Anggota DPRD Samarinda Nilai Hutan Pendidikan Unmul Ditambang adalah Kecolongan 

    Seputarfakta.com - Tria -

    Seputar Kaltim

    09 April 2025 02:39 WIB

    Ketua Komisi III DPRD Kota Samarinda, Deni Hakim Anwar. (Foto: Tria/Seputarfakta.com)

    Samarinda – Komisi III DPRD Kota Samarinda menyoroti lemahnya pengawasan terhadap aktivitas pertambangan di daerah, menyusul munculnya masalah dugaan tambang ilegal di kawasan Kebun Raya Universitas Mulawarman (Unmul) di Samarinda yang masuk dalam wilayah Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK). 

    Ketua Komisi III, Deni Hakim Anwar, menilai kejadian ini menunjukkan celah besar dalam sistem pemantauan yang sebagian besar kewenangannya berada di tangan pemerintah pusat.

    “Ketika terjadi aktivitas ilegal seperti ini, jelas menunjukkan bahwa baik provinsi maupun pusat kecolongan. Karena tidak terpantau,” ujar Deni. 

    Sebagaimana diketahui, kawasan yang disebut-sebut terdampak tambang ilegal ini merupakan wilayah konservasi dengan luas sekitar 300 hektare yang seharusnya berfungsi sebagai hutan pendidikan. 

    Namun, belakangan muncul aktivitas tambang ilegal di kawasan tersebut, sekitar 3,5 hektare lahan sudah terkupas. 

    Namun hingga kini, Komisi III belum melakukan inspeksi ke lokasi karena kendala cuaca dan keterbatasan informasi soal titik pasti tambang tersebut. Sidak yang dilakukan sebelumnya hanya mencakup wilayah Palaran dan perusahaan tambang PT Lana yang lokasinya cukup jauh dari dugaan aktivitas ilegal itu.

    Penanganan kasus ini berada di bawah kewenangan pemerintah pusat yakni Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) serta Inspektur Tambang. 

    Karenanya, ia menyarankan agar semua pihak menunggu hasil investigasi resmi, mengingat hingga saat ini belum diketahui siapa pelaku atau perusahaan yang diduga melakukan penambangan tanpa izin di kawasan tersebut.

    Berbagai pihak baik dari pusat maupun provinsi juga telah turun ke lapangan bersama dengan Rektor Unmul untuk menilik hutan tersebut. 

    Politisi Partai Gerindra ini juga menyoroti kebijakan perizinan tambang yang sepenuhnya ditarik ke pusat, membuat daerah kesulitan melakukan pengawasan efektif. 

    “Kami tidak meminta perizinan dikembalikan ke daerah, tetapi setidaknya daerah dilibatkan dalam pengawasan agar ada tanggung jawab bersama. Jangan sampai pusat yang keluarkan izin, pusat juga yang nikmati, sedangkan daerah hanya menanggung kerusakan,” tegasnya.


    Sehingga, ia berharap ke depan ada pola komunikasi dan koordinasi dua arah antara pusat, provinsi, dan pemerintah daerah dalam pengelolaan tambang. 

    Hal ini menurutnya penting, mengingat Kalimantan Timur masih sangat bergantung pada sektor pertambangan, namun memiliki risiko besar terhadap kerusakan lingkungan jika pengawasan tidak dilakukan secara ketat dan kolaboratif.

    "Karena bagaimanapun void yang ditimbulkan tidak sebanding dengan jumlah yang menjadi jaminan reklamasi kita," pungkas Deni. 

    (Sf/Rs)

    Tim Editorial

    Connect With Us

    Copyright @ 2023 seputarfakta.com.
    All right reserved

    Kategori

    Informasi

    Anggota DPRD Samarinda Nilai Hutan Pendidikan Unmul Ditambang adalah Kecolongan 

    Seputarfakta.com - Tria -

    Seputar Kaltim

    09 April 2025 02:39 WIB

    Ketua Komisi III DPRD Kota Samarinda, Deni Hakim Anwar. (Foto: Tria/Seputarfakta.com)

    Samarinda – Komisi III DPRD Kota Samarinda menyoroti lemahnya pengawasan terhadap aktivitas pertambangan di daerah, menyusul munculnya masalah dugaan tambang ilegal di kawasan Kebun Raya Universitas Mulawarman (Unmul) di Samarinda yang masuk dalam wilayah Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK). 

    Ketua Komisi III, Deni Hakim Anwar, menilai kejadian ini menunjukkan celah besar dalam sistem pemantauan yang sebagian besar kewenangannya berada di tangan pemerintah pusat.

    “Ketika terjadi aktivitas ilegal seperti ini, jelas menunjukkan bahwa baik provinsi maupun pusat kecolongan. Karena tidak terpantau,” ujar Deni. 

    Sebagaimana diketahui, kawasan yang disebut-sebut terdampak tambang ilegal ini merupakan wilayah konservasi dengan luas sekitar 300 hektare yang seharusnya berfungsi sebagai hutan pendidikan. 

    Namun, belakangan muncul aktivitas tambang ilegal di kawasan tersebut, sekitar 3,5 hektare lahan sudah terkupas. 

    Namun hingga kini, Komisi III belum melakukan inspeksi ke lokasi karena kendala cuaca dan keterbatasan informasi soal titik pasti tambang tersebut. Sidak yang dilakukan sebelumnya hanya mencakup wilayah Palaran dan perusahaan tambang PT Lana yang lokasinya cukup jauh dari dugaan aktivitas ilegal itu.

    Penanganan kasus ini berada di bawah kewenangan pemerintah pusat yakni Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) serta Inspektur Tambang. 

    Karenanya, ia menyarankan agar semua pihak menunggu hasil investigasi resmi, mengingat hingga saat ini belum diketahui siapa pelaku atau perusahaan yang diduga melakukan penambangan tanpa izin di kawasan tersebut.

    Berbagai pihak baik dari pusat maupun provinsi juga telah turun ke lapangan bersama dengan Rektor Unmul untuk menilik hutan tersebut. 

    Politisi Partai Gerindra ini juga menyoroti kebijakan perizinan tambang yang sepenuhnya ditarik ke pusat, membuat daerah kesulitan melakukan pengawasan efektif. 

    “Kami tidak meminta perizinan dikembalikan ke daerah, tetapi setidaknya daerah dilibatkan dalam pengawasan agar ada tanggung jawab bersama. Jangan sampai pusat yang keluarkan izin, pusat juga yang nikmati, sedangkan daerah hanya menanggung kerusakan,” tegasnya.


    Sehingga, ia berharap ke depan ada pola komunikasi dan koordinasi dua arah antara pusat, provinsi, dan pemerintah daerah dalam pengelolaan tambang. 

    Hal ini menurutnya penting, mengingat Kalimantan Timur masih sangat bergantung pada sektor pertambangan, namun memiliki risiko besar terhadap kerusakan lingkungan jika pengawasan tidak dilakukan secara ketat dan kolaboratif.

    "Karena bagaimanapun void yang ditimbulkan tidak sebanding dengan jumlah yang menjadi jaminan reklamasi kita," pungkas Deni. 

    (Sf/Rs)