Cari disini...
Seputarfakta.com - Maulana -
Figur
Mahasiswi Al Azhar Kairo Mesir asal Kalimantan Timur yang berprestasi, Faridah Ariani. (Foto: HO-DokumentasiPribadi)
DI TENGAH hiruk pikuk dunia digital yang terus berputar, muncul nama Faridah Ariani, sosok pendakwah muda asal Kota Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) yang kisahnya telah menginspirasi banyak orang.
Bukan sekadar populer di media sosial, Faridah adalah bukti nyata bahwa tekad, ilmu dan hati yang tulus mampu membuka jalan seluas-luasnya, bahkan hingga ke jantung peradaban Islam di Kairo, Mesir.
Lahir di Desa Bayur, Samarinda Utara, pada 20 Januari 2000, Faridah bukanlah nama baru di dunia dakwah. Perjalanannya merentang sejak usia lima tahun saat pertama kali menjajal panggung.
Kini di usianya yang ke-25, ia tengah menimba ilmu di Universitas Al-Azhar Kairo jurusan Tafsir dan Ilmu Al-Qur'an.
Sebuah pencapaian yang membanggakan, mengingat ia memulai segalanya dari sebuah desa kecil di salah satu sudut Pulau Kalimantan.
Menjadi seorang pendakwah di era serba digital, tentu tak lepas dari tantangan dan Faridah sendiri mengakui hal itu. "Tantangan terbesar saya adalah menjaga konsistensi dan niat dalam berdakwah," ujarnya.
Ia tak hanya melihat peran pendakwah sebagai penyampai pesan, melainkan juga sebagai pendengar yang mampu menyelami hati dan pikiran umat.
Dalam pikiran Faridah, masih ada pekerjaan rumah, yakni mampu beradaptasi dengan berbagai latar belakang.
Namun bagi Faridah, ini adalah bagian dari pembelajaran dan percaya bahwa ilmu dan kemampuan beradaptasi adalah kunci untuk dakwah yang menyentuh dan relevan.
Konsistensi inilah kemudian yang membawanya dari panggung-panggung kecil hingga menjadi juri, moderator, narasumber, bahkan pengajar public speaking dakwah, baik secara daring maupun luring.
Semua konsistensi yang dilakukan itu, terbukti dari segudang prestasi yang telah ia raih.
Faridah sosok yang sekarang ini adalah akumulasi dari hasil ketekunan dan kerja kerasnya.
Sejak kecil, Faridah sudah akrab dengan sorot kamera. Ia pernah menjadi Da'i Cilik di TVRI dan ANTV, bahkan mendapat undangan kehormatan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Monas, Jakarta atas kemenangannya dalam lomba pidato bahasa Indonesia.
Momen itu menjadi titik balik yang melejitkan perjalanan dakwahnya.
Daftar prestasinya sangat panjang, di antaranya Juara 1 Da'i Media Ummat 2019,
Juara 2 Da'i Millenial Majelis Ulama' Indonesia TV9 2021 (seperti dilansir jawapos.com dalam Festival MUI Gresik yang menjaring dai milenial), Juara 1 Da'i WIHDAH PPMI Mesir 2022, Juara 2 Khitobah Internasional Majelis A'la Mesir 2022 Alumni Akademi Dakwah ASEAN 2022, Delegasi Simposium Internasional PPI Dunia di Belanda 2023.
Juara 1 Pidato Bahasa Indonesia Nasional 2023, Peraih Beasiswa Kaltim Tuntas 2023, Mahasantri Of The Year PPMI Mesir 2024, Penulis Buku Studi dan Wisata di Mesir 2024. Terakhir, ia berhasil meraih juara 3 di ajang AKSI Indosiar 2025, sebuah platform besar ajang Da'i di Indonesia.
Selain prestasinya yang gemilang hingga detik ini, ia terus berjuang melalui belajar. Jangan kaget kalau Faridah ini sudah "malang melintang" di dunia pendidikan agama.
Sejak SD, Faridah sudah menunjukkan bakatnya di bidang dakwah dengan berhasil meraih peringkat 5 Pildacil ANTV.
Padahal awalnya ia sempat ragu, apakah jalan dakwah ini memang untuknya. Tapi berkat dukungan tak henti dari orang tuanya, Hariyanto dan Siti Umniyah, ia mantap melanjutkan pendidikan pesantren.
Jombang menjadi persinggahan pertamanya, di Pondok Pesantren Bahrul 'Ulum Tambakberas. Setelah itu, ia melanjutkan di Ma'had Darul Hikmah MAN 1 Kota Malang. Nah, dari sinilah jalannya menuju Al-Azhar terbuka lebar.
Faridah berhasil lolos seleksi ketat untuk bisa belajar di kampus ternama di Mesir itu, setelah lulus dari Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Malang.
Konon, untuk bisa masuk Al-Azhar itu banyak sekali syaratnya, mulai dari hafal Al-Qur'an minimal 2 juz sampai kemampuan berbahasa Arab yang handal.
Ia menunjukkan walaupun bukan di kampung halamannya.
Faridah berhasil meraih juara kedua lomba pidato mahasiswa asal Indonesia. Kemampuan Faridah dalam berpidato memang sudah terasah sejak kecil, jauh sebelum kuliah.
Jalan dakwah yang dilakukan selama ini tak lepas dari motto hidupnya. Simpel tapi dalam, motto hidupnya yakni "Ilmu didapat, iman melekat, bermanfaat dunia akhirat". Ini bukan sekadar kata-kata, tapi cerminan perjalanan hidup Faridah yang selalu berupaya memberi manfaat bagi orang lain.
Di balik kesuksesan Faridah, ada peran besar kedua orang tuanya. "Ayah dan Ibu adalah inspirasi terbesar saya," tuturnya dengan mata berbinar.
Dukungan materi, doa, dan semangat tak pernah putus dari kedua orang tuanya menjadi bahan bakar utama untuknya. Pesan yang paling ia ingat adalah: "Nak, jadilah orang yang bermanfaat, karena hidup di dunia ini hanya sekali. Maka hiduplah yang berarti." Pesan ini menjadi landasan kuat bagi setiap langkah dakwahnya.
Sebagai seorang perempuan, Faridah memiliki misi khusus dalam dakwahnya, yakni dakwah dengan cinta. Ia berharap bisa menjadi jembatan ilmu dan inspirasi, khususnya bagi kaum perempuan.
Baginya, dakwah perempuan adalah dakwah yang menyentuh hati, menyatukan jiwa, dan mendekatkan manusia kepada pencipta-Nya. Ia juga punya hobi unik lho, yaitu menulis sajak, puisi, dan pantun. Bakat seninya ini mungkin juga yang membuat dakwahnya terasa lebih menyentuh dan puitis.
"Ini menunjukkan bahwa dengan ilmu, doa, dan perjuangan, seorang perempuan memiliki kekuatan yang luar biasa untuk memberi manfaat untuk dirinya, keluarga, dan orang sekitar," tegasnya.
Ia ingin memotivasi perempuan lain untuk berani bermimpi dan berkontribusi dalam dakwah, bahkan dari hal-hal kecil sekalipun.
Dalam setiap ceramah dan tulisannya, Faridah selalu merujuk pada Al-Qur'an dan Hadis sebagai sumber utama.
Ia juga banyak belajar dari karya-karya ulama klasik dan kontemporer seperti Imam Al-Ghazali dan Prof. Dr. Quraish Shihab.
Namun, pengalaman yang tak kalah berharga adalah talaqqi bersama Masyayikh di Al-Azhar.
Interaksi langsung dengan para ulama besar di Mesir ini membantunya memahami berbagai disiplin ilmu dan mengemas dakwah menjadi lebih praktis dan mudah diterima.
Ilmu yang dipelajari tak hanya memperkaya wawasannya, tetapi juga memperkuat rasa syukur dan keinginannya untuk terus bermanfaat bagi orang lain.
"Dakwah ini tidak hanya memperbaiki diri saya, tetapi juga memberikan semangat bagi perempuan di sekitar saya untuk lebih percaya diri dan terus belajar," kata Faridah.
Dampak terbesar yang ia rasakan adalah rasa syukur yang semakin mendalam kepada Allah, serta melihat bagaimana perjalanannya mampu menginspirasi perempuan lain untuk berdakwah, berkomunikasi dengan baik dan terus berjuang menuntut ilmu.
Di akhir perbincangan, Faridah menyampaikan pesan inspiratif bagi generasi muda. Begini pesannya:
"Wahai jiwa muda yang penuh asa, jangan takut melangkah, meski dunia mencela. Karena hidup ini adalah perjalanan mencari makna. Gagal dan jatuh merupakan guru terbaik dalam cerita. Berdakwahlah dengan cinta, karena manusia tidak diciptakan untuk sempurna tapi untuk berguna. Teruslah berjuang dengan hati yang setia, karena hidup ini indah jika kita bermakna," tuturnya.
Kata-kata ini menjadi pengingat bahwa setiap perjalanan memiliki tantangan, namun dengan semangat dan niat tulus, setiap individu bisa menjadi agen perubahan, mengukir makna, dan memberikan manfaat bagi sesama, layaknya Faridah Ariani, pendakwah inspiratif dari Samarinda yang kini bersinar di kancah internasional.
(Sf/By)
Tim Editorial
Cari disini...
Seputarfakta.com - Maulana -
Figur
Mahasiswi Al Azhar Kairo Mesir asal Kalimantan Timur yang berprestasi, Faridah Ariani. (Foto: HO-DokumentasiPribadi)
DI TENGAH hiruk pikuk dunia digital yang terus berputar, muncul nama Faridah Ariani, sosok pendakwah muda asal Kota Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) yang kisahnya telah menginspirasi banyak orang.
Bukan sekadar populer di media sosial, Faridah adalah bukti nyata bahwa tekad, ilmu dan hati yang tulus mampu membuka jalan seluas-luasnya, bahkan hingga ke jantung peradaban Islam di Kairo, Mesir.
Lahir di Desa Bayur, Samarinda Utara, pada 20 Januari 2000, Faridah bukanlah nama baru di dunia dakwah. Perjalanannya merentang sejak usia lima tahun saat pertama kali menjajal panggung.
Kini di usianya yang ke-25, ia tengah menimba ilmu di Universitas Al-Azhar Kairo jurusan Tafsir dan Ilmu Al-Qur'an.
Sebuah pencapaian yang membanggakan, mengingat ia memulai segalanya dari sebuah desa kecil di salah satu sudut Pulau Kalimantan.
Menjadi seorang pendakwah di era serba digital, tentu tak lepas dari tantangan dan Faridah sendiri mengakui hal itu. "Tantangan terbesar saya adalah menjaga konsistensi dan niat dalam berdakwah," ujarnya.
Ia tak hanya melihat peran pendakwah sebagai penyampai pesan, melainkan juga sebagai pendengar yang mampu menyelami hati dan pikiran umat.
Dalam pikiran Faridah, masih ada pekerjaan rumah, yakni mampu beradaptasi dengan berbagai latar belakang.
Namun bagi Faridah, ini adalah bagian dari pembelajaran dan percaya bahwa ilmu dan kemampuan beradaptasi adalah kunci untuk dakwah yang menyentuh dan relevan.
Konsistensi inilah kemudian yang membawanya dari panggung-panggung kecil hingga menjadi juri, moderator, narasumber, bahkan pengajar public speaking dakwah, baik secara daring maupun luring.
Semua konsistensi yang dilakukan itu, terbukti dari segudang prestasi yang telah ia raih.
Faridah sosok yang sekarang ini adalah akumulasi dari hasil ketekunan dan kerja kerasnya.
Sejak kecil, Faridah sudah akrab dengan sorot kamera. Ia pernah menjadi Da'i Cilik di TVRI dan ANTV, bahkan mendapat undangan kehormatan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Monas, Jakarta atas kemenangannya dalam lomba pidato bahasa Indonesia.
Momen itu menjadi titik balik yang melejitkan perjalanan dakwahnya.
Daftar prestasinya sangat panjang, di antaranya Juara 1 Da'i Media Ummat 2019,
Juara 2 Da'i Millenial Majelis Ulama' Indonesia TV9 2021 (seperti dilansir jawapos.com dalam Festival MUI Gresik yang menjaring dai milenial), Juara 1 Da'i WIHDAH PPMI Mesir 2022, Juara 2 Khitobah Internasional Majelis A'la Mesir 2022 Alumni Akademi Dakwah ASEAN 2022, Delegasi Simposium Internasional PPI Dunia di Belanda 2023.
Juara 1 Pidato Bahasa Indonesia Nasional 2023, Peraih Beasiswa Kaltim Tuntas 2023, Mahasantri Of The Year PPMI Mesir 2024, Penulis Buku Studi dan Wisata di Mesir 2024. Terakhir, ia berhasil meraih juara 3 di ajang AKSI Indosiar 2025, sebuah platform besar ajang Da'i di Indonesia.
Selain prestasinya yang gemilang hingga detik ini, ia terus berjuang melalui belajar. Jangan kaget kalau Faridah ini sudah "malang melintang" di dunia pendidikan agama.
Sejak SD, Faridah sudah menunjukkan bakatnya di bidang dakwah dengan berhasil meraih peringkat 5 Pildacil ANTV.
Padahal awalnya ia sempat ragu, apakah jalan dakwah ini memang untuknya. Tapi berkat dukungan tak henti dari orang tuanya, Hariyanto dan Siti Umniyah, ia mantap melanjutkan pendidikan pesantren.
Jombang menjadi persinggahan pertamanya, di Pondok Pesantren Bahrul 'Ulum Tambakberas. Setelah itu, ia melanjutkan di Ma'had Darul Hikmah MAN 1 Kota Malang. Nah, dari sinilah jalannya menuju Al-Azhar terbuka lebar.
Faridah berhasil lolos seleksi ketat untuk bisa belajar di kampus ternama di Mesir itu, setelah lulus dari Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Malang.
Konon, untuk bisa masuk Al-Azhar itu banyak sekali syaratnya, mulai dari hafal Al-Qur'an minimal 2 juz sampai kemampuan berbahasa Arab yang handal.
Ia menunjukkan walaupun bukan di kampung halamannya.
Faridah berhasil meraih juara kedua lomba pidato mahasiswa asal Indonesia. Kemampuan Faridah dalam berpidato memang sudah terasah sejak kecil, jauh sebelum kuliah.
Jalan dakwah yang dilakukan selama ini tak lepas dari motto hidupnya. Simpel tapi dalam, motto hidupnya yakni "Ilmu didapat, iman melekat, bermanfaat dunia akhirat". Ini bukan sekadar kata-kata, tapi cerminan perjalanan hidup Faridah yang selalu berupaya memberi manfaat bagi orang lain.
Di balik kesuksesan Faridah, ada peran besar kedua orang tuanya. "Ayah dan Ibu adalah inspirasi terbesar saya," tuturnya dengan mata berbinar.
Dukungan materi, doa, dan semangat tak pernah putus dari kedua orang tuanya menjadi bahan bakar utama untuknya. Pesan yang paling ia ingat adalah: "Nak, jadilah orang yang bermanfaat, karena hidup di dunia ini hanya sekali. Maka hiduplah yang berarti." Pesan ini menjadi landasan kuat bagi setiap langkah dakwahnya.
Sebagai seorang perempuan, Faridah memiliki misi khusus dalam dakwahnya, yakni dakwah dengan cinta. Ia berharap bisa menjadi jembatan ilmu dan inspirasi, khususnya bagi kaum perempuan.
Baginya, dakwah perempuan adalah dakwah yang menyentuh hati, menyatukan jiwa, dan mendekatkan manusia kepada pencipta-Nya. Ia juga punya hobi unik lho, yaitu menulis sajak, puisi, dan pantun. Bakat seninya ini mungkin juga yang membuat dakwahnya terasa lebih menyentuh dan puitis.
"Ini menunjukkan bahwa dengan ilmu, doa, dan perjuangan, seorang perempuan memiliki kekuatan yang luar biasa untuk memberi manfaat untuk dirinya, keluarga, dan orang sekitar," tegasnya.
Ia ingin memotivasi perempuan lain untuk berani bermimpi dan berkontribusi dalam dakwah, bahkan dari hal-hal kecil sekalipun.
Dalam setiap ceramah dan tulisannya, Faridah selalu merujuk pada Al-Qur'an dan Hadis sebagai sumber utama.
Ia juga banyak belajar dari karya-karya ulama klasik dan kontemporer seperti Imam Al-Ghazali dan Prof. Dr. Quraish Shihab.
Namun, pengalaman yang tak kalah berharga adalah talaqqi bersama Masyayikh di Al-Azhar.
Interaksi langsung dengan para ulama besar di Mesir ini membantunya memahami berbagai disiplin ilmu dan mengemas dakwah menjadi lebih praktis dan mudah diterima.
Ilmu yang dipelajari tak hanya memperkaya wawasannya, tetapi juga memperkuat rasa syukur dan keinginannya untuk terus bermanfaat bagi orang lain.
"Dakwah ini tidak hanya memperbaiki diri saya, tetapi juga memberikan semangat bagi perempuan di sekitar saya untuk lebih percaya diri dan terus belajar," kata Faridah.
Dampak terbesar yang ia rasakan adalah rasa syukur yang semakin mendalam kepada Allah, serta melihat bagaimana perjalanannya mampu menginspirasi perempuan lain untuk berdakwah, berkomunikasi dengan baik dan terus berjuang menuntut ilmu.
Di akhir perbincangan, Faridah menyampaikan pesan inspiratif bagi generasi muda. Begini pesannya:
"Wahai jiwa muda yang penuh asa, jangan takut melangkah, meski dunia mencela. Karena hidup ini adalah perjalanan mencari makna. Gagal dan jatuh merupakan guru terbaik dalam cerita. Berdakwahlah dengan cinta, karena manusia tidak diciptakan untuk sempurna tapi untuk berguna. Teruslah berjuang dengan hati yang setia, karena hidup ini indah jika kita bermakna," tuturnya.
Kata-kata ini menjadi pengingat bahwa setiap perjalanan memiliki tantangan, namun dengan semangat dan niat tulus, setiap individu bisa menjadi agen perubahan, mengukir makna, dan memberikan manfaat bagi sesama, layaknya Faridah Ariani, pendakwah inspiratif dari Samarinda yang kini bersinar di kancah internasional.
(Sf/By)