Cari disini...
SeputarFakta.com – Maya Sari -
Figur
Balikpapan – Di tangan Riswah Yuni, buah salak yang dulu dianggap kurang menarik karena rasa sepet, menjelma menjadi deretan produk bernilai tinggi. Perempuan kelahiran Balikpapan, 27 Juni 1977 ini, membuktikan bahwa ketekunan dan kreativitas bisa mengubah sesuatu yang sederhana menjadi peluang besar, bahkan hingga menembus pasar nasional.
Perjalanan Riswah bermula pada 2012. Saat itu, ia sering melihat panen salak lokal melimpah, namun tak laku dijual. Buah-buah itu banyak terbuang karena kalah manis dibanding salak dari daerah lain.
“Sayang kalau dibiarkan begitu saja. Dari situ saya terpikir untuk mengolahnya. Awalnya coba-coba di dapur rumah,” kenangnya saat ditemui di rumah produksi, Minggu (3/8/2025).
Bermodal keberanian dan kemauan belajar, Riswah bereksperimen dengan berbagai resep. Dari proses itu lahirlah beragam produk seperti cake salak, cookies salak, sambal salak, asinan salak, keripik salak, hingga minuman berbahan salak. Harga produk yang ia jual berkisar Rp35 ribu hingga Rp70 ribu.
Bukan hanya makanan, Riswah memanfaatkan kulit dan biji salak untuk membuat kerajinan tangan. Gantungan kunci, bros, hingga suvenir lahir dari limbah yang selama ini tak terpakai.
Produksi hariannya menghabiskan sekitar 40 kilogram salak, dan bisa meningkat hingga 60 kilogram saat mengikuti pameran atau acara berskala nasional. Semua bahan baku ia ambil dari petani lokal, termasuk dari wilayah Km 21 Balikpapan.
Bagi Riswah, usahanya bukan sekadar mencari keuntungan. Ia ingin membantu petani dan memberdayakan masyarakat sekitar. Di sela kesibukan mengelola usaha, ia kerap mengadakan pelatihan membuat olahan dan kerajinan salak untuk ibu-ibu di lingkungannya.
“Banyak yang tidak tahu kalau kulit dan biji salak bisa diolah. Saya ingin ibu-ibu punya tambahan penghasilan,” ujarnya.
Selama lebih dari satu dekade, Riswah bertahan di tengah persaingan ketat UMKM. Kuncinya, kata dia, adalah konsistensi rasa, kualitas bahan, dan pelayanan kepada pelanggan.
“Mutu produk itu nomor satu. Kalau rasanya terjaga, orang akan kembali membeli,” tegasnya.
Meski mengaku lelah, semangatnya tak pernah padam. Riswah percaya bahwa salak lokal punya nilai dan kebanggaan tersendiri bagi Balikpapan.
“Saya hanya ingin salak kita tidak lagi dipandang sebelah mata,” tutur ibu yang dikenal ramah ini.
Kini, merek “Salak Kilo” yang ia dirikan telah menjadi identitas UMKM Balikpapan yang kreatif dan berdaya saing tinggi. Dari buah sepet yang dulu tak dilirik, lahir kisah sukses seorang ibu rumah tangga yang mengangkat martabat produk lokal ke kancah nasional.
(Sf/Rs)
Tim Editorial
Cari disini...
SeputarFakta.com – Maya Sari -
Figur
Balikpapan – Di tangan Riswah Yuni, buah salak yang dulu dianggap kurang menarik karena rasa sepet, menjelma menjadi deretan produk bernilai tinggi. Perempuan kelahiran Balikpapan, 27 Juni 1977 ini, membuktikan bahwa ketekunan dan kreativitas bisa mengubah sesuatu yang sederhana menjadi peluang besar, bahkan hingga menembus pasar nasional.
Perjalanan Riswah bermula pada 2012. Saat itu, ia sering melihat panen salak lokal melimpah, namun tak laku dijual. Buah-buah itu banyak terbuang karena kalah manis dibanding salak dari daerah lain.
“Sayang kalau dibiarkan begitu saja. Dari situ saya terpikir untuk mengolahnya. Awalnya coba-coba di dapur rumah,” kenangnya saat ditemui di rumah produksi, Minggu (3/8/2025).
Bermodal keberanian dan kemauan belajar, Riswah bereksperimen dengan berbagai resep. Dari proses itu lahirlah beragam produk seperti cake salak, cookies salak, sambal salak, asinan salak, keripik salak, hingga minuman berbahan salak. Harga produk yang ia jual berkisar Rp35 ribu hingga Rp70 ribu.
Bukan hanya makanan, Riswah memanfaatkan kulit dan biji salak untuk membuat kerajinan tangan. Gantungan kunci, bros, hingga suvenir lahir dari limbah yang selama ini tak terpakai.
Produksi hariannya menghabiskan sekitar 40 kilogram salak, dan bisa meningkat hingga 60 kilogram saat mengikuti pameran atau acara berskala nasional. Semua bahan baku ia ambil dari petani lokal, termasuk dari wilayah Km 21 Balikpapan.
Bagi Riswah, usahanya bukan sekadar mencari keuntungan. Ia ingin membantu petani dan memberdayakan masyarakat sekitar. Di sela kesibukan mengelola usaha, ia kerap mengadakan pelatihan membuat olahan dan kerajinan salak untuk ibu-ibu di lingkungannya.
“Banyak yang tidak tahu kalau kulit dan biji salak bisa diolah. Saya ingin ibu-ibu punya tambahan penghasilan,” ujarnya.
Selama lebih dari satu dekade, Riswah bertahan di tengah persaingan ketat UMKM. Kuncinya, kata dia, adalah konsistensi rasa, kualitas bahan, dan pelayanan kepada pelanggan.
“Mutu produk itu nomor satu. Kalau rasanya terjaga, orang akan kembali membeli,” tegasnya.
Meski mengaku lelah, semangatnya tak pernah padam. Riswah percaya bahwa salak lokal punya nilai dan kebanggaan tersendiri bagi Balikpapan.
“Saya hanya ingin salak kita tidak lagi dipandang sebelah mata,” tutur ibu yang dikenal ramah ini.
Kini, merek “Salak Kilo” yang ia dirikan telah menjadi identitas UMKM Balikpapan yang kreatif dan berdaya saing tinggi. Dari buah sepet yang dulu tak dilirik, lahir kisah sukses seorang ibu rumah tangga yang mengangkat martabat produk lokal ke kancah nasional.
(Sf/Rs)