4 Warga Telemow Jalani Persidangan Kasus Lahan, Penasihat Hukum Nilai Dakwaan JPU Direkayasa 

    Seputarfakta.com - Agus Saputra -

    Seputar Kaltim

    26 Maret 2025 12:09 WIB

    Penasihat Hukum warga Telemow, Fathul Huda Wiyashadi.(Foto : Agus Saputra/Seputarfakta.com)

    Penajam - Empat warga Desa Telemow, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) tengah menjalani proses persidangan eksepsi di kantor Pengadilan Negeri (PN), Rabu (26/3/2025).

    Empat warga tersebut berinisial Sf, Sy, Hs dan Ru. Mereka dijerat kasus dugaan penyerobotan lahan dan pengancaman terhadap PT Internasional Timber Corporation Indonesia Kartika Utama (PT ICHIKU)

    Hasil persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Sf, Hs dan Ru dengan Pasal 385 KUHP tentang penyerobotan lahan. Sedangkan Sf dan Sy dikenakan Pasal 336 KUHP tentang Pengancaman, serta khusus Sf dijerat dua pasal berbeda.

    Penasihat Hukum tersangka, Fathul Huda Wiyashadi menilai dakwaan yang dibacakan JPU saat persidangan berlangsung seperti direkayasa, karena tidak menjelaskan secara rinci dan detail terkait dakwaan yang disangkakan kepada keempat tersangka.

    “Saat membacakan dakwaan, mereka (JPU) tidak menjelaskan rangkaian peristiwanya bagaimana dan seperti apa, terutama menyangkut soal pengancaman yang mereka sangkakan tidak dijelaskan dari awal hingga akhir, sehingga ini bisa dibilang hanya tuduhan tidak berdasar,” ucap Fathul Huda.

    Munculnya tudingan soal pengancaman itu diduga terjadi saat warga Telemow terlibat keributan dengan PT ITCIKU di dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) PPU pada 2023 lalu. Akibat keributan itu, keempatnya ditahan Polda Kaltim karena dilaporkan oleh PT ITCIKU.

    Namun Fathul Huda berpendapat keributan saat berdebat di dalam rapat sudah menjadi hal yang biasa dan wajar, terutama bagi warga Telemow yang posisinya sedang mempertahankan hak-haknya dari PT ITCIKU yang berupaya merenggut lahan seluas 83, 55 Hektare (Ha) milik mereka. 

    “Mengucapkan kata-kata yang kurang baik dalam perdebatan tanpa aksi nyata itu sudah menjadi hal yang biasa terjadi dan bukan termasuk pengancaman. Apa kabarnya dengan mahasiswa yang melakukan perusakan fasilitas umum saat menggelar aksi? Apakah mereka dilaporkan? Tidak kan. Jadi ini hal yang normal dan tidak perlu sampai dilaporkan,” ungkap Fathul Huda.

    Fathul Huda juga mempertanyakan dakwaan JPU yang menyatakan para tersangka membawa Senjata Tajam (Sajam) saat demo di lahan yang diklaim secara sepihak oleh PT ITCIKU. 

    Penasihat Hukum tersangka lantas memeriksa berbagai Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari para saksi dan pelapor bernama Nickolay Aprilindo yang menjabat sebagai Dirjen Instrumen dan Penguatan Hak Asasi Manusia (HAM) dari Kementerian HAM untuk mencari bukti atas tuduhan tersebut, tapi tidak ditemukan keterangan dan bukti terkait tuduhan itu.

    “Saat kita periksa BAP tidak ditemukan terkait pernyataan tersangka membawa sajam saat demo terjadi. Tapi saat pembacaan dakwaan tiba-tiba muncul sangkaan itu, ini gaib sekali,”beber Fathul.

    Ia merasa JPU mendapat tekanan dari Presiden Prabowo atau anaknya Hashim Sujono Djojohadikusumo agar kasus ini segera diselesaikan dengan cara menjebloskan para tersangka ke dalam penjara secepatnya.

    “Saya merasa mereka ini seperti mendapat tekanan dari Presiden Prabowo atau anaknya Hashim karena kesannya seperti mengarang-arang indah saat persidangan berlangsung atau bisa jadi mereka (JPU) bekerja ala kadarnya saja agar segera terlepas dari permasalahan ini,” jelasnya. 

    Selain itu, ia menyoroti penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT ITCIKU di lahan milik warga Telemow yang prosesnya tidak diketahui oleh masyarakat setempat, bahkan aparat desa saja tidak mengetahui terkait penerbitan HGB PT ITCIKU tersebut.

    “Dalam surat Komnas HAM itu jelas perihalnya adalah sengketa lahan antara warga Telemow dan PT ITCIKU. Jadi berbicara soal sengketa, maka ini merupakan perkara perdata bukan tindak pidana, lalu mengapa dibawa ke ranah pidana oleh JPU,” tegasnya. 

    Rencananya, warga Telemow akan menyampaikan keberatannya atas dakwaan tersebut di sidang lanjutan yang akan digelar pada 18 April 2025 mendatang.

    (Sf/By)

    Tim Editorial

    Connect With Us

    Copyright @ 2023 seputarfakta.com.
    All right reserved

    Kategori

    Informasi

    4 Warga Telemow Jalani Persidangan Kasus Lahan, Penasihat Hukum Nilai Dakwaan JPU Direkayasa 

    Seputarfakta.com - Agus Saputra -

    Seputar Kaltim

    26 Maret 2025 12:09 WIB

    Penasihat Hukum warga Telemow, Fathul Huda Wiyashadi.(Foto : Agus Saputra/Seputarfakta.com)

    Penajam - Empat warga Desa Telemow, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) tengah menjalani proses persidangan eksepsi di kantor Pengadilan Negeri (PN), Rabu (26/3/2025).

    Empat warga tersebut berinisial Sf, Sy, Hs dan Ru. Mereka dijerat kasus dugaan penyerobotan lahan dan pengancaman terhadap PT Internasional Timber Corporation Indonesia Kartika Utama (PT ICHIKU)

    Hasil persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Sf, Hs dan Ru dengan Pasal 385 KUHP tentang penyerobotan lahan. Sedangkan Sf dan Sy dikenakan Pasal 336 KUHP tentang Pengancaman, serta khusus Sf dijerat dua pasal berbeda.

    Penasihat Hukum tersangka, Fathul Huda Wiyashadi menilai dakwaan yang dibacakan JPU saat persidangan berlangsung seperti direkayasa, karena tidak menjelaskan secara rinci dan detail terkait dakwaan yang disangkakan kepada keempat tersangka.

    “Saat membacakan dakwaan, mereka (JPU) tidak menjelaskan rangkaian peristiwanya bagaimana dan seperti apa, terutama menyangkut soal pengancaman yang mereka sangkakan tidak dijelaskan dari awal hingga akhir, sehingga ini bisa dibilang hanya tuduhan tidak berdasar,” ucap Fathul Huda.

    Munculnya tudingan soal pengancaman itu diduga terjadi saat warga Telemow terlibat keributan dengan PT ITCIKU di dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) PPU pada 2023 lalu. Akibat keributan itu, keempatnya ditahan Polda Kaltim karena dilaporkan oleh PT ITCIKU.

    Namun Fathul Huda berpendapat keributan saat berdebat di dalam rapat sudah menjadi hal yang biasa dan wajar, terutama bagi warga Telemow yang posisinya sedang mempertahankan hak-haknya dari PT ITCIKU yang berupaya merenggut lahan seluas 83, 55 Hektare (Ha) milik mereka. 

    “Mengucapkan kata-kata yang kurang baik dalam perdebatan tanpa aksi nyata itu sudah menjadi hal yang biasa terjadi dan bukan termasuk pengancaman. Apa kabarnya dengan mahasiswa yang melakukan perusakan fasilitas umum saat menggelar aksi? Apakah mereka dilaporkan? Tidak kan. Jadi ini hal yang normal dan tidak perlu sampai dilaporkan,” ungkap Fathul Huda.

    Fathul Huda juga mempertanyakan dakwaan JPU yang menyatakan para tersangka membawa Senjata Tajam (Sajam) saat demo di lahan yang diklaim secara sepihak oleh PT ITCIKU. 

    Penasihat Hukum tersangka lantas memeriksa berbagai Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari para saksi dan pelapor bernama Nickolay Aprilindo yang menjabat sebagai Dirjen Instrumen dan Penguatan Hak Asasi Manusia (HAM) dari Kementerian HAM untuk mencari bukti atas tuduhan tersebut, tapi tidak ditemukan keterangan dan bukti terkait tuduhan itu.

    “Saat kita periksa BAP tidak ditemukan terkait pernyataan tersangka membawa sajam saat demo terjadi. Tapi saat pembacaan dakwaan tiba-tiba muncul sangkaan itu, ini gaib sekali,”beber Fathul.

    Ia merasa JPU mendapat tekanan dari Presiden Prabowo atau anaknya Hashim Sujono Djojohadikusumo agar kasus ini segera diselesaikan dengan cara menjebloskan para tersangka ke dalam penjara secepatnya.

    “Saya merasa mereka ini seperti mendapat tekanan dari Presiden Prabowo atau anaknya Hashim karena kesannya seperti mengarang-arang indah saat persidangan berlangsung atau bisa jadi mereka (JPU) bekerja ala kadarnya saja agar segera terlepas dari permasalahan ini,” jelasnya. 

    Selain itu, ia menyoroti penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT ITCIKU di lahan milik warga Telemow yang prosesnya tidak diketahui oleh masyarakat setempat, bahkan aparat desa saja tidak mengetahui terkait penerbitan HGB PT ITCIKU tersebut.

    “Dalam surat Komnas HAM itu jelas perihalnya adalah sengketa lahan antara warga Telemow dan PT ITCIKU. Jadi berbicara soal sengketa, maka ini merupakan perkara perdata bukan tindak pidana, lalu mengapa dibawa ke ranah pidana oleh JPU,” tegasnya. 

    Rencananya, warga Telemow akan menyampaikan keberatannya atas dakwaan tersebut di sidang lanjutan yang akan digelar pada 18 April 2025 mendatang.

    (Sf/By)