjadi prioritas,” katanya.
Jimmi menegaskan pentingnya pemerintah daerah mencari sumber pendapatan lain untuk menjaga stabilitas keuangan, seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), kendaraan bermotor, dan profit sharing dari perusahaan lain.
Langkah ini menurutnya krusial untuk memastikan kelangsungan pembangunan dan pelayanan publik tetap terjaga meski APBD mengalami penurunan.
(Sf/Rs)
Tim Editorial
Cari disini...
Seputarfakta.com-Lisda -
Seputar Kaltim

Ketua DPRD Kutim, Jimmi. (foto: lisda/seputarfakta.com)
Sangatta - Penurunan APBD Kutai Timur (Kutim) dari Rp9,89 triliun tahun ini menjadi Rp4,86 triliun pada 2026 atau turun Rp5,03 triliun diperkirakan akan berdampak langsung pada keuangan daerah.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutim, Jimmi, menekankan pentingnya meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) untuk mengantisipasi berkurangnya anggaran tersebut.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah Dana Bagi Hasil (DBH) atau profit sharing dari pertambangan batu bara. Menurut Jimmi, potensi profit sharing cukup besar, namun saat ini mengalami penyusutan.
“Kita perlu mendorong profit sharing yang potensinya besar, namun sekarang menyusut. Profit sharing dulu pernah 400 miliar turun jadi 70-80 miliar,” ujar Jimmi.
Ia menambahkan, pemerintah daerah perlu bekerja sama dengan Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) untuk menelusuri penyebab penyusutan tersebut.
Selain itu, belanja pegawai juga terdampak. Tunjangan pegawai disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah.
“Jika keuangan daerah baik, tunjangan meningkat. Namun jika keuangan menurun, tunjangan otomatis ikut berkurang,” jelas Jimmi.
Dengan sejumlah proyek yang telah direncanakan, tunjangan pegawai tahun depan dipastikan akan mengalami penyesuaian atau pemotongan. Meski demikian, pembahasan APBD masih berlangsung selama sebulan ke depan.
"Kita lihat dalam pembahasan nanti. Masih ada waktu satu bulan, jadi ke depannya kita tentukan apa yang menjadi prioritas,” katanya.
Jimmi menegaskan pentingnya pemerintah daerah mencari sumber pendapatan lain untuk menjaga stabilitas keuangan, seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), kendaraan bermotor, dan profit sharing dari perusahaan lain.
Langkah ini menurutnya krusial untuk memastikan kelangsungan pembangunan dan pelayanan publik tetap terjaga meski APBD mengalami penurunan.
(Sf/Rs)