Sang Penjelajah Rimba dan Bahasa, Kisah Rojo Octa Meramu Borneo Venture dan Slikey

    Seputarfakta.com - Maulana -

    Figur

    28 September 2025 07:07 WIB

    Founder Borneo Venture dan Slikey, Rojo Octa. (Foto: HO-Dokumentasi Pribadi/Seputarfakta.com)

    Namanya Rizqi Nur Oktavianto, tapi ia lebih dikenal sebagai Rojo Octa. Di balik sapaan akrab itu, tersimpan kisah perpaduan unik antara seorang yang akrab dengan rimba Kalimantan dan seorang pendidik bahasa. 

    Rojo adalah pendiri dua entitas yang seolah bertolak belakang: Borneo Venture (BV), sebuah komunitas penjelajah yang membuka akses wisata desa tersembunyi, dan Slikey, sebuah lembaga kursus Bahasa Inggris yang fokus pada kebutuhan orang dewasa. Dua dunia yang dirajutnya, mencerminkan betapa luasnya minat dan pengalaman hidupnya.

    Rojo tak lahir dari lingkungan serba siap. Lulus dari Man 2 Samarinda nampaknya kebingungan untuk memilih kampus, bahkan jurusan. Di waktu yang tersisa, ia mengambil jalur mandiri untuk masuk ke Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Fokus studinya, yang kelak membentuk sebagian besar karirnya, adalah pemetaan. 

    “Di kehutanan itu lab-nya banyak, ada teknologi hasil hutan, silvikultur, tapi saya ambilnya di pemetaan,” ujar Rojo, memulai kisahnya.

    Bekal dari Negeri Gajah Putih

    Pengalaman berharga yang membuka cakrawala Rojo justru datang dari luar negeri. Sebelum lulus, ia berhasil mendapatkan beasiswa penelitian melalui program magang di King Mongkut University of Technology Thonburi (KMUTT), Thailand. 

    Ia menghabiskan beberapa bulan di sana, meneliti di pedalaman Utara Thailand, tepatnya di Nan Province.

    Momen di Thailand menjadi titik balik. Tidak hanya disokong akomodasi dan gaji, Rojo juga berkesempatan menjelajahi berbagai provinsi, mengasah wawasan wisatanya. 

    “Melihat Thailand, ternyata dengan spot seperti ini bisa jadi wisata, padahal di negara kita spot seperti ini sudah melimpah banget,” kenangnya.

    Selain wawasan wisata, pengalaman di Nan Province yang mayoritasnya non-Muslim memberikan pelajaran berharga tentang keberagaman. 

    “Membuka jendela, ternyata kita hidup kan kalau di Indonesia memang mayoritas Muslim. Ternyata di sana keberagamannya luar biasa. Jadi membuka cakrawala saya,” kata Rojo. 

    Pengalaman ini membentuk jiwanya sebagai penjelajah yang tidak hanya melihat alam, tapi juga budaya dan sosial.

    Lahirnya Dua Jembatan: Slikey dan Borneo Venture

    Sekembalinya ke Indonesia dan setelah wisuda, Rojo menghadapi kebingungan mencari pekerjaan. Dengan bekal ketertarikannya pada sains dan bahasa dua bidang yang tak terpisahkan baginya, ia memutuskan untuk mendirikan Slikey. 

    Ia melihat adanya kebutuhan pasar yang belum tergarap yakni kursus Bahasa Inggris untuk orang dewasa atau pekerja. 

    “Sedangkan sejauh ini yang difokuskan itu kan hanya anak-anak. Padahal orang dewasa juga butuh,” tegasnya. 

    Slikey pun lahir sebagai solusi untuk kaum profesional di Samarinda dan sekitarnya.

    Di sisi lain, karir utamanya sebagai surveyor pemetaan kehutanan sering membawanya ke dalam hutan-hutan Kalimantan, mengerjakan proyek-proyek pemetaan. 

    “Masuk ke hutan itu sudah biasa banget, sudah makan asam-asam manisnya rimba,” ujarnya.

    Pengalaman lapangan inilah yang memicu lahirnya Borneo Venture. Pada Agustus 2023, saat berada di Jawa, ia merasa perjalanan jelajahnya perlu didokumentasikan. 

    Awalnya iseng, ia membuat platform sederhana untuk mengajak teman-teman menjelajah hutan dan desa. Sambutan tak terduga datang. Di batch pertama, lebih dari 30 orang tertarik.

    “Saya cuma iseng, ‘mau ini nih mau jelajah hutan sama desa. Ada yang mau ikut kah?’ Ternyata banyak yang, ‘saya mau, saya mau’,” ceritanya.

    Sejak saat itu, progres BV melejit. Yang awalnya hanya dua kali jelajah sebulan, kini bisa mencapai empat kali karena tingginya antusiasme. 

    Rojo melihat fenomena ini sebagai bukti bahwa banyak orang yang sebetulnya ingin menjelajah alam, namun tak punya akses atau teman.

    “Selama ini kalau jelajah itu kebanyakan orang-orang yang memang suka alam. Sedangkan banyak sekali orang yang pengen ke alam, bahkan orang-orang yang belum pernah ke alam sebelumnya,” kata Rojo. 

    Ia menyimpulkan, Borneo Venture adalah jembatan bagi mereka yang ingin mencicipi pesona alam Kalimantan.

    Bertemu Buaya dan Beragam Suku

    Menjadi surveyor membuat Rojo kenyang pengalaman di pelosok. Salah satu momen tak terlupakan adalah saat bertugas di Manubar, Sandaran, Kutai Timur. 

    Di sana, ia mendengar istilah lokal yang menyebutkan bahwa jika ditawari apa pun, ia harus menerima dimakan atau diminum karena jika tidak, "nenek" akan marah. 

    Belakangan, ia baru tahu bahwa “nenek” yang dimaksud adalah buaya yang memang rawan di daerah tersebut.

    Namun, bukan hanya ketegangan menghadapi alam liar yang ia dapat. Pengalamannya berinteraksi langsung dengan berbagai suku di Kalimantan, mulai dari Dayak, Banjar, hingga pendatang seperti Jawa dan Sunda, telah memberinya pelajaran sosial yang tak ternilai. 

    “Semua suku itu sudah alhamdulillah sudah pernah ngadapin dengan karakternya masing-masing. Itu yang membuat saya sekarang enggak kaget ketika berhadapan dengan siapapun sukunya,” jabarnya.

    Melalui Slikey, Rojo mendidik pikiran. Melalui Borneo Venture, ia mendidik jiwa untuk menghargai alam dan keberagaman. Perjalanannya adalah narasi tentang bagaimana pengalaman hidup yang bermanfaat bagi banyak orang. 

    (Sf/Rs)

    Tim Editorial

    Connect With Us

    Copyright @ 2023 seputarfakta.com.
    All right reserved

    Kategori

    Informasi

    Sang Penjelajah Rimba dan Bahasa, Kisah Rojo Octa Meramu Borneo Venture dan Slikey

    Seputarfakta.com - Maulana -

    Figur

    28 September 2025 07:07 WIB

    Founder Borneo Venture dan Slikey, Rojo Octa. (Foto: HO-Dokumentasi Pribadi/Seputarfakta.com)

    Namanya Rizqi Nur Oktavianto, tapi ia lebih dikenal sebagai Rojo Octa. Di balik sapaan akrab itu, tersimpan kisah perpaduan unik antara seorang yang akrab dengan rimba Kalimantan dan seorang pendidik bahasa. 

    Rojo adalah pendiri dua entitas yang seolah bertolak belakang: Borneo Venture (BV), sebuah komunitas penjelajah yang membuka akses wisata desa tersembunyi, dan Slikey, sebuah lembaga kursus Bahasa Inggris yang fokus pada kebutuhan orang dewasa. Dua dunia yang dirajutnya, mencerminkan betapa luasnya minat dan pengalaman hidupnya.

    Rojo tak lahir dari lingkungan serba siap. Lulus dari Man 2 Samarinda nampaknya kebingungan untuk memilih kampus, bahkan jurusan. Di waktu yang tersisa, ia mengambil jalur mandiri untuk masuk ke Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Fokus studinya, yang kelak membentuk sebagian besar karirnya, adalah pemetaan. 

    “Di kehutanan itu lab-nya banyak, ada teknologi hasil hutan, silvikultur, tapi saya ambilnya di pemetaan,” ujar Rojo, memulai kisahnya.

    Bekal dari Negeri Gajah Putih

    Pengalaman berharga yang membuka cakrawala Rojo justru datang dari luar negeri. Sebelum lulus, ia berhasil mendapatkan beasiswa penelitian melalui program magang di King Mongkut University of Technology Thonburi (KMUTT), Thailand. 

    Ia menghabiskan beberapa bulan di sana, meneliti di pedalaman Utara Thailand, tepatnya di Nan Province.

    Momen di Thailand menjadi titik balik. Tidak hanya disokong akomodasi dan gaji, Rojo juga berkesempatan menjelajahi berbagai provinsi, mengasah wawasan wisatanya. 

    “Melihat Thailand, ternyata dengan spot seperti ini bisa jadi wisata, padahal di negara kita spot seperti ini sudah melimpah banget,” kenangnya.

    Selain wawasan wisata, pengalaman di Nan Province yang mayoritasnya non-Muslim memberikan pelajaran berharga tentang keberagaman. 

    “Membuka jendela, ternyata kita hidup kan kalau di Indonesia memang mayoritas Muslim. Ternyata di sana keberagamannya luar biasa. Jadi membuka cakrawala saya,” kata Rojo. 

    Pengalaman ini membentuk jiwanya sebagai penjelajah yang tidak hanya melihat alam, tapi juga budaya dan sosial.

    Lahirnya Dua Jembatan: Slikey dan Borneo Venture

    Sekembalinya ke Indonesia dan setelah wisuda, Rojo menghadapi kebingungan mencari pekerjaan. Dengan bekal ketertarikannya pada sains dan bahasa dua bidang yang tak terpisahkan baginya, ia memutuskan untuk mendirikan Slikey. 

    Ia melihat adanya kebutuhan pasar yang belum tergarap yakni kursus Bahasa Inggris untuk orang dewasa atau pekerja. 

    “Sedangkan sejauh ini yang difokuskan itu kan hanya anak-anak. Padahal orang dewasa juga butuh,” tegasnya. 

    Slikey pun lahir sebagai solusi untuk kaum profesional di Samarinda dan sekitarnya.

    Di sisi lain, karir utamanya sebagai surveyor pemetaan kehutanan sering membawanya ke dalam hutan-hutan Kalimantan, mengerjakan proyek-proyek pemetaan. 

    “Masuk ke hutan itu sudah biasa banget, sudah makan asam-asam manisnya rimba,” ujarnya.

    Pengalaman lapangan inilah yang memicu lahirnya Borneo Venture. Pada Agustus 2023, saat berada di Jawa, ia merasa perjalanan jelajahnya perlu didokumentasikan. 

    Awalnya iseng, ia membuat platform sederhana untuk mengajak teman-teman menjelajah hutan dan desa. Sambutan tak terduga datang. Di batch pertama, lebih dari 30 orang tertarik.

    “Saya cuma iseng, ‘mau ini nih mau jelajah hutan sama desa. Ada yang mau ikut kah?’ Ternyata banyak yang, ‘saya mau, saya mau’,” ceritanya.

    Sejak saat itu, progres BV melejit. Yang awalnya hanya dua kali jelajah sebulan, kini bisa mencapai empat kali karena tingginya antusiasme. 

    Rojo melihat fenomena ini sebagai bukti bahwa banyak orang yang sebetulnya ingin menjelajah alam, namun tak punya akses atau teman.

    “Selama ini kalau jelajah itu kebanyakan orang-orang yang memang suka alam. Sedangkan banyak sekali orang yang pengen ke alam, bahkan orang-orang yang belum pernah ke alam sebelumnya,” kata Rojo. 

    Ia menyimpulkan, Borneo Venture adalah jembatan bagi mereka yang ingin mencicipi pesona alam Kalimantan.

    Bertemu Buaya dan Beragam Suku

    Menjadi surveyor membuat Rojo kenyang pengalaman di pelosok. Salah satu momen tak terlupakan adalah saat bertugas di Manubar, Sandaran, Kutai Timur. 

    Di sana, ia mendengar istilah lokal yang menyebutkan bahwa jika ditawari apa pun, ia harus menerima dimakan atau diminum karena jika tidak, "nenek" akan marah. 

    Belakangan, ia baru tahu bahwa “nenek” yang dimaksud adalah buaya yang memang rawan di daerah tersebut.

    Namun, bukan hanya ketegangan menghadapi alam liar yang ia dapat. Pengalamannya berinteraksi langsung dengan berbagai suku di Kalimantan, mulai dari Dayak, Banjar, hingga pendatang seperti Jawa dan Sunda, telah memberinya pelajaran sosial yang tak ternilai. 

    “Semua suku itu sudah alhamdulillah sudah pernah ngadapin dengan karakternya masing-masing. Itu yang membuat saya sekarang enggak kaget ketika berhadapan dengan siapapun sukunya,” jabarnya.

    Melalui Slikey, Rojo mendidik pikiran. Melalui Borneo Venture, ia mendidik jiwa untuk menghargai alam dan keberagaman. Perjalanannya adalah narasi tentang bagaimana pengalaman hidup yang bermanfaat bagi banyak orang. 

    (Sf/Rs)