Cari disini...
Seputarfakta.com - Baiq Eliana -
Seputar Kaltim
Ketua KPU Berau, Budi Harianto. (Foto: Baiq Eliana/seputarfakta.com)
Tanjung Redeb - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Berau menanggapi terkait kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan salah satu oknum anggota KPU berinisial ARD.
Diketahui, pria berinisial ARD berurusan dengan aparat hukum karena diduga melakukan pengancaman terhadap teman wanita dengan foto syur.
Ketua KPU Berau, Budi Harianto, mengatakan bahwa sebenarnya dirinya pun awalnya tidak mengetahui secara langsung terkait kasus tersebut dan tidak tahu detail pastinya kasus tersebut.
"Saya sendiri awalnya tidak tahu secara pasti termasuk siapa yang terlibat di dalamnya. Saya mengetahuinya dari media. Baru setelah saya telusuri, saya dapat informasi bahwa orang tersebut sudah dalam status penahanan," kata Budi.
Ia pun menyampaikan bahwa KPU Berau telah berkoordinasi dengan KPU Provinsi Kalimantan Timur mengenai kasus tersebut. karena ketika ada penyelenggara pemilu yang ditetapkan sebagai tersangka atau ditahan, maka KPU Provinsi lah yang memiliki kewenangan untuk memberi keputusan.
"Kami di tingkat kabupaten hanya melaporkan ke KPU provinsi. Selanjutnya, KPU Provinsi yang punya kewenangan menentukan langkah apa yang akan diambil. Sementara, ARD dinonaktifkan sembari proses berjalan," jelasnya.
Sementara itu, dirinya pun menyatakan kesiapannya untuk bersikap kooperatif jika dipanggil oleh instansi terkait untuk memberikan keterangan.
"Kalau memang diperlukan, saya siap hadir untuk memberi penjelasan. Tapi sampai saat ini belum ada surat resmi," katanya.
Ia menyebut yang menjadifokus utama KPU adalah memastikan tahapan pilkada berjalan lancar. Dan semua komisioner bekerja sesuai divisinya masing-masing. Sehingga untuk urusan pribadi menjadi urusan masing-masing anggota, dirinya pun tidak bisa ikut serta dalam urusan pribadi karena hal tersebut menyangkut privasi kehidupan.
"Kami fokus menyukseskan pilkada. Urusan pribadi terkait kasus, kami serahkan kepada proses hukum yang sedang berjalan," ujarnya.
Kendati demikian, Budi menegaskan bahwa KPU memiliki sistem pengawasan internal, namun tetap mengikuti mekanisme sesuai Undang-Undang dan Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
"Pelanggaran etik tidak mengenal batas waktu, dan segala keputusan terkait pemberhentian atau pengaktifan kembali anggota penyelenggara pemilu ada di tangan KPU Provinsi atau KPU RI," tandasnya.
(Sf/Rs)
Tim Editorial
Cari disini...
Seputarfakta.com - Baiq Eliana -
Seputar Kaltim
Ketua KPU Berau, Budi Harianto. (Foto: Baiq Eliana/seputarfakta.com)
Tanjung Redeb - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Berau menanggapi terkait kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan salah satu oknum anggota KPU berinisial ARD.
Diketahui, pria berinisial ARD berurusan dengan aparat hukum karena diduga melakukan pengancaman terhadap teman wanita dengan foto syur.
Ketua KPU Berau, Budi Harianto, mengatakan bahwa sebenarnya dirinya pun awalnya tidak mengetahui secara langsung terkait kasus tersebut dan tidak tahu detail pastinya kasus tersebut.
"Saya sendiri awalnya tidak tahu secara pasti termasuk siapa yang terlibat di dalamnya. Saya mengetahuinya dari media. Baru setelah saya telusuri, saya dapat informasi bahwa orang tersebut sudah dalam status penahanan," kata Budi.
Ia pun menyampaikan bahwa KPU Berau telah berkoordinasi dengan KPU Provinsi Kalimantan Timur mengenai kasus tersebut. karena ketika ada penyelenggara pemilu yang ditetapkan sebagai tersangka atau ditahan, maka KPU Provinsi lah yang memiliki kewenangan untuk memberi keputusan.
"Kami di tingkat kabupaten hanya melaporkan ke KPU provinsi. Selanjutnya, KPU Provinsi yang punya kewenangan menentukan langkah apa yang akan diambil. Sementara, ARD dinonaktifkan sembari proses berjalan," jelasnya.
Sementara itu, dirinya pun menyatakan kesiapannya untuk bersikap kooperatif jika dipanggil oleh instansi terkait untuk memberikan keterangan.
"Kalau memang diperlukan, saya siap hadir untuk memberi penjelasan. Tapi sampai saat ini belum ada surat resmi," katanya.
Ia menyebut yang menjadifokus utama KPU adalah memastikan tahapan pilkada berjalan lancar. Dan semua komisioner bekerja sesuai divisinya masing-masing. Sehingga untuk urusan pribadi menjadi urusan masing-masing anggota, dirinya pun tidak bisa ikut serta dalam urusan pribadi karena hal tersebut menyangkut privasi kehidupan.
"Kami fokus menyukseskan pilkada. Urusan pribadi terkait kasus, kami serahkan kepada proses hukum yang sedang berjalan," ujarnya.
Kendati demikian, Budi menegaskan bahwa KPU memiliki sistem pengawasan internal, namun tetap mengikuti mekanisme sesuai Undang-Undang dan Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
"Pelanggaran etik tidak mengenal batas waktu, dan segala keputusan terkait pemberhentian atau pengaktifan kembali anggota penyelenggara pemilu ada di tangan KPU Provinsi atau KPU RI," tandasnya.
(Sf/Rs)