Cari disini...
Seputarfakta.com - Muhammad Anshori -
Seputar Kaltim
Galian tambang di Desa Rapak Lambur, Kecamatan Tenggarong. (Foto:M.anshori/Seputarfakta.com)
Tenggarong - Warga Desa Rapak Lambur, Kecamatan Tenggarong, Kutai Kartanegara (Kukar) mengeluhkan aktivitas tambang batu bara yang diduga ilegal di wilayah tersebut.
Sebab selain merusak alam, aktivitas tambang ilegal juga berdampak pada lahan pertanian, khususnya sawah milik warga Desa Rapak Lambur karena jaraknya hanya beberapa puluh meter saja.
Ini diungkap seorang warga yang tidak ingin disebutkan namanya. Ia menyebut penambangan ilegal telah beroperasi sejak tiga bulan terakhir dan dilakukan tepat dibelakang rumahnya yang berjarak hanya sekitar 15 meter.
Ia mengaku ada tiga RT yang terdampak akibat penambangan tersebut, yakni RT 10, RT 12 dan RT 13. "Ada empat penambang di sini yang tidak bisa kita hentikan aktivitsasnya," ungkapnya, Rabu (17/1/2024).
Lubang akibat aktivitas tambang itu kini sudah selebar 50 meter dengan kedalaman 15 meter. Lokasi tersebut, kata dia, merupakan area perkebunan dan persawahan, namun saat adanya aktivitas penambang itu menjadi rusak sehingga membuat warga rugi.
"Lahan kami di belakang ini kena dampaknya sekitar seperempat hektare (Ha), kini kami tak bisa berkebun dan bersawah. Padahal itu lahan untuk mencari nafkah," jelasnya.
Ia menyebut warga juga telah berinisiatif untuk melakukan aksi demo, tapi dihadang preman dari pihak penambang.
"Kemarin mereka sebut mau bertanggung jawab, tapi sampai saat ini tidak ada juga. Saat kami demo, malah dihadang preman," ucapnya.
Akibat Aktivitas penambangan itu, lanjut dia, menyebabkan longsor serta banjir yang akibat aliran air yang tertutup. "Membahayakan bagi kami, apalagi saat ini musim hujan. Banjir sampai naik ke pemukiman warga, soalnya tertutup aliran airnya," ujarnya.
Ia menegaskan warga sangat menolak penambangan ilegal ini. Hanya ada beberapa orang saja yang setuju karena mereka adalah pemilik lahan tersebut dan bukan warga Desa Rapak Lambur.
"Warga yang tinggal di sini menolak adanya aktivitas itu. Mereka yang setuju hanya mereka pemilik lahan, tapi mereka tak tinggal di sini," tutupnya.
(Sf/By)
Tim Editorial
Cari disini...
Seputarfakta.com - Muhammad Anshori -
Seputar Kaltim

Galian tambang di Desa Rapak Lambur, Kecamatan Tenggarong. (Foto:M.anshori/Seputarfakta.com)
Tenggarong - Warga Desa Rapak Lambur, Kecamatan Tenggarong, Kutai Kartanegara (Kukar) mengeluhkan aktivitas tambang batu bara yang diduga ilegal di wilayah tersebut.
Sebab selain merusak alam, aktivitas tambang ilegal juga berdampak pada lahan pertanian, khususnya sawah milik warga Desa Rapak Lambur karena jaraknya hanya beberapa puluh meter saja.
Ini diungkap seorang warga yang tidak ingin disebutkan namanya. Ia menyebut penambangan ilegal telah beroperasi sejak tiga bulan terakhir dan dilakukan tepat dibelakang rumahnya yang berjarak hanya sekitar 15 meter.
Ia mengaku ada tiga RT yang terdampak akibat penambangan tersebut, yakni RT 10, RT 12 dan RT 13. "Ada empat penambang di sini yang tidak bisa kita hentikan aktivitsasnya," ungkapnya, Rabu (17/1/2024).
Lubang akibat aktivitas tambang itu kini sudah selebar 50 meter dengan kedalaman 15 meter. Lokasi tersebut, kata dia, merupakan area perkebunan dan persawahan, namun saat adanya aktivitas penambang itu menjadi rusak sehingga membuat warga rugi.
"Lahan kami di belakang ini kena dampaknya sekitar seperempat hektare (Ha), kini kami tak bisa berkebun dan bersawah. Padahal itu lahan untuk mencari nafkah," jelasnya.
Ia menyebut warga juga telah berinisiatif untuk melakukan aksi demo, tapi dihadang preman dari pihak penambang.
"Kemarin mereka sebut mau bertanggung jawab, tapi sampai saat ini tidak ada juga. Saat kami demo, malah dihadang preman," ucapnya.
Akibat Aktivitas penambangan itu, lanjut dia, menyebabkan longsor serta banjir yang akibat aliran air yang tertutup. "Membahayakan bagi kami, apalagi saat ini musim hujan. Banjir sampai naik ke pemukiman warga, soalnya tertutup aliran airnya," ujarnya.
Ia menegaskan warga sangat menolak penambangan ilegal ini. Hanya ada beberapa orang saja yang setuju karena mereka adalah pemilik lahan tersebut dan bukan warga Desa Rapak Lambur.
"Warga yang tinggal di sini menolak adanya aktivitas itu. Mereka yang setuju hanya mereka pemilik lahan, tapi mereka tak tinggal di sini," tutupnya.
(Sf/By)