Cari disini...
Seputarfakta.com-Lisda -
Seputar Kaltim
Wakil Ketua II DPRD Kutim, Prayunita Utami, (foto istimewa)
Sangatta - Keterlambatan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025 kembali menjadi sorotan tajam dari DPRD Kutai Timur (Kutim). Wakil Ketua II DPRD Kutim, Prayunita Utami, menilai kondisi ini bukan sekadar persoalan teknis, melainkan menunjukkan adanya krisis komunikasi politik dan lemahnya tata kelola fiskal di tubuh pemerintah daerah.
Prayunita menyampaikan bahwa meskipun APBD 2025 telah disahkan sejak November tahun lalu, hingga pertengahan Juli ini belum terlihat progres pembangunan yang signifikan. Ia menyoroti bahwa realisasi anggaran masih didominasi oleh belanja operasional, sementara belanja modal yang seharusnya berdampak langsung pada masyarakat justru nyaris tidak berjalan.
Menurutnya, pemerintah daerah juga belum menyampaikan dokumen Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) perubahan kepada DPRD, padahal sesuai aturan dalam Permendagri, dokumen tersebut seharusnya sudah masuk paling lambat bulan Juli.
“Saya khawatir bukan hanya pembangunan yang tertunda, tapi juga kepercayaan publik yang makin terkikis. Pemerintah terlihat bekerja secara tertutup, tanpa transparansi dan tanpa kemitraan yang sehat dengan legislatif,” kata Prayunita.
Ia juga menyoroti beberapa penyebab keterlambatan tersebut, seperti lambatnya respons dari Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), mekanisme pemangkasan anggaran yang tidak transparan, serta minimnya akomodasi terhadap aspirasi DPRD dalam proses penyusunan anggaran.
“Ketika TAPD tidak mampu merespons perubahan fiskal secara cepat, dan komunikasi anggaran berubah menjadi keputusan sepihak, DPRD hanya menjadi penonton. Ini sangat berbahaya bagi demokrasi lokal,” tegasnya.
Informasi yang beredar menyebutkan bahwa pemangkasan anggaran dilakukan sebagai bagian dari arahan efisiensi dari pemerintah pusat. Namun dalam pelaksanaannya, sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) kesulitan menyusun ulang program karena tidak ada koordinasi yang memadai.
Prayunita meminta Bupati dan Sekda sebagai pimpinan TAPD untuk lebih tegas menghadapi masalah internal yang memperlambat proses anggaran. Ia juga menilai perlunya teguran bagi pejabat TAPD yang dinilai tidak bekerja secara optimal.
Kondisi ini dianggap tidak masuk akal karena APBD 2025 belum berjalan, namun pemerintah daerah sudah memulai pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029.
“RPJMD adalah dokumen strategis yang seharusnya dibangun dari evaluasi dan pengalaman pelaksanaan APBD sebelumnya. Kalau APBD saja belum berjalan, lalu apa dasar evaluasi dan proyeksinya?” ujarnya mempertanyakan.
Ia menekankan pentingnya ketepatan waktu dalam proses pembahasan dan pelaksanaan anggaran agar pembangunan tidak stagnan dan pelayanan publik tetap berjalan. Menurutnya, keterlambatan ini berpotensi menciptakan ketidakpastian bagi pelaku usaha dan masyarakat luas.
Wakil Ketua II DPRD meminta Pemkab Kutim untuk membuka ruang dialog yang setara dan jujur dengan DPRD demi menyelamatkan sisa waktu tahun anggaran ini.
“Jangan sampai DPRD justru disalahkan karena keterlambatan ini. Pemerintah harus membuka ruang dialog yang jujur dan setara, Kita butuh keberanian untuk berbenah, bukan sekadar alasan atau formalitas jika memang ada masalah ditubuh TAPD maka harus segera diselesaikan," pungkasnya
(Sf/Rs)
Tim Editorial
Cari disini...
Seputarfakta.com-Lisda -
Seputar Kaltim
Wakil Ketua II DPRD Kutim, Prayunita Utami, (foto istimewa)
Sangatta - Keterlambatan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025 kembali menjadi sorotan tajam dari DPRD Kutai Timur (Kutim). Wakil Ketua II DPRD Kutim, Prayunita Utami, menilai kondisi ini bukan sekadar persoalan teknis, melainkan menunjukkan adanya krisis komunikasi politik dan lemahnya tata kelola fiskal di tubuh pemerintah daerah.
Prayunita menyampaikan bahwa meskipun APBD 2025 telah disahkan sejak November tahun lalu, hingga pertengahan Juli ini belum terlihat progres pembangunan yang signifikan. Ia menyoroti bahwa realisasi anggaran masih didominasi oleh belanja operasional, sementara belanja modal yang seharusnya berdampak langsung pada masyarakat justru nyaris tidak berjalan.
Menurutnya, pemerintah daerah juga belum menyampaikan dokumen Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) perubahan kepada DPRD, padahal sesuai aturan dalam Permendagri, dokumen tersebut seharusnya sudah masuk paling lambat bulan Juli.
“Saya khawatir bukan hanya pembangunan yang tertunda, tapi juga kepercayaan publik yang makin terkikis. Pemerintah terlihat bekerja secara tertutup, tanpa transparansi dan tanpa kemitraan yang sehat dengan legislatif,” kata Prayunita.
Ia juga menyoroti beberapa penyebab keterlambatan tersebut, seperti lambatnya respons dari Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), mekanisme pemangkasan anggaran yang tidak transparan, serta minimnya akomodasi terhadap aspirasi DPRD dalam proses penyusunan anggaran.
“Ketika TAPD tidak mampu merespons perubahan fiskal secara cepat, dan komunikasi anggaran berubah menjadi keputusan sepihak, DPRD hanya menjadi penonton. Ini sangat berbahaya bagi demokrasi lokal,” tegasnya.
Informasi yang beredar menyebutkan bahwa pemangkasan anggaran dilakukan sebagai bagian dari arahan efisiensi dari pemerintah pusat. Namun dalam pelaksanaannya, sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) kesulitan menyusun ulang program karena tidak ada koordinasi yang memadai.
Prayunita meminta Bupati dan Sekda sebagai pimpinan TAPD untuk lebih tegas menghadapi masalah internal yang memperlambat proses anggaran. Ia juga menilai perlunya teguran bagi pejabat TAPD yang dinilai tidak bekerja secara optimal.
Kondisi ini dianggap tidak masuk akal karena APBD 2025 belum berjalan, namun pemerintah daerah sudah memulai pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029.
“RPJMD adalah dokumen strategis yang seharusnya dibangun dari evaluasi dan pengalaman pelaksanaan APBD sebelumnya. Kalau APBD saja belum berjalan, lalu apa dasar evaluasi dan proyeksinya?” ujarnya mempertanyakan.
Ia menekankan pentingnya ketepatan waktu dalam proses pembahasan dan pelaksanaan anggaran agar pembangunan tidak stagnan dan pelayanan publik tetap berjalan. Menurutnya, keterlambatan ini berpotensi menciptakan ketidakpastian bagi pelaku usaha dan masyarakat luas.
Wakil Ketua II DPRD meminta Pemkab Kutim untuk membuka ruang dialog yang setara dan jujur dengan DPRD demi menyelamatkan sisa waktu tahun anggaran ini.
“Jangan sampai DPRD justru disalahkan karena keterlambatan ini. Pemerintah harus membuka ruang dialog yang jujur dan setara, Kita butuh keberanian untuk berbenah, bukan sekadar alasan atau formalitas jika memang ada masalah ditubuh TAPD maka harus segera diselesaikan," pungkasnya
(Sf/Rs)