DPRD Kota Balikpapan

    DPRD Balikpapan Soroti Potensi Pajak Air Bawah Tanah, Target 2025 Capai Rp5,5 Miliar

    Seputarfakta.com - Maya Sari -

    DPRD Kota Balikpapan

    09 Juni 2025 07:18 WIB

    Anggota Komisi II DPRD Balikpapan, Jafar Sidik sebut penggunaan air bawah tanah memiliki potensi pajak yang besar. (Foto: Maya Sari/Seputarfakta.com)

    Balikpapan – Komisi II DPRD Balikpapan menyoroti potensi pajak dari penggunaan air bawah tanah, terutama di sektor perumahan, hotel, dan usaha komersial lainnya seperti pencucian mobil dan penjualan air tandon.

    Dalam beberapa waktu terakhir, anggota dewan melakukan kunjungan lapangan ke sejumlah lokasi untuk meninjau langsung mekanisme pemanfaatan air tanah dan potensi pajaknya.

    Anggota Komisi II DPRD Balikpapan, Jafar Sidik, menyampaikan bahwa kunjungan tersebut bertujuan memastikan kesesuaian antara volume air yang digunakan dan pajak yang disetorkan ke pemerintah daerah.

    "Jangan sampai mereka menggunakan air dalam jumlah besar, tapi setoran pajaknya kecil. Maka dari itu, kami ingin mencocokkan laporan pembayaran pajak oleh pengelola WTP (Water Treatment Plant) perumahan dengan data di Bapenda,” ucap Jafar Sidik saat dihubungi awak media, Senin (9/6/2025).

    Menurut data dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), target pendapatan pajak dari air bawah tanah untuk tahun 2025 sebesar Rp5,5 miliar. Hingga akhir kuartal pertama tahun ini, realisasi pendapatan sudah mencapai Rp2,7 miliar atau sekitar 47 persen dari target.

    Jafar menilai, pencapaian ini menunjukkan bahwa potensi penerimaan pajak dari air bawah tanah sebenarnya sangat besar dan masih bisa ditingkatkan.

     “Melihat kondisi di lapangan, kami yakin sektor pajak air bawah tanah bisa dioptimalkan. Terutama dari penggunaan sumur bor yang digunakan perumahan, hotel, penjual air tandon, hingga tempat pencucian mobil. Semuanya seharusnya membayar pajak,” tegasnya.

    Saat ini, DPRD masih menunggu data resmi dari Bapenda terkait daftar pelaku usaha air tanah, termasuk apakah penjual air tandon sudah terdata atau belum.

     

    Hal ini dianggap penting untuk memastikan seluruh potensi pajak benar-benar tergarap.

    "Kami akan memanggil kembali pihak Bapenda untuk mengklarifikasi dan memperbarui data potensi yang ada. Jangan sampai masyarakat menggunakan air tanah tapi tidak membayar pajak,” tambah Politisi PKS.

    Ia juga mengingatkan bahwa pembuatan sumur bor harus memiliki izin resmi. Pemilik atau pengusaha wajib mengantongi Surat Izin Pengambilan Air Tanah (SIPA) dari Kementerian ESDM, yang saat ini prosesnya bisa dilakukan secara online. 

    "Setelah itu, baru akan diterbitkan Nomor Induk Berusaha (NIB) serta izin pengeboran dari pihak berwenang di Samarinda," lanjutnya.

    Terkait data wajib pajak yang sudah membayar, Jafar mengaku pihaknya masih menerima laporan secara global tanpa rincian. Ia mendorong agar laporan ke depan bisa lebih transparan dan rinci.

     “Kami belum tahu siapa saja yang sudah bayar dan belum, apakah dari perumahan, hotel, atau perorangan. Ini harus segera dituntaskan agar pengawasan dan pengelolaan lebih optimal,” pungkasnya. (Adv)

    (Sf/Rs)

    Tim Editorial

    Connect With Us

    Copyright @ 2023 seputarfakta.com.
    All right reserved

    Kategori

    Informasi

    DPRD Kota Balikpapan

    DPRD Balikpapan Soroti Potensi Pajak Air Bawah Tanah, Target 2025 Capai Rp5,5 Miliar

    Seputarfakta.com - Maya Sari -

    DPRD Kota Balikpapan

    09 Juni 2025 07:18 WIB

    Anggota Komisi II DPRD Balikpapan, Jafar Sidik sebut penggunaan air bawah tanah memiliki potensi pajak yang besar. (Foto: Maya Sari/Seputarfakta.com)

    Balikpapan – Komisi II DPRD Balikpapan menyoroti potensi pajak dari penggunaan air bawah tanah, terutama di sektor perumahan, hotel, dan usaha komersial lainnya seperti pencucian mobil dan penjualan air tandon.

    Dalam beberapa waktu terakhir, anggota dewan melakukan kunjungan lapangan ke sejumlah lokasi untuk meninjau langsung mekanisme pemanfaatan air tanah dan potensi pajaknya.

    Anggota Komisi II DPRD Balikpapan, Jafar Sidik, menyampaikan bahwa kunjungan tersebut bertujuan memastikan kesesuaian antara volume air yang digunakan dan pajak yang disetorkan ke pemerintah daerah.

    "Jangan sampai mereka menggunakan air dalam jumlah besar, tapi setoran pajaknya kecil. Maka dari itu, kami ingin mencocokkan laporan pembayaran pajak oleh pengelola WTP (Water Treatment Plant) perumahan dengan data di Bapenda,” ucap Jafar Sidik saat dihubungi awak media, Senin (9/6/2025).

    Menurut data dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), target pendapatan pajak dari air bawah tanah untuk tahun 2025 sebesar Rp5,5 miliar. Hingga akhir kuartal pertama tahun ini, realisasi pendapatan sudah mencapai Rp2,7 miliar atau sekitar 47 persen dari target.

    Jafar menilai, pencapaian ini menunjukkan bahwa potensi penerimaan pajak dari air bawah tanah sebenarnya sangat besar dan masih bisa ditingkatkan.

     “Melihat kondisi di lapangan, kami yakin sektor pajak air bawah tanah bisa dioptimalkan. Terutama dari penggunaan sumur bor yang digunakan perumahan, hotel, penjual air tandon, hingga tempat pencucian mobil. Semuanya seharusnya membayar pajak,” tegasnya.

    Saat ini, DPRD masih menunggu data resmi dari Bapenda terkait daftar pelaku usaha air tanah, termasuk apakah penjual air tandon sudah terdata atau belum.

     

    Hal ini dianggap penting untuk memastikan seluruh potensi pajak benar-benar tergarap.

    "Kami akan memanggil kembali pihak Bapenda untuk mengklarifikasi dan memperbarui data potensi yang ada. Jangan sampai masyarakat menggunakan air tanah tapi tidak membayar pajak,” tambah Politisi PKS.

    Ia juga mengingatkan bahwa pembuatan sumur bor harus memiliki izin resmi. Pemilik atau pengusaha wajib mengantongi Surat Izin Pengambilan Air Tanah (SIPA) dari Kementerian ESDM, yang saat ini prosesnya bisa dilakukan secara online. 

    "Setelah itu, baru akan diterbitkan Nomor Induk Berusaha (NIB) serta izin pengeboran dari pihak berwenang di Samarinda," lanjutnya.

    Terkait data wajib pajak yang sudah membayar, Jafar mengaku pihaknya masih menerima laporan secara global tanpa rincian. Ia mendorong agar laporan ke depan bisa lebih transparan dan rinci.

     “Kami belum tahu siapa saja yang sudah bayar dan belum, apakah dari perumahan, hotel, atau perorangan. Ini harus segera dituntaskan agar pengawasan dan pengelolaan lebih optimal,” pungkasnya. (Adv)

    (Sf/Rs)