Cari disini...
Seputarfakta.com - Maulana -
Figur
Wakil Rektor II UINSI Samarinda, Prof. Dr. Zamroni, M.Pd. (foto: Istimewa)
Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia. Kalimat itu dikutip dari Nelson Mandela cukup tergambarkan pada sosok Profesor Zamroni. Bagaimana tidak, untuk meraih gelar Guru Besar dalam bidang ilmu Manajemen Pendidikan Islam, pria yang berasal dari Nganjuk ini tak terhindar dari bayang-bayang masa lalunya ketika madrasah milik orang tuanya tergusur dan tidak memiliki manajerial yang baik.
Untuk itu, ia bertekad menuntaskan pendidikannya hingga melampaui harapan ibunya. Tak hanya itu, kini ia bahkan dapat menghidupkan Madrasah milik keluarga besarnya menjadi lebih baik.
Tentu saja, ini adalah hasil dari perjuangan panjang penuh rintangan. Sedari dini, sang ayah yakni Almarhum Dawam Supeno, juga ibunya- Supinah sudah menanamkan nilai-nilai religius. Hal ini dapat terlihat dari upaya kedua orang tuanya yang bermata pencaharian sebagai petani menyekolahkan Zamroni kecil, bersama 9 saudaranya yang lain di sekolah agama, yakni pondok pesantren. Atau jika di sekolah formal, pendidikan keagamaan adalah yang menjadi fokus.
Sebagai anak yang berada di urutan ketujuh, Zamroni beruntung bisa menempuh pendidikan hingga Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Ponpes Darul 'Ula, Kelurahan Nglawak, Kecamatan Kertosono, Nganjuk.
Bahkan sebelum itu, ketika di SMP Negeri 1 Lengkong, nama Zamroni kerap kali terdapat di podium Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ) sebagai juara 1. Kemenangan yang diraih itu bentuk dari pelajaran agama yang selalu dituangkan oleh orang tuanya, sehingga muncul lah ketertarikannya terhadap pelajaran pendidikan agama Islam.
"Pesan bapak dan Ibu saya itu, yang penting sekolah dan pendidikan agama menjadi tujuan utama, zaman dulu kan tahun '90-an itu minimal SMA, jadi apapun yang terjadi itu harus lulus," kenang Zamroni, saat berbincang dengan Seputar Fakta, awal Januari 2024.
Zamroni telah menyanggupi pesan ibundanya untuk menuntaskan pendidikan di MAN 1 Nganjuk pada tahun 1994. Tak mau sama dengan saudara lainnya, Zamroni ingin melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi. Sedangkan saudara lainnya merantau dan bekerja. Ingin meniru saudaranya, Zamroni miliki tekad yang sudah bulat, sehingga itu membuatnya terbang ke Kalimantan Timur bersama kakaknya.
Baru saja membulatkan tekad, ujian sudah datang. Sesaat sebelum ia berangkat menempuh pendidikan di Samarinda, kedua orang tuanya mengalami kebangkrutan. Semua sawah yang dimiliki habis terjual. Awalnya yang dijuluki sebagai petani sukses pun, keadaan ekonomi keluarganya seketika berubah 180 derajat. Hal itu membuat Zamroni ikut dengan kakaknya tanpa membawa bekal lebih dari orang tuanya untuk melanjutkan pendidikan.
Dalam keadaan tak membawa bekal, dirinya dihadapkan dengan kebimbangan, satu sisi dirinya ingin melanjutkan pendidikan, sedangkan di sisi lain ia tak ingin merepotkan kakaknya untuk membiayai sekolah. Alhasil, Zamroni mengesampingkan egonya dengan bekerja terlebih dahulu, dan mengumpulkan modal untuk bisa mendaftar ke perguruan tinggi. Ia pun bekerja di perusahaan hutan tanam industri, yang kala itu tengah jadi salah satu pendongkrak ekonomi di Pulau Kalimantan.
Tak hanya itu, Zamroni muda juga pernah bekerja sebagai pegawai Telkom, yang bertugas menarik kabel telepon. Menuju targetnya agar dapat melanjutkan pendidikan, ia rela di bawah terik matahari bekerja sebagai kuli bangunan.
Hingga dua tahun mengarungi nasib dalam pekerjaan, akhirnya pada tahun 1996 ia dapat menduduki bangku kuliah di IAIN Antasari cabang Samarinda. Adapun jurusan yang dia ambil adalah Pendidikan Agama Islam (PAI), ia menekuni jurusan tersebut sesuai dengan minat awalnya sejak di bangku SMP. Sejak saat diterima dia memiliki cita-cita sebagai pengajar yang layak, selain ia sebagai pengajar juga dapat memberikan kontribusi dalam pendidikan di kampusnya.
Satu hari tak cukup baginya, sejak dia masuk kuliah, dia menyisakan waktunya untuk mengikuti berbagai organisasi. Salah satu kawan perjuangannya, Fajri Al-Farobi menjadi bukti sejarahnya ketika ikut andil dalam agenda besar mahasiswa 1998 yakni menumbangkan rezim orde baru. Bersama Fajri, yang awalnya STAIN Samarinda diremehkan oleh kampus besar lainnya, saat itu juga menjadi patron gerakan mahasiswa di Samarinda.
"Kita waktu itu menjadi orang kecil atas ketidakadilan Pemerintah, jadi waktu itu sering di organisasi dan juga sambil bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," katanya.
Sambil mencari bekal untuk dirinya, Zamroni telah melewatkan perkuliahan hingga enam tahun lamanya, sehingga di akhir masa perkuliahannya itu ia bersungguh-sungguh menuntaskan. Setelah kembali menekuni akademiknya, berselang setengah tahun, pada 2002, ia mendapatkan gelar sarjananya.
Untuk meneruskan karir dalam pendidikan, ia langsung menjadi seorang guru. Dalam satu waktu ia menjadi guru PAI di beberapa tempat, seperti Ponpes Sabilal Hijratain, DDI Tani Aman, dan di SMK Negeri 9. Berselang satu tahun, ia mendapatkan arahan Kepala STAIN Samarinda kala itu, Profesor Muri'ah, ia pun disuruh ikut mendaftar tes CPNS dosen. Gelarnya yang masih Sarjana tak mengurungkan niatnya untuk mendaftar, walaupun diantara pesaingnya yang telah memiliki gelar Magister dan Doktor. Rezeki tak jauh dari orang yang berusaha, Zamroni dinyatakan lulus sebagai PNS dosen di STAIN Samarinda sejak Desember 2003. Hal ini menjadi cikal bakal karirnya yang melesat.
Bukan hanya pendidikan, pada 2005 menjadikan momen bersejarah baginya, menemukan teman hidupnya, Arik Suprapti. Setelah pernikahannya ia dikaruniai anak pertama, kala ia melanjutkan studinya di UIN Maliki Malang. Ia menuntaskan tugas akhirnya dengan cepat, sehingga dia menjadi lulusan terbaik dengan waktu masa studi 1 tahun 8 bulan. Pada 2007, ia kembali ke Samarinda untuk mengajar kembali menjadi dosen.
Tak lama kemudian, ia melanjutkan studi doktoralnya. Ayah dari empat anak ini kembali ke Malang lagi, tepatnya di UIN Maliki Malang pada 2010. Atas kebijakan baru, ia tak dapat tinggal di Malang, harus membagi waktunya untuk mengajar di Samarinda, sehingga ia harus pulang balik. Kuliah doktoralnya terbengkalai, ia menyelesaikan disertasinya di Samarinda dan mengambil bahan penelitian di Ponpes Baiturrahman Nabil Husein dan Asy-Syifa. Sehingga pada akhirnya mendapatkan gelar Doktor pada 2016 dan menjadikan kuliah terlama baginya.
Agar ilmunya selalu terjaga, ia juga mengabdi dalam organisasi yang ia geluti sejak menjadi mahasiswa. Hingga kini masih mengemban amanah di Forum Komunikasi Pencegah Terorisme (FKPT) menjadi Kepala Bidang Penelitian dan Pengkajian, ia juga masuk dalam struktural di PCNU Samarinda sebagai Wakil Ketua Tanfidziyah. Ia juga masuk dalam Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Kaltim. Dan Zamroni pun hingga kini masih menjadi pengurus dalam Ikatan Alumni Darul 'Ula (IKAMU) di Kaltim.
Berkat kepiawaiannya dalam mengurus organisasi, Zamroni dipercaya untuk menjadi Wakil dDekan bidang kemahasiswaan, alumni dan kerjasama Fakultas Tarbiyah dan Ilmu keguruan selama 2 periode, sejak tahun 2015 sampai dengan Oktober 2023. Semenjak bergelut dalam jabatan struktural fakultas, ia semakin tertantang untuk mendorong agar dirinya dapat menuntaskan jenjang kepangkatan.
Dari jabatan lektor, ia berjuang pada 2020 untuk menjadi lektor kepala. Kala itu dengan kebijakan yang sudah semakin rumit, harus memiliki tulisan yang terbit dalam Jurnal sinta 2 (publikasi jurnal tertinggi dengan standar nasional). Kemudian ia memiliki itu dan didapuk menjadi lektor kepala pada 2021.
Tak berhenti sampai situ, ia memperhitungkan karirnya bisa mencapai guru besar alias profesor. Berkat kesungguhannya, Zamroni memiliki waktu dua tahun untuk mencapai itu, dalam waktu yang tersisa, ia mengejar tulisannya dan harus terbit dalam jurnal internasional yang terindeks scopus. Pada tahun 2023 yang akan berakhir kebijakan itu, ia lalu mengajukan kepangkatan tersebut.
"Saya masuk bukan nekat ya, saya tentu perhitungkan waktunya juga dan semua syarat saya penuhi. Memang banyak meragukan, karena mungkin masih baru, terus teman-teman dan senior kan Belum pada waktu itu, tapi kan itu tidak diukur dalam syaratnya. Saya yakin syarat saya itu cukup dan harus saya ajukan," tuturnya.
Pada waktu pengumuman, pada bulan September 2023. Zamroni tak menyangka hasil penilaian kreditnya melebihi minimal syarat tersebut. Dari angka 850 minimal syaratnya, ia mendapatkan skor kredit sebesar 885. "Akhirnya ya kaget semua, termasuk saya juga, tidak menyangka. Tapi ya memang itu penuh perjuangan juga mulai dari S3 dan mengejar seluruh kepangkatan itu sampai menuju profesor. Dan Alhamdulillah setelah itu langsung pengukuhan di bulan November," lanjutnya.
Setelah dirinya didapuk menjadi Guru Besar dalam bidang ilmu Manajemen Pendidikan Islam, ia pun diangkat menjadi Wakil Rektor 2 bidang Administrasi Umum, Perencanaan, dan Keuangan. Ia menjalankan amanah ini hingga lima tahun kedepan. Dengan itu ia masih berusaha menambah tulisannya, yang saat ini sudah mencapai 74 karya dalam bentuk artikel, buku hingga penelitian lainnya. Rinciannya itu, masuk dalam jurnal internasional dengan indeks scopus sebanyak 9, untuk jurnal Sinta 2 sebanyak 15, dan untuk selebih masuk dalam Sinta 3 hingga 5.
Pantang semangatnya dalam pendidikan ini terinspirasi dari ilmuwan besar Al-Ghazali, filosof muslim dengan ribuan karyanya tersebut berasal juga dari keterbatasan dan keresahan. Hal itu lah memacu dirinya ketika ia memiliki Madrasah dengan tidak adanya manajemen yang baik, ia hadir dengan ilmu yang ia dapatkan selama ini membantu kelangsungan Madrasah yang sudah kian membesar dan manajemen yang baik.
"Kemudian saya berpikir itu, semuanya yang saya raih betul-betul murni, kalau bagi saya itu doanya, pertama itu dari orang tua. Kedua, kakak dan adik saya, kemudian utamanya istri dan anak-anak saya yang memotivasi mendukung yang rela berkorban untuk apapun itu termasuk harus ikut kesana-kemari menemani saya dalam menuju karir saya hingga kini," katanya.
Ia juga berpesan kepada pemuda yang kini melupakan esensi dari sebuah tantangan hidup, yang mana kesuksesan tersebut tidak mudah didapatkan, harus berasal dari rasa sakit. Dengan itu meminta para pemuda saat ini untuk terus selalu inovatif dan terus menulis. Menurutnya, dengan menulis akan dikenal hingga tiada.
"Harus fokus apapun profesi, apapun yang anda pilih itu harus fokus dan jangan setengah-setengah. Apalagi saat ini dibekali dengan kecanggihan teknologi, jangan terlalu pragmatis dan instan, kita harus memulai walaupun itu berat," tutupnya.
(Sf/Rs)
Tim Editorial
Cari disini...
Seputarfakta.com - Maulana -
Figur
Wakil Rektor II UINSI Samarinda, Prof. Dr. Zamroni, M.Pd. (foto: Istimewa)
Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia. Kalimat itu dikutip dari Nelson Mandela cukup tergambarkan pada sosok Profesor Zamroni. Bagaimana tidak, untuk meraih gelar Guru Besar dalam bidang ilmu Manajemen Pendidikan Islam, pria yang berasal dari Nganjuk ini tak terhindar dari bayang-bayang masa lalunya ketika madrasah milik orang tuanya tergusur dan tidak memiliki manajerial yang baik.
Untuk itu, ia bertekad menuntaskan pendidikannya hingga melampaui harapan ibunya. Tak hanya itu, kini ia bahkan dapat menghidupkan Madrasah milik keluarga besarnya menjadi lebih baik.
Tentu saja, ini adalah hasil dari perjuangan panjang penuh rintangan. Sedari dini, sang ayah yakni Almarhum Dawam Supeno, juga ibunya- Supinah sudah menanamkan nilai-nilai religius. Hal ini dapat terlihat dari upaya kedua orang tuanya yang bermata pencaharian sebagai petani menyekolahkan Zamroni kecil, bersama 9 saudaranya yang lain di sekolah agama, yakni pondok pesantren. Atau jika di sekolah formal, pendidikan keagamaan adalah yang menjadi fokus.
Sebagai anak yang berada di urutan ketujuh, Zamroni beruntung bisa menempuh pendidikan hingga Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Ponpes Darul 'Ula, Kelurahan Nglawak, Kecamatan Kertosono, Nganjuk.
Bahkan sebelum itu, ketika di SMP Negeri 1 Lengkong, nama Zamroni kerap kali terdapat di podium Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ) sebagai juara 1. Kemenangan yang diraih itu bentuk dari pelajaran agama yang selalu dituangkan oleh orang tuanya, sehingga muncul lah ketertarikannya terhadap pelajaran pendidikan agama Islam.
"Pesan bapak dan Ibu saya itu, yang penting sekolah dan pendidikan agama menjadi tujuan utama, zaman dulu kan tahun '90-an itu minimal SMA, jadi apapun yang terjadi itu harus lulus," kenang Zamroni, saat berbincang dengan Seputar Fakta, awal Januari 2024.
Zamroni telah menyanggupi pesan ibundanya untuk menuntaskan pendidikan di MAN 1 Nganjuk pada tahun 1994. Tak mau sama dengan saudara lainnya, Zamroni ingin melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi. Sedangkan saudara lainnya merantau dan bekerja. Ingin meniru saudaranya, Zamroni miliki tekad yang sudah bulat, sehingga itu membuatnya terbang ke Kalimantan Timur bersama kakaknya.
Baru saja membulatkan tekad, ujian sudah datang. Sesaat sebelum ia berangkat menempuh pendidikan di Samarinda, kedua orang tuanya mengalami kebangkrutan. Semua sawah yang dimiliki habis terjual. Awalnya yang dijuluki sebagai petani sukses pun, keadaan ekonomi keluarganya seketika berubah 180 derajat. Hal itu membuat Zamroni ikut dengan kakaknya tanpa membawa bekal lebih dari orang tuanya untuk melanjutkan pendidikan.
Dalam keadaan tak membawa bekal, dirinya dihadapkan dengan kebimbangan, satu sisi dirinya ingin melanjutkan pendidikan, sedangkan di sisi lain ia tak ingin merepotkan kakaknya untuk membiayai sekolah. Alhasil, Zamroni mengesampingkan egonya dengan bekerja terlebih dahulu, dan mengumpulkan modal untuk bisa mendaftar ke perguruan tinggi. Ia pun bekerja di perusahaan hutan tanam industri, yang kala itu tengah jadi salah satu pendongkrak ekonomi di Pulau Kalimantan.
Tak hanya itu, Zamroni muda juga pernah bekerja sebagai pegawai Telkom, yang bertugas menarik kabel telepon. Menuju targetnya agar dapat melanjutkan pendidikan, ia rela di bawah terik matahari bekerja sebagai kuli bangunan.
Hingga dua tahun mengarungi nasib dalam pekerjaan, akhirnya pada tahun 1996 ia dapat menduduki bangku kuliah di IAIN Antasari cabang Samarinda. Adapun jurusan yang dia ambil adalah Pendidikan Agama Islam (PAI), ia menekuni jurusan tersebut sesuai dengan minat awalnya sejak di bangku SMP. Sejak saat diterima dia memiliki cita-cita sebagai pengajar yang layak, selain ia sebagai pengajar juga dapat memberikan kontribusi dalam pendidikan di kampusnya.
Satu hari tak cukup baginya, sejak dia masuk kuliah, dia menyisakan waktunya untuk mengikuti berbagai organisasi. Salah satu kawan perjuangannya, Fajri Al-Farobi menjadi bukti sejarahnya ketika ikut andil dalam agenda besar mahasiswa 1998 yakni menumbangkan rezim orde baru. Bersama Fajri, yang awalnya STAIN Samarinda diremehkan oleh kampus besar lainnya, saat itu juga menjadi patron gerakan mahasiswa di Samarinda.
"Kita waktu itu menjadi orang kecil atas ketidakadilan Pemerintah, jadi waktu itu sering di organisasi dan juga sambil bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," katanya.
Sambil mencari bekal untuk dirinya, Zamroni telah melewatkan perkuliahan hingga enam tahun lamanya, sehingga di akhir masa perkuliahannya itu ia bersungguh-sungguh menuntaskan. Setelah kembali menekuni akademiknya, berselang setengah tahun, pada 2002, ia mendapatkan gelar sarjananya.
Untuk meneruskan karir dalam pendidikan, ia langsung menjadi seorang guru. Dalam satu waktu ia menjadi guru PAI di beberapa tempat, seperti Ponpes Sabilal Hijratain, DDI Tani Aman, dan di SMK Negeri 9. Berselang satu tahun, ia mendapatkan arahan Kepala STAIN Samarinda kala itu, Profesor Muri'ah, ia pun disuruh ikut mendaftar tes CPNS dosen. Gelarnya yang masih Sarjana tak mengurungkan niatnya untuk mendaftar, walaupun diantara pesaingnya yang telah memiliki gelar Magister dan Doktor. Rezeki tak jauh dari orang yang berusaha, Zamroni dinyatakan lulus sebagai PNS dosen di STAIN Samarinda sejak Desember 2003. Hal ini menjadi cikal bakal karirnya yang melesat.
Bukan hanya pendidikan, pada 2005 menjadikan momen bersejarah baginya, menemukan teman hidupnya, Arik Suprapti. Setelah pernikahannya ia dikaruniai anak pertama, kala ia melanjutkan studinya di UIN Maliki Malang. Ia menuntaskan tugas akhirnya dengan cepat, sehingga dia menjadi lulusan terbaik dengan waktu masa studi 1 tahun 8 bulan. Pada 2007, ia kembali ke Samarinda untuk mengajar kembali menjadi dosen.
Tak lama kemudian, ia melanjutkan studi doktoralnya. Ayah dari empat anak ini kembali ke Malang lagi, tepatnya di UIN Maliki Malang pada 2010. Atas kebijakan baru, ia tak dapat tinggal di Malang, harus membagi waktunya untuk mengajar di Samarinda, sehingga ia harus pulang balik. Kuliah doktoralnya terbengkalai, ia menyelesaikan disertasinya di Samarinda dan mengambil bahan penelitian di Ponpes Baiturrahman Nabil Husein dan Asy-Syifa. Sehingga pada akhirnya mendapatkan gelar Doktor pada 2016 dan menjadikan kuliah terlama baginya.
Agar ilmunya selalu terjaga, ia juga mengabdi dalam organisasi yang ia geluti sejak menjadi mahasiswa. Hingga kini masih mengemban amanah di Forum Komunikasi Pencegah Terorisme (FKPT) menjadi Kepala Bidang Penelitian dan Pengkajian, ia juga masuk dalam struktural di PCNU Samarinda sebagai Wakil Ketua Tanfidziyah. Ia juga masuk dalam Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Kaltim. Dan Zamroni pun hingga kini masih menjadi pengurus dalam Ikatan Alumni Darul 'Ula (IKAMU) di Kaltim.
Berkat kepiawaiannya dalam mengurus organisasi, Zamroni dipercaya untuk menjadi Wakil dDekan bidang kemahasiswaan, alumni dan kerjasama Fakultas Tarbiyah dan Ilmu keguruan selama 2 periode, sejak tahun 2015 sampai dengan Oktober 2023. Semenjak bergelut dalam jabatan struktural fakultas, ia semakin tertantang untuk mendorong agar dirinya dapat menuntaskan jenjang kepangkatan.
Dari jabatan lektor, ia berjuang pada 2020 untuk menjadi lektor kepala. Kala itu dengan kebijakan yang sudah semakin rumit, harus memiliki tulisan yang terbit dalam Jurnal sinta 2 (publikasi jurnal tertinggi dengan standar nasional). Kemudian ia memiliki itu dan didapuk menjadi lektor kepala pada 2021.
Tak berhenti sampai situ, ia memperhitungkan karirnya bisa mencapai guru besar alias profesor. Berkat kesungguhannya, Zamroni memiliki waktu dua tahun untuk mencapai itu, dalam waktu yang tersisa, ia mengejar tulisannya dan harus terbit dalam jurnal internasional yang terindeks scopus. Pada tahun 2023 yang akan berakhir kebijakan itu, ia lalu mengajukan kepangkatan tersebut.
"Saya masuk bukan nekat ya, saya tentu perhitungkan waktunya juga dan semua syarat saya penuhi. Memang banyak meragukan, karena mungkin masih baru, terus teman-teman dan senior kan Belum pada waktu itu, tapi kan itu tidak diukur dalam syaratnya. Saya yakin syarat saya itu cukup dan harus saya ajukan," tuturnya.
Pada waktu pengumuman, pada bulan September 2023. Zamroni tak menyangka hasil penilaian kreditnya melebihi minimal syarat tersebut. Dari angka 850 minimal syaratnya, ia mendapatkan skor kredit sebesar 885. "Akhirnya ya kaget semua, termasuk saya juga, tidak menyangka. Tapi ya memang itu penuh perjuangan juga mulai dari S3 dan mengejar seluruh kepangkatan itu sampai menuju profesor. Dan Alhamdulillah setelah itu langsung pengukuhan di bulan November," lanjutnya.
Setelah dirinya didapuk menjadi Guru Besar dalam bidang ilmu Manajemen Pendidikan Islam, ia pun diangkat menjadi Wakil Rektor 2 bidang Administrasi Umum, Perencanaan, dan Keuangan. Ia menjalankan amanah ini hingga lima tahun kedepan. Dengan itu ia masih berusaha menambah tulisannya, yang saat ini sudah mencapai 74 karya dalam bentuk artikel, buku hingga penelitian lainnya. Rinciannya itu, masuk dalam jurnal internasional dengan indeks scopus sebanyak 9, untuk jurnal Sinta 2 sebanyak 15, dan untuk selebih masuk dalam Sinta 3 hingga 5.
Pantang semangatnya dalam pendidikan ini terinspirasi dari ilmuwan besar Al-Ghazali, filosof muslim dengan ribuan karyanya tersebut berasal juga dari keterbatasan dan keresahan. Hal itu lah memacu dirinya ketika ia memiliki Madrasah dengan tidak adanya manajemen yang baik, ia hadir dengan ilmu yang ia dapatkan selama ini membantu kelangsungan Madrasah yang sudah kian membesar dan manajemen yang baik.
"Kemudian saya berpikir itu, semuanya yang saya raih betul-betul murni, kalau bagi saya itu doanya, pertama itu dari orang tua. Kedua, kakak dan adik saya, kemudian utamanya istri dan anak-anak saya yang memotivasi mendukung yang rela berkorban untuk apapun itu termasuk harus ikut kesana-kemari menemani saya dalam menuju karir saya hingga kini," katanya.
Ia juga berpesan kepada pemuda yang kini melupakan esensi dari sebuah tantangan hidup, yang mana kesuksesan tersebut tidak mudah didapatkan, harus berasal dari rasa sakit. Dengan itu meminta para pemuda saat ini untuk terus selalu inovatif dan terus menulis. Menurutnya, dengan menulis akan dikenal hingga tiada.
"Harus fokus apapun profesi, apapun yang anda pilih itu harus fokus dan jangan setengah-setengah. Apalagi saat ini dibekali dengan kecanggihan teknologi, jangan terlalu pragmatis dan instan, kita harus memulai walaupun itu berat," tutupnya.
(Sf/Rs)