Cari disini...
Seputarfakta.com - Maulana -
Lifestyle
Hasil rajutan bunga oleh pemuda di Samarinda yang bisa dijadikan lahan bisnis. (Foto: HO/Devi)
Samarinda - Masa Pandemi Covid-19 mengubah sebagian perilaku dan kegiatan manusia. Dari awalnya kegiatan di luar rumah, hingga di dalam rumah. Beragam aktivitas yang bisa dilakukan untuk mengusir rasa bosan.
Pada momentum ini, Sri Devi Ummi Wulandari pemudi asal Samarinda memanfaatkan untuk belajar merajut. Melalui video tutorial yang tersedia di situs berbagi video; YouTube, ia belajar secara otodidak. Menurut Devi, merajut ini pekerjaan yang memiliki banyak manfaat.
Selain menciptakan kain, pakaian atau perlengkapan busana, merajut juga bisa menumbuhkan kemampuan kognitif kita. Seperti yang dirasakan oleh Devi, dengan merajut kini ia menjadi pribadi yang lebih teliti dan sabar. Selama tiga tahun belajar ini, ia sudah menghasilkan berbagai jenis karya hasil rajutan.
Benang-benang yang saling terpilin itu perlahan membentuk peluang baru. Dari satu kerajinan tangan, kemudian menjadi sepuluh, dan terus berkembang hingga ratusan. Dengan setiap tusukan jarum, ia tidak hanya menciptakan pola-pola indah, tetapi juga jalan menuju kesuksesan.
Bisnisnya tidak serta-merta berjalan, ia melihat peluang ini setelah ada dorongan dari temannya, ketika ia membuatkan hadiah berupa topi dari rajutannya.
"Kebetulan sudah benar-benar bisa, dan teman lagi ulang tahun. Ada ide kasih hadiah itu, hasil rajutan sendiri, ini spesial bagi teman saya, dan itulah membuat teman saya minta ini dikembangkan menjadi bisnis," ungkap Devi.
Devi memulai bisnisnya ini dengan menjual gantungan kunci, topi, case handphone, pouch, clive mug, amigurumi, dan tatakan gelas. Adapun dari keseluruhan macam rajutan, pertama kali ia mendapatkan pesanan dari Berau, berupa tatakan gelas rajut dari salah satu cafe di daerah itu.
"Kalau gantungan kunci ini paling banyak diminati sama anak-anak sekolah, biasa rajutannya yang model cumi-cumi," katanya.
Selain itu, pesanan yang paling disukai oleh seluruh kalangan, yakni Amigurumi. Sebuah seni Jepang dalam merajut atau merenda makhluk-makhluk kecil yang terbuat dari benang rajut.
"Saya bisa membuat secara custom, sesuai yang diinginkan pelanggan, tapi kembali lagi menyesuaikan waktu yang diinginkan pelanggan dan waktu pengerjaan, harus ada kesepakatan diawal," jelasnya.
Untuk membaca peluang tren busana mendatang, Devi tidak bisa memprediksi, karena menurutnya bahan dari rajutan ini sudah lama diperkenalkan, dan juga hasil dari bahan rajutan ini memberi kesan eksklusif.
"Karena hasil rajutan berupa sweater itu harganya yang cukup mahal, sehingga tidak terjangkau oleh kalangan tertentu, apalagi pembuatannya cukup memakan waktu, sehingga model rajutan ini belum bisa menjadi tren busana yang membutuhkan produksi lebih cepat," paparnya.
Dalam menggapai tantangan fashion kedepan, Devi berencana untuk memperbanyak lagi jumlah produksi. "Tahun depan sudah kami plankan untuk baju, topi dan berbagai jenis fashion lainnya," tukasnya.
(Sf/Rs)
Tim Editorial
Cari disini...
Seputarfakta.com - Maulana -
Lifestyle
Hasil rajutan bunga oleh pemuda di Samarinda yang bisa dijadikan lahan bisnis. (Foto: HO/Devi)
Samarinda - Masa Pandemi Covid-19 mengubah sebagian perilaku dan kegiatan manusia. Dari awalnya kegiatan di luar rumah, hingga di dalam rumah. Beragam aktivitas yang bisa dilakukan untuk mengusir rasa bosan.
Pada momentum ini, Sri Devi Ummi Wulandari pemudi asal Samarinda memanfaatkan untuk belajar merajut. Melalui video tutorial yang tersedia di situs berbagi video; YouTube, ia belajar secara otodidak. Menurut Devi, merajut ini pekerjaan yang memiliki banyak manfaat.
Selain menciptakan kain, pakaian atau perlengkapan busana, merajut juga bisa menumbuhkan kemampuan kognitif kita. Seperti yang dirasakan oleh Devi, dengan merajut kini ia menjadi pribadi yang lebih teliti dan sabar. Selama tiga tahun belajar ini, ia sudah menghasilkan berbagai jenis karya hasil rajutan.
Benang-benang yang saling terpilin itu perlahan membentuk peluang baru. Dari satu kerajinan tangan, kemudian menjadi sepuluh, dan terus berkembang hingga ratusan. Dengan setiap tusukan jarum, ia tidak hanya menciptakan pola-pola indah, tetapi juga jalan menuju kesuksesan.
Bisnisnya tidak serta-merta berjalan, ia melihat peluang ini setelah ada dorongan dari temannya, ketika ia membuatkan hadiah berupa topi dari rajutannya.
"Kebetulan sudah benar-benar bisa, dan teman lagi ulang tahun. Ada ide kasih hadiah itu, hasil rajutan sendiri, ini spesial bagi teman saya, dan itulah membuat teman saya minta ini dikembangkan menjadi bisnis," ungkap Devi.
Devi memulai bisnisnya ini dengan menjual gantungan kunci, topi, case handphone, pouch, clive mug, amigurumi, dan tatakan gelas. Adapun dari keseluruhan macam rajutan, pertama kali ia mendapatkan pesanan dari Berau, berupa tatakan gelas rajut dari salah satu cafe di daerah itu.
"Kalau gantungan kunci ini paling banyak diminati sama anak-anak sekolah, biasa rajutannya yang model cumi-cumi," katanya.
Selain itu, pesanan yang paling disukai oleh seluruh kalangan, yakni Amigurumi. Sebuah seni Jepang dalam merajut atau merenda makhluk-makhluk kecil yang terbuat dari benang rajut.
"Saya bisa membuat secara custom, sesuai yang diinginkan pelanggan, tapi kembali lagi menyesuaikan waktu yang diinginkan pelanggan dan waktu pengerjaan, harus ada kesepakatan diawal," jelasnya.
Untuk membaca peluang tren busana mendatang, Devi tidak bisa memprediksi, karena menurutnya bahan dari rajutan ini sudah lama diperkenalkan, dan juga hasil dari bahan rajutan ini memberi kesan eksklusif.
"Karena hasil rajutan berupa sweater itu harganya yang cukup mahal, sehingga tidak terjangkau oleh kalangan tertentu, apalagi pembuatannya cukup memakan waktu, sehingga model rajutan ini belum bisa menjadi tren busana yang membutuhkan produksi lebih cepat," paparnya.
Dalam menggapai tantangan fashion kedepan, Devi berencana untuk memperbanyak lagi jumlah produksi. "Tahun depan sudah kami plankan untuk baju, topi dan berbagai jenis fashion lainnya," tukasnya.
(Sf/Rs)