Cari disini...
Seputarfakta.com - Maulana -
Seputar Kaltim
Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Fahutan Unmul yang baru saja terkena imbas dari adanya tambang ilegal. (Foto: HO-Dinas ESDM)
Samarinda - Kasus dugaan penambangan ilegal di kawasan Universitas Mulawarman (Unmul) menyimpan sejumlah fakta menarik yang mungkin belum banyak diketahui publik.
Bukan sekadar penyerobotan lahan biasa, praktik haram ini ternyata telah menjadi perhatian, karena kawasan yang diserobot tambang ilegal ini merupakan kawasan konservasi.
Berikut 5 fakta seputar tambang ilegal di kawasan konservasi Unmul:
1. Keliru Kaprah! Bukan KRUS, Tapi KHDTK
Selama ini, sebagian masyarakat mungkin mengenal kawasan hijau di sekitar Unmul sebagai Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS).
Namun, faktanya, penyebutan ini kurang tepat dan mengaburkan fungsi sebenarnya dari kawasan tersebut.
Dosen Fakultas Kehutanan (Fahutan) Unmul, Rustam Fahmy, meluruskan bahwa nama yang benar dan memiliki dasar hukum adalah Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Diklat Kehutanan Fahutan Unmul.
Penyebutan KRUS, kata dia, merupakan peninggalan Wali Kota Samarinda Periode 2000 - 2005, penyebutan tersebut lebih merupakan jargon pemasaran pariwisata dan tidak memiliki dasar Surat Keputusan (SK) yang jelas.
"Kesalahpahaman penyebutan ini justru menutupi betapa seriusnya ancaman penambangan ilegal terhadap kawasan konservasi yang seharusnya dilindungi," ujar Rustam.
2. Indikasi Penyerobotan Terendus Sejak 2024, Laporan Tak Kunjung Ditindaklanjuti
Aktivitas mencurigakan yang mengarah pada penambangan ilegal ini ternyata bukan fenomena baru. Rustam Fahmy mengungkapkan bahwa indikasi penyerobotan lahan KHDTK sudah mulai terlihat sejak tahun 2024.
Pihak Fahutan Unmul bahkan telah melaporkan temuan ini secara resmi kepada Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Kalimantan pada 13 Agustus 2024.
Sayangnya, hingga kini, laporan tersebut terkesan jalan di tempat dan belum ada tindakan signifikan yang diambil oleh pihak berwenang. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai keseriusan penegakan hukum lingkungan.
3. Modus Operandi Terstruktur, Menggerogoti Lahan Sedikit Demi Sedikit Hingga Puluhan Meter
Praktik penambangan ilegal di KHDTK Unmul diduga dilakukan dengan modus operandi yang terstruktur dan sistematis. Menurut Rustam, para pelaku tidak langsung membuka lahan dalam skala besar, melainkan "menggarap pelan-pelan" hingga batas kawasan konservasi.
Ironisnya, aktivitas penambangan ini terus berlanjut hingga mencapai kedalaman puluhan meter, menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah dan memicu terjadinya longsor di area KHDTK.
"Skala kerusakan yang terungkap melalui pemetaan drone mencapai 3,2 hektare, sebuah angka yang signifikan mengingat total luas KHDTK yang hanya sekitar 300 hektare," ujarnya.
4. Perusahaan Berizin Diduga Jadi Dalang, tapi Melampaui Batas Konsesi
Fakta menarik lainnya adalah dugaan keterlibatan perusahaan tambang yang sebenarnya memiliki izin usaha pertambangan (IUP).
Namun, masalahnya terletak pada aktivitas mereka yang meluas di luar batas konsesi resmi dan justru memasuki kawasan KHDTK Unmul.
Kepala Dinas ESDM Kaltim, Bambang Arwanto, membenarkan adanya indikasi penyerobotan ini dan menegaskan bahwa aktivitas penambangan di luar izin resmi jelas merupakan tindakan ilegal dan mengandung unsur pidana.
Dugaan sementara mengarah pada KSO Putera Mahakam Mandiri sebagai pihak yang melakukan aktivitas penambangan di kawasan terlarang tersebut.
5. Bukan Sekadar KRUS, Ini Jantung Konservasi Satwa Dilindungi
Banyak yang mengenal kawasan hijau di sekitar Unmul sebagai Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS). Namun, faktanya, identitas sebenarnya kawasan ini jauh lebih penting dan dilindungi.
Menurut Rustam, kawasan seluas kurang lebih 300 hektare ini secara resmi berstatus Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Diklat Kehutanan Fahutan Unmul.
Status ini menjadikannya zona konservasi krusial yang menjadi rumah bagi berbagai satwa dilindungi seperti orang utan, beruang madu, dan bahkan Pesut Mahakam yang ikonik.
Penambangan ilegal di area ini bukan hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengancam keberlangsungan hidup satwa-satwa langka tersebut.
(Sf/Rs)
Tim Editorial
Cari disini...
Seputarfakta.com - Maulana -
Seputar Kaltim
Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Fahutan Unmul yang baru saja terkena imbas dari adanya tambang ilegal. (Foto: HO-Dinas ESDM)
Samarinda - Kasus dugaan penambangan ilegal di kawasan Universitas Mulawarman (Unmul) menyimpan sejumlah fakta menarik yang mungkin belum banyak diketahui publik.
Bukan sekadar penyerobotan lahan biasa, praktik haram ini ternyata telah menjadi perhatian, karena kawasan yang diserobot tambang ilegal ini merupakan kawasan konservasi.
Berikut 5 fakta seputar tambang ilegal di kawasan konservasi Unmul:
1. Keliru Kaprah! Bukan KRUS, Tapi KHDTK
Selama ini, sebagian masyarakat mungkin mengenal kawasan hijau di sekitar Unmul sebagai Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS).
Namun, faktanya, penyebutan ini kurang tepat dan mengaburkan fungsi sebenarnya dari kawasan tersebut.
Dosen Fakultas Kehutanan (Fahutan) Unmul, Rustam Fahmy, meluruskan bahwa nama yang benar dan memiliki dasar hukum adalah Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Diklat Kehutanan Fahutan Unmul.
Penyebutan KRUS, kata dia, merupakan peninggalan Wali Kota Samarinda Periode 2000 - 2005, penyebutan tersebut lebih merupakan jargon pemasaran pariwisata dan tidak memiliki dasar Surat Keputusan (SK) yang jelas.
"Kesalahpahaman penyebutan ini justru menutupi betapa seriusnya ancaman penambangan ilegal terhadap kawasan konservasi yang seharusnya dilindungi," ujar Rustam.
2. Indikasi Penyerobotan Terendus Sejak 2024, Laporan Tak Kunjung Ditindaklanjuti
Aktivitas mencurigakan yang mengarah pada penambangan ilegal ini ternyata bukan fenomena baru. Rustam Fahmy mengungkapkan bahwa indikasi penyerobotan lahan KHDTK sudah mulai terlihat sejak tahun 2024.
Pihak Fahutan Unmul bahkan telah melaporkan temuan ini secara resmi kepada Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Kalimantan pada 13 Agustus 2024.
Sayangnya, hingga kini, laporan tersebut terkesan jalan di tempat dan belum ada tindakan signifikan yang diambil oleh pihak berwenang. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai keseriusan penegakan hukum lingkungan.
3. Modus Operandi Terstruktur, Menggerogoti Lahan Sedikit Demi Sedikit Hingga Puluhan Meter
Praktik penambangan ilegal di KHDTK Unmul diduga dilakukan dengan modus operandi yang terstruktur dan sistematis. Menurut Rustam, para pelaku tidak langsung membuka lahan dalam skala besar, melainkan "menggarap pelan-pelan" hingga batas kawasan konservasi.
Ironisnya, aktivitas penambangan ini terus berlanjut hingga mencapai kedalaman puluhan meter, menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah dan memicu terjadinya longsor di area KHDTK.
"Skala kerusakan yang terungkap melalui pemetaan drone mencapai 3,2 hektare, sebuah angka yang signifikan mengingat total luas KHDTK yang hanya sekitar 300 hektare," ujarnya.
4. Perusahaan Berizin Diduga Jadi Dalang, tapi Melampaui Batas Konsesi
Fakta menarik lainnya adalah dugaan keterlibatan perusahaan tambang yang sebenarnya memiliki izin usaha pertambangan (IUP).
Namun, masalahnya terletak pada aktivitas mereka yang meluas di luar batas konsesi resmi dan justru memasuki kawasan KHDTK Unmul.
Kepala Dinas ESDM Kaltim, Bambang Arwanto, membenarkan adanya indikasi penyerobotan ini dan menegaskan bahwa aktivitas penambangan di luar izin resmi jelas merupakan tindakan ilegal dan mengandung unsur pidana.
Dugaan sementara mengarah pada KSO Putera Mahakam Mandiri sebagai pihak yang melakukan aktivitas penambangan di kawasan terlarang tersebut.
5. Bukan Sekadar KRUS, Ini Jantung Konservasi Satwa Dilindungi
Banyak yang mengenal kawasan hijau di sekitar Unmul sebagai Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS). Namun, faktanya, identitas sebenarnya kawasan ini jauh lebih penting dan dilindungi.
Menurut Rustam, kawasan seluas kurang lebih 300 hektare ini secara resmi berstatus Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Diklat Kehutanan Fahutan Unmul.
Status ini menjadikannya zona konservasi krusial yang menjadi rumah bagi berbagai satwa dilindungi seperti orang utan, beruang madu, dan bahkan Pesut Mahakam yang ikonik.
Penambangan ilegal di area ini bukan hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengancam keberlangsungan hidup satwa-satwa langka tersebut.
(Sf/Rs)