Cari disini...
Seputarfakta.com - Nuraini -
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bontang
Plt Disdikbud Bontang, Saparuddin. (Foto: Nuraini/Seputarfakta.com)
Bontang - Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Bontang, Saparuddin menanggapi usulan DPRD terkait pembukaan sekolah paket di Tihi-Tihi, Melahing dan Gusung.
Sekolah di wilayah pesisir diketahui hanya tersedia hingga jenjang SD, untuk melanjutkan ke jenjang SLTA harus menyeberang menggunakan kapal. Kondisi ini dinilai menjadi salah satu penyebab utama tingginya angka putus sekolah di daerah pesisir.
Dilihat dari jumlah lulusan SD di tiga wilayah pesisir Bontang tersebut, jumlahnya sangat minim dan tidak memungkinkan untuk membuka sekolah paket, mengingat efektifitas kegiatan pembelajaran dan anggaran yang harus dikeluarkan.
“Sebagian dari mereka itu sudah terakomodir di sekolah formal, sisanya juga sangat sedikit kalau mau dibuka sekolah paket, tidak mungkin satu kelas muridnya cuma satu atau dua orang,” ujarnya, Rabu (28/5/2025).
Berdasarkan data Disdikbud Bontang, jumlah lulusan SD dari wilayah pesisir pada 2025 yaitu SDN 016 Tihi-Tihi tujuh orang, SDN 015 Selangan tiga orang dan SDN 011 Gusung 11 orang.
Menurutnya, jika ada siswa yang ingin melanjutkan sekolah tetapi tidak bisa mengikuti pendidikan formal, maka bisa ikut sekolah paket yang diselenggarakan oleh Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) atau Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di kota dengan jadwal belajar yang lebih fleksibel.
“Dalam Sistem Penerimaan Siswa Baru (SPMB) tahun ini juga masih bisa mengakomodir lulusan tahun sebelumnya. Sepanjang yang bersangkutan masih ingin bersekolah,”tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Komisi A DPRD Bontang, Heri Keswanto mengusulkan agar Pemerintah Kota (Pemkot) membuka layanan pendidikan nonformal, kejar paket khusus bagi masyarakat pesisir.
Karena akses pendidikan yang sulit di pesisir membuat banyak anak-anak harus putus sekolah. “Mereka itu kebanyakan kalau sudah lulus SD yang perempuan memilih untuk menikah dan yang laki-laki memilih jadi nelayan,” ujar Heri Keswanto. (Adv)
(Sf/Lo)
Tim Editorial
Cari disini...
Seputarfakta.com - Nuraini -
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bontang
Plt Disdikbud Bontang, Saparuddin. (Foto: Nuraini/Seputarfakta.com)
Bontang - Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Bontang, Saparuddin menanggapi usulan DPRD terkait pembukaan sekolah paket di Tihi-Tihi, Melahing dan Gusung.
Sekolah di wilayah pesisir diketahui hanya tersedia hingga jenjang SD, untuk melanjutkan ke jenjang SLTA harus menyeberang menggunakan kapal. Kondisi ini dinilai menjadi salah satu penyebab utama tingginya angka putus sekolah di daerah pesisir.
Dilihat dari jumlah lulusan SD di tiga wilayah pesisir Bontang tersebut, jumlahnya sangat minim dan tidak memungkinkan untuk membuka sekolah paket, mengingat efektifitas kegiatan pembelajaran dan anggaran yang harus dikeluarkan.
“Sebagian dari mereka itu sudah terakomodir di sekolah formal, sisanya juga sangat sedikit kalau mau dibuka sekolah paket, tidak mungkin satu kelas muridnya cuma satu atau dua orang,” ujarnya, Rabu (28/5/2025).
Berdasarkan data Disdikbud Bontang, jumlah lulusan SD dari wilayah pesisir pada 2025 yaitu SDN 016 Tihi-Tihi tujuh orang, SDN 015 Selangan tiga orang dan SDN 011 Gusung 11 orang.
Menurutnya, jika ada siswa yang ingin melanjutkan sekolah tetapi tidak bisa mengikuti pendidikan formal, maka bisa ikut sekolah paket yang diselenggarakan oleh Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) atau Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di kota dengan jadwal belajar yang lebih fleksibel.
“Dalam Sistem Penerimaan Siswa Baru (SPMB) tahun ini juga masih bisa mengakomodir lulusan tahun sebelumnya. Sepanjang yang bersangkutan masih ingin bersekolah,”tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Komisi A DPRD Bontang, Heri Keswanto mengusulkan agar Pemerintah Kota (Pemkot) membuka layanan pendidikan nonformal, kejar paket khusus bagi masyarakat pesisir.
Karena akses pendidikan yang sulit di pesisir membuat banyak anak-anak harus putus sekolah. “Mereka itu kebanyakan kalau sudah lulus SD yang perempuan memilih untuk menikah dan yang laki-laki memilih jadi nelayan,” ujar Heri Keswanto. (Adv)
(Sf/Lo)