Cari disini...
Seputarfakta.com - Maulana -
DPRD Provinsi Kalimantan Timur
Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, Salehuddin. (Foto: Maulana/Seputarfakta.com)
Samarinda - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim) kembali menegaskan larangan bagi truk pengangkut batu bara untuk melintas di jalan umum.
Perusahaan tambang diwajibkan membangun dan menggunakan jalan khusus pertambangan demi keselamatan masyarakat dan menjaga aset infrastruktur jalan milik negara.
Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, Salehuddin, menyatakan bahwa truk batu bara dengan muatan berat yang melebihi kapasitas jalan adalah penyebab utama kerusakan jalan umum.
Kerusakan ini meliputi penurunan kualitas, kerusakan konstruksi, hingga peningkatan risiko kecelakaan.
"Kerusakan jalan sebagian besar, mohon maaf, memang disebabkan oleh kontribusi kendaraan berat. Bayangkan saja, jika tonasenya melebihi kapasitas, misalnya lebih dari 34 ton, jalan pasti rusak. Apalagi dengan curah hujan yang tinggi di wilayah kita, kerusakan semakin parah," ujar Salehuddin.
Penegasan ini bukan tanpa dasar hukum. Salehuddin merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020, yang merupakan perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam Pasal 91 UU tersebut, dengan jelas disebutkan bahwa setiap pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) wajib menggunakan jalan tambang dalam kegiatan hauling atau pengangkutan.
Sebagai solusi jangka pendek, Salehuddin menyebutkan opsi pengaturan jam operasional atau pembuatan jalur penyeberangan (crossing) yang lebih aman.
"Jangka panjangnya, target kita jelas zero hauling di jalan umum, baik itu jalan negara, provinsi, maupun kabupaten," tegasnya.
Isu larangan truk batu bara di jalan umum semakin mendesak pasca-kasus pembunuhan tragis di Muara Kate. Rusel, seorang warga yang menjaga posko penolakan jalur truk pengangkut batu bara.
Ia diduga menjadi korban pembunuhan oleh orang tak dikenal saat tertidur lelap.
Masyarakat Muara Kate mengungkapkan keresahan mereka atas insiden ini dan mengaku sempat mendapat ancaman dari orang tak dikenal.
Hingga kini, belum ada tindakan nyata yang sepenuhnya melindungi masyarakat dari dampak permasalahan ini.
Salehuddin menambahkan bahwa Gubernur Kaltim telah mengumpulkan berbagai pihak, termasuk tokoh masyarakat, untuk berdialog dan menciptakan kesepahaman.
"Itu bentuk konkret yang sangat positif. Kami juga mengimbau agar jangan sampai proses ini mengarah pada ketidakjelasan hukum, atau bahkan membuka ruang konflik," tutup Salehuddin. (Adv)
(Sf/Rs)
Tim Editorial
Cari disini...
Seputarfakta.com - Maulana -
DPRD Provinsi Kalimantan Timur
Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, Salehuddin. (Foto: Maulana/Seputarfakta.com)
Samarinda - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim) kembali menegaskan larangan bagi truk pengangkut batu bara untuk melintas di jalan umum.
Perusahaan tambang diwajibkan membangun dan menggunakan jalan khusus pertambangan demi keselamatan masyarakat dan menjaga aset infrastruktur jalan milik negara.
Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, Salehuddin, menyatakan bahwa truk batu bara dengan muatan berat yang melebihi kapasitas jalan adalah penyebab utama kerusakan jalan umum.
Kerusakan ini meliputi penurunan kualitas, kerusakan konstruksi, hingga peningkatan risiko kecelakaan.
"Kerusakan jalan sebagian besar, mohon maaf, memang disebabkan oleh kontribusi kendaraan berat. Bayangkan saja, jika tonasenya melebihi kapasitas, misalnya lebih dari 34 ton, jalan pasti rusak. Apalagi dengan curah hujan yang tinggi di wilayah kita, kerusakan semakin parah," ujar Salehuddin.
Penegasan ini bukan tanpa dasar hukum. Salehuddin merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020, yang merupakan perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam Pasal 91 UU tersebut, dengan jelas disebutkan bahwa setiap pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) wajib menggunakan jalan tambang dalam kegiatan hauling atau pengangkutan.
Sebagai solusi jangka pendek, Salehuddin menyebutkan opsi pengaturan jam operasional atau pembuatan jalur penyeberangan (crossing) yang lebih aman.
"Jangka panjangnya, target kita jelas zero hauling di jalan umum, baik itu jalan negara, provinsi, maupun kabupaten," tegasnya.
Isu larangan truk batu bara di jalan umum semakin mendesak pasca-kasus pembunuhan tragis di Muara Kate. Rusel, seorang warga yang menjaga posko penolakan jalur truk pengangkut batu bara.
Ia diduga menjadi korban pembunuhan oleh orang tak dikenal saat tertidur lelap.
Masyarakat Muara Kate mengungkapkan keresahan mereka atas insiden ini dan mengaku sempat mendapat ancaman dari orang tak dikenal.
Hingga kini, belum ada tindakan nyata yang sepenuhnya melindungi masyarakat dari dampak permasalahan ini.
Salehuddin menambahkan bahwa Gubernur Kaltim telah mengumpulkan berbagai pihak, termasuk tokoh masyarakat, untuk berdialog dan menciptakan kesepahaman.
"Itu bentuk konkret yang sangat positif. Kami juga mengimbau agar jangan sampai proses ini mengarah pada ketidakjelasan hukum, atau bahkan membuka ruang konflik," tutup Salehuddin. (Adv)
(Sf/Rs)