Cari disini...
Seputarfakta.com - Maulana -
Figur
Bripda Ihza Mahendra, sosok polisi pengarang buku "Gimana Kalau Ternyata Bukan dia Orangnya?" yang telah merilis bukunya 2 Agustus 2024. (Foto: HO-Dokumentasi Pribadi)
Polisi yang baik itu cuma tiga. Pak Hoegeng almarhum bekas Kapolri, patung polisi dan polisi tidur. Lelucon yang dilontarkan Gus Dur ini, belum berhenti membuat tawa bahkan hingga saat ini.
Tak hanya itu kata-kata ini pun sering digunakan oleh kritikus untuk mempertanyakan moralitas seorang polisi. Lantaran semakin hari banyaknya anggota kepolisian mendapatkan gelar "oknum" dari masyarakat atas kasus-kasus yang tidak terpuji.
Namun dari lelucon itu, saat membaca ini yang terbesit dipikiran, apakah masih ada sosok polisi yang baik seperti disebutkan Gus Dur tersebut?
Ternyata jawabannya ada di diri Ihza Mahendra. Seorang anggota kepolisian berpangkat Brigadir Polisi Dua (Bripda) yang lahir di Samarinda ini rupanya memiliki bakat menjadi seorang penulis dan konten kreator.
Bukan hanya sekedar membuat konten positif untuk memengaruhi penggemarnya, Ija panggilan akrabnya juga menuangkan hal-hal positif itu di kehidupan nyata.
Di balik sosok penuh keteladanan ini, Ija memiliki cerita bagaimana ia memulai perjuangannya. Tidak mudah jalan yang ia tempuh, harus melalui proses bertatih-tatih. Walaupun dirinya selalu mengakui usaha yang telah diraih adalah berkat bantuan Sang Pencipta.
Ija sebagai anak laki-laki pertama dari tiga bersaudara, kedua saudaranya itu adalah perempuan dan berprofesi sebagai dokter. Melihat profesi kakaknya, sehingga orang tuanya menginginkan Ija mendapatkan pekerjaan yang bisa mengabdikan pada negara. Alhasil menjadi polisi adalah pilihannya setelah lulus dari sekolah menengah atas.
Kendati atas arahan orang tua, Ija tidak mengeluhkan itu. Apalagi saat di SMA Negeri 2 tempat dia bersekolah, Ija sudah memiliki bekal kepemimpinan. Ia diamanahkan menjadi Wakil Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah. Dalam usahanya menjadi seorang polisi, Ija harus menempuh dua kali masa tes kepolisian, karena usaha pertamanya ditolak.
"Dulu pun cita-cita enggak ada sama sekali jadi polisi, semua berlalu atas seizin Allah," ujar Ija.
Setelah menjadi seorang polisi, di tahun pertamanya Ija mengalami patah hati yang amat dalam. Dari patah hati yang dia alami, hati kecilnya tidak ingin larut dalam kesedihannya. Ija kemudian bangkit, bahkan menjadikan hasil patah hatinya itu sebagai konten.
"Ngonten di sosial media, membagikan keresahan dan kesedihan. Daripada saya ngelantur ke hal-hal negatif, mending saya salurkan ke hal-hal positif dengan ngonten," jelasnya.
Konten Ija tersebut variatif, ada yang berupa video dan gambar berisi tentang kata-kata, menanggapi isu terkini dan hal apapun soal percintaan. Kontennya ini dibagikan di media sosial Instagram miliknya, kini pengikutnya sudah mencapai 102 ribu.
Walaupun ramai diminati di kalangan remaja. Ija pernah dihadapkan dengan situasi dimana ia mendapati pertanyaan dari teman yang juga anggota polisi. Celetukan yang sering ia dengar adalah masa polisi buat konten seperti itu.
"Sebenarnya dulu banyak struggle, tapi saya pikir ini dilakukan dengan senang dan keikhlasan hati, akhirnya berbuah manis hingga dilirik oleh penerbit untuk membuat buku," tuturnya.
Usahanya untuk membuat konten ini memasuki masa puncaknya setelah Ija dihubungi oleh salah satu penerbit yang terbesar, yakni Gradienmediatama. Pihak penerbit tertarik dengan tulisan pendek yang diunggah Ija di media sosial, terutama mengenai dengan hijrah berkaitan dengan percintaan anak-anak muda.
Ia pun juga sebelumnya tidak menyangka tulisan yang singkat itu bisa dirangkai menjadi sebuah buku. Kemudian pihak penerbit mengonsep buku tersebut, dan menghasilkan sebuah judul menarik. Judul buku karangannya adalah "Gimana Kalau Ternyata Bukan dia Orangnya?".
"Buku ini tentang cinta yang buruk lalu menjadi cinta yang indah dengan jalan yang di ridhoi Allah, sebenarnya ini tentang hijrah dari cinta yang salah menjadi cinta yang benar, dengan mengejar cintanya Allah, dan kemudian diberikan cinta yang sebenarnya," papar Ija.
Kesuksesan yang saat ini diraih Ija, tak terlepas dari hujatan warganet yang bersarang di kolom komentar media sosialnya. Seringkali ia mendapatkan umpatan bahwasanya yang ia lakukan adalah pencitraan. Padahal Ija dengan tulusnya hanya ingin membantu orang-orang yang sedang mengalami dilema atas percintaan.
Terakhir, ia menitipkan sebuah pesan kepada anak-anak saat ini yang ingin bercita-cita menjadi anggota kepolisian, bahwa jangan takut untuk memilih menjadi anggota kepolisian tidak bebas untuk berekspresi.
"Buktinya saya sendiri bisa, menjadi anggota Polri tetapi masih bisa berkarya dan berekspresi, tergantung bagaimana cara membawa diri kalian dengan baik, dan tidak melenceng keluar yang mencoreng nama institusi. Aku harap kalian usahakan sampai dititik darah penghabisan," tutupnya.
(Sf/Rs)
Tim Editorial
Cari disini...
Seputarfakta.com - Maulana -
Figur
Bripda Ihza Mahendra, sosok polisi pengarang buku "Gimana Kalau Ternyata Bukan dia Orangnya?" yang telah merilis bukunya 2 Agustus 2024. (Foto: HO-Dokumentasi Pribadi)
Polisi yang baik itu cuma tiga. Pak Hoegeng almarhum bekas Kapolri, patung polisi dan polisi tidur. Lelucon yang dilontarkan Gus Dur ini, belum berhenti membuat tawa bahkan hingga saat ini.
Tak hanya itu kata-kata ini pun sering digunakan oleh kritikus untuk mempertanyakan moralitas seorang polisi. Lantaran semakin hari banyaknya anggota kepolisian mendapatkan gelar "oknum" dari masyarakat atas kasus-kasus yang tidak terpuji.
Namun dari lelucon itu, saat membaca ini yang terbesit dipikiran, apakah masih ada sosok polisi yang baik seperti disebutkan Gus Dur tersebut?
Ternyata jawabannya ada di diri Ihza Mahendra. Seorang anggota kepolisian berpangkat Brigadir Polisi Dua (Bripda) yang lahir di Samarinda ini rupanya memiliki bakat menjadi seorang penulis dan konten kreator.
Bukan hanya sekedar membuat konten positif untuk memengaruhi penggemarnya, Ija panggilan akrabnya juga menuangkan hal-hal positif itu di kehidupan nyata.
Di balik sosok penuh keteladanan ini, Ija memiliki cerita bagaimana ia memulai perjuangannya. Tidak mudah jalan yang ia tempuh, harus melalui proses bertatih-tatih. Walaupun dirinya selalu mengakui usaha yang telah diraih adalah berkat bantuan Sang Pencipta.
Ija sebagai anak laki-laki pertama dari tiga bersaudara, kedua saudaranya itu adalah perempuan dan berprofesi sebagai dokter. Melihat profesi kakaknya, sehingga orang tuanya menginginkan Ija mendapatkan pekerjaan yang bisa mengabdikan pada negara. Alhasil menjadi polisi adalah pilihannya setelah lulus dari sekolah menengah atas.
Kendati atas arahan orang tua, Ija tidak mengeluhkan itu. Apalagi saat di SMA Negeri 2 tempat dia bersekolah, Ija sudah memiliki bekal kepemimpinan. Ia diamanahkan menjadi Wakil Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah. Dalam usahanya menjadi seorang polisi, Ija harus menempuh dua kali masa tes kepolisian, karena usaha pertamanya ditolak.
"Dulu pun cita-cita enggak ada sama sekali jadi polisi, semua berlalu atas seizin Allah," ujar Ija.
Setelah menjadi seorang polisi, di tahun pertamanya Ija mengalami patah hati yang amat dalam. Dari patah hati yang dia alami, hati kecilnya tidak ingin larut dalam kesedihannya. Ija kemudian bangkit, bahkan menjadikan hasil patah hatinya itu sebagai konten.
"Ngonten di sosial media, membagikan keresahan dan kesedihan. Daripada saya ngelantur ke hal-hal negatif, mending saya salurkan ke hal-hal positif dengan ngonten," jelasnya.
Konten Ija tersebut variatif, ada yang berupa video dan gambar berisi tentang kata-kata, menanggapi isu terkini dan hal apapun soal percintaan. Kontennya ini dibagikan di media sosial Instagram miliknya, kini pengikutnya sudah mencapai 102 ribu.
Walaupun ramai diminati di kalangan remaja. Ija pernah dihadapkan dengan situasi dimana ia mendapati pertanyaan dari teman yang juga anggota polisi. Celetukan yang sering ia dengar adalah masa polisi buat konten seperti itu.
"Sebenarnya dulu banyak struggle, tapi saya pikir ini dilakukan dengan senang dan keikhlasan hati, akhirnya berbuah manis hingga dilirik oleh penerbit untuk membuat buku," tuturnya.
Usahanya untuk membuat konten ini memasuki masa puncaknya setelah Ija dihubungi oleh salah satu penerbit yang terbesar, yakni Gradienmediatama. Pihak penerbit tertarik dengan tulisan pendek yang diunggah Ija di media sosial, terutama mengenai dengan hijrah berkaitan dengan percintaan anak-anak muda.
Ia pun juga sebelumnya tidak menyangka tulisan yang singkat itu bisa dirangkai menjadi sebuah buku. Kemudian pihak penerbit mengonsep buku tersebut, dan menghasilkan sebuah judul menarik. Judul buku karangannya adalah "Gimana Kalau Ternyata Bukan dia Orangnya?".
"Buku ini tentang cinta yang buruk lalu menjadi cinta yang indah dengan jalan yang di ridhoi Allah, sebenarnya ini tentang hijrah dari cinta yang salah menjadi cinta yang benar, dengan mengejar cintanya Allah, dan kemudian diberikan cinta yang sebenarnya," papar Ija.
Kesuksesan yang saat ini diraih Ija, tak terlepas dari hujatan warganet yang bersarang di kolom komentar media sosialnya. Seringkali ia mendapatkan umpatan bahwasanya yang ia lakukan adalah pencitraan. Padahal Ija dengan tulusnya hanya ingin membantu orang-orang yang sedang mengalami dilema atas percintaan.
Terakhir, ia menitipkan sebuah pesan kepada anak-anak saat ini yang ingin bercita-cita menjadi anggota kepolisian, bahwa jangan takut untuk memilih menjadi anggota kepolisian tidak bebas untuk berekspresi.
"Buktinya saya sendiri bisa, menjadi anggota Polri tetapi masih bisa berkarya dan berekspresi, tergantung bagaimana cara membawa diri kalian dengan baik, dan tidak melenceng keluar yang mencoreng nama institusi. Aku harap kalian usahakan sampai dititik darah penghabisan," tutupnya.
(Sf/Rs)