31 Kasus Dugaan Campak Ditemukan di Kutim, Dinkes: Belum Ada yang Positif

    Seputarfakta.com-Lisda -

    Seputar Kaltim

    29 Agustus 2025 12:34 WIB

    Pelaksana Tugas (Plt) Dinkes Kutim, Sumarno (Kiri), Epidemiolog Kesehatan Ahli Pertama Dinkes Kutim, Mirwan (Kanan). (Foto: Lisda/Seputarfakta.com)

    Sangatta - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) mencatat sebanyak 31 kasus suspek campak hingga akhir Agustus 2025. Meskipun angka tersebut tersebar di seluruh Kecamatan di wilayah Kutim, belum ada satu pun kasus yang terkonfirmasi positif. 

    Epidemiolog Kesehatan Ahli Pertama Dinkes Kutim, Mirwan, menjelaskan bahwa semua kasus tersebut masih sebatas dugaan berdasarkan gejala klinis, dan belum bisa dikatakan sebagai kasus campak sebelum ada hasil laboratorium.

    "Dari total 17 sampel, 10 hasilnya sudah keluar dan semuanya negatif, jadi hingga saat ini di Kutim belum ada yang terkonfirmasi campak," ujar Mirwan.

    Ia juga menambahkan, kasus suspek ini dilaporkan melalui sistem pelaporan mingguan dari 21 Puskesmas se-Kutim. Pengambilan sampel dilakukan setelah dokter di puskesmas melihat gejala yang mengarah ke campak, seperti bintik merah pada kulit.

    "Setiap diagnosa dokternya mengatakan bahwa itu mengarahnya ke Campak, petugas surveilans langsung ambil sampel dan dikirim ke provinsi, lalu dilanjutkan ke laboratorium di Jakarta atau Banjarmasin," tambahnya.

    Dinkes Kutim menargetkan pengiriman minimal satu sampel dari tiap Puskesmas setiap tahun, sesuai instruksi dari pemerintah provinsi. Target tersebut sebagai bentuk pemantauan untuk memastikan Kutim benar-benar terbebas dari penularan virus campak.

    “Campak ini penyakit yang cepat menular. Maka dari itu, kami minta tiap puskesmas setidaknya satu sampel agar bisa dipastikan apakah di daerah itu ada kasus atau tidak,” jelasnya.

    Meski belum ada kasus positif, Dinkes tetap mengingatkan pentingnya pencegahan melalui imunisasi campak. Saat ini, cakupan imunisasi di Kutai Timur baru mencapai 31,70 persen hingga akhir Juli 2025 jauh dari target nasional minimal 80 persen.

    “Kami mengajak masyarakat, khususnya para orang tua, untuk tidak menunda imunisasi. Vaksin bukan hanya mencegah tertular campak, tapi juga mengurangi dampak bila anak terkena campak,” ungkap Mirwan.

    Pelaksana Tugas (Plt) Dinkes Kutim, Sumarno, menyampaikan Pemantauan penyakit juga dilakukan lewat aplikasi SKDR (Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons). Bila ada temuan kasus positif, Tim Gerak Cepat (TGC) akan langsung turun ke lapangan untuk melakukan pengecekan.

    Dinas Kesehatan juga terus melakukan edukasi lewat Posyandu, kelas ibu hamil, dan kader-kader kesehatan di desa-desa. Setiap ibu hamil juga sudah dibekali buku vaksinasi agar tidak terlewat.

    “Jangan tunda vaksinasi campak. Ini bukan hanya mencegah penularan, tapi juga menurunkan risiko penyakit itu. Ini bagian dari perlindungan terhadap anak-anak kita,” pungkas Sumarno.

    Sebelumnya, Kementerian Kesehatan RI menyebut kasus campak secara nasional meningkat. Salah satu daerah yang mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Sejak Agustus 2024 hingga 26 Agustus 2025, tercatat 2.139 kasus suspek dan 205 kasus campak yang sudah dipastikan lewat uji laboratorium. Mayoritas pasien di Sumenep adalah anak balita dan anak usia sekolah dasar.

    (Sf/Rs)

    Tim Editorial

    Connect With Us

    Copyright @ 2023 seputarfakta.com.
    All right reserved

    Kategori

    Informasi

    31 Kasus Dugaan Campak Ditemukan di Kutim, Dinkes: Belum Ada yang Positif

    Seputarfakta.com-Lisda -

    Seputar Kaltim

    29 Agustus 2025 12:34 WIB

    Pelaksana Tugas (Plt) Dinkes Kutim, Sumarno (Kiri), Epidemiolog Kesehatan Ahli Pertama Dinkes Kutim, Mirwan (Kanan). (Foto: Lisda/Seputarfakta.com)

    Sangatta - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) mencatat sebanyak 31 kasus suspek campak hingga akhir Agustus 2025. Meskipun angka tersebut tersebar di seluruh Kecamatan di wilayah Kutim, belum ada satu pun kasus yang terkonfirmasi positif. 

    Epidemiolog Kesehatan Ahli Pertama Dinkes Kutim, Mirwan, menjelaskan bahwa semua kasus tersebut masih sebatas dugaan berdasarkan gejala klinis, dan belum bisa dikatakan sebagai kasus campak sebelum ada hasil laboratorium.

    "Dari total 17 sampel, 10 hasilnya sudah keluar dan semuanya negatif, jadi hingga saat ini di Kutim belum ada yang terkonfirmasi campak," ujar Mirwan.

    Ia juga menambahkan, kasus suspek ini dilaporkan melalui sistem pelaporan mingguan dari 21 Puskesmas se-Kutim. Pengambilan sampel dilakukan setelah dokter di puskesmas melihat gejala yang mengarah ke campak, seperti bintik merah pada kulit.

    "Setiap diagnosa dokternya mengatakan bahwa itu mengarahnya ke Campak, petugas surveilans langsung ambil sampel dan dikirim ke provinsi, lalu dilanjutkan ke laboratorium di Jakarta atau Banjarmasin," tambahnya.

    Dinkes Kutim menargetkan pengiriman minimal satu sampel dari tiap Puskesmas setiap tahun, sesuai instruksi dari pemerintah provinsi. Target tersebut sebagai bentuk pemantauan untuk memastikan Kutim benar-benar terbebas dari penularan virus campak.

    “Campak ini penyakit yang cepat menular. Maka dari itu, kami minta tiap puskesmas setidaknya satu sampel agar bisa dipastikan apakah di daerah itu ada kasus atau tidak,” jelasnya.

    Meski belum ada kasus positif, Dinkes tetap mengingatkan pentingnya pencegahan melalui imunisasi campak. Saat ini, cakupan imunisasi di Kutai Timur baru mencapai 31,70 persen hingga akhir Juli 2025 jauh dari target nasional minimal 80 persen.

    “Kami mengajak masyarakat, khususnya para orang tua, untuk tidak menunda imunisasi. Vaksin bukan hanya mencegah tertular campak, tapi juga mengurangi dampak bila anak terkena campak,” ungkap Mirwan.

    Pelaksana Tugas (Plt) Dinkes Kutim, Sumarno, menyampaikan Pemantauan penyakit juga dilakukan lewat aplikasi SKDR (Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons). Bila ada temuan kasus positif, Tim Gerak Cepat (TGC) akan langsung turun ke lapangan untuk melakukan pengecekan.

    Dinas Kesehatan juga terus melakukan edukasi lewat Posyandu, kelas ibu hamil, dan kader-kader kesehatan di desa-desa. Setiap ibu hamil juga sudah dibekali buku vaksinasi agar tidak terlewat.

    “Jangan tunda vaksinasi campak. Ini bukan hanya mencegah penularan, tapi juga menurunkan risiko penyakit itu. Ini bagian dari perlindungan terhadap anak-anak kita,” pungkas Sumarno.

    Sebelumnya, Kementerian Kesehatan RI menyebut kasus campak secara nasional meningkat. Salah satu daerah yang mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Sejak Agustus 2024 hingga 26 Agustus 2025, tercatat 2.139 kasus suspek dan 205 kasus campak yang sudah dipastikan lewat uji laboratorium. Mayoritas pasien di Sumenep adalah anak balita dan anak usia sekolah dasar.

    (Sf/Rs)